Ron Weasley menusuk-nusuk sosisnya. Menggigitnya dan mengunyahnya dengan hati-hati, sambil menatap langit-langit Aula Utama lalu meringis tak suka begitu melihat awan kelabu di sana. Tampaknya awan-awan kelabu itu juga berkumpul di atas kastil Hogwarts seolah menatap mereka remeh.
“Ini sih pertanda buruk,” ujarnya. “Hari ini, langit pun akan menangis bersama Gryffindor.” Kemarin saja, seolah langit sudah menangis. Saking buruknya cuacanya, pertandingan Quidditch sampai harus ditunda. Sehari menunggu membuat semua orang malah semakin gelisah.
“Bukannya agak berlebihan kalau bilang ini pertanda buruk?” tanya Harry, sambil menusuk sosis miliknya sendiri, namun memutuskan untuk tidak memakannya. Perutnya seperti melilit-lilit, walaupun sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertandingannya. Dia menusuk-nusuk sosisnya lagi, hanya karena dia suka merasakan tekstur sosis yang terkoyak oleh garpunya. Nih, mati kamu sosis; tidak ada yang bisa memakanmu sekarang. Harry pasti sudah gila. “Kita kan masih punya Pyke sebagai Seeker.” Harry melanjutkan kata-katanya yang sempat terputus.
“Jangan fokus pada Pyke.” Ron menggigit sosisnya lagi. “Graham akan lebih dulu menghancurkan tim kita sebelum Harper menangkap Snitch-nya.”
“Dia tidak seburuk itu kok.”
“Dia lebih buruk dari Pyke!”“Astaga!” Hermione berteriak tak tahan lagi, lalu melipat Daily Prophet dan meletakkannya dengan hembusan napas kesal. “Kalian pikir Gryffindor akan kalah karena kalian tidak bermain di dalam timnya."
Ron menatap Hermione. “Kamu tahu tidak kalau Graham punya kebiasaan menghindari Quaffle yang terbang ke arahnya? Padahal dia Keeper loh!”
“Ya, intinya sih, aku cukup optimis. Tim Slytherin kan juga sempat beberapa kali menderita kekalahan.” protes Hermione.
“Kayaknya kata ‘menderita’ kurang cocok deh untuk mereka.”
Harry mengangguk. “Keeper mereka yang baru kemampuannya lumayan, Beater mereka juga bagus dan Harper Seeker yang handal. Kalau dibandingkan dengan Pyke, dia jauh lebih bagus.”
Hermione mengangkat satu alisnya. “Tapi kalau dibandingkan denganmu, dia tidak bagus-bagus amat.”
Iya, sih. Tapi Harry tidak mungkin mengatakannya keras-keras. “Kita akan kalah, Hermione. Dan tidak hanya pertandingan ini saja; kita juga pasti akan kalah mendapatkan Piala.”
Ron terlihat panik. “Jangan bilang begitu! Kan masih ada Hufflepuff. Tentu saja kita bisa mengalahkan Hufflepuff.”
“Mereka punya Jane Bradshaw,” kata Harry mengingatkan. Ron dan Harry sempat melihat si kecil Jane terbang dua minggu lalu. Anak perempuan dari Seeker profesional Tim Tornado yang bernama Eleanor Bradshaw itu mewarisi talenta dari ibunya. Lahir di bulan Agustus, Hufflepuff yang masih kelas satu itu mengalahkan rekor Harry dan menjadi Seeker paling muda dalam satu abad terakhir. Melihatnya terbang di lapangan Quidditch dengan senyum merekah di wajahnya dan angin yang menerpa rambutnya, membuat Harry merasa sedikit nostalgia. Jangan sampai Snitch-nya masuk ke mulutmu seperti aku dulu, pikir Harry. Lalu kemudian Harry teringat bagaimana rasanya saat Snitch-nya masuk ke mulut Harry dan seketika bersyukur dia tidak bermain Quidditch tahun ini.
Karena sebenarnya Harry tidak merasa sesedih itu lepas dari Quidditch. Dia tidak pernah memberitahu hal itu pada Ron. Sama seperti dirinya yang tidak memberitahu Hermione bahwa sebenarnya dia tidak begitu ingin kembali ke Hogwarts. Rasanya aneh harus memikirkan soal Quidditch atau tugas sekolahnya padahal Pelahap Maut masih ada yang berkeliaran. Aku harusnya berada di luar sana; karena semuanya masih belum berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ At Your Service (INA Trans)
FanfictionSetelah Perang Dunia Sihir Usai, Harry kembali ke Hogwarts di tahun ke delapannya. Namun kejadian demi kejadian aneh silih berganti terjadi. Hogwarts berada dalam bahaya sekali lagi; bahaya yang begitu misterius. Harry bermaksud untuk menyelamatkan...