7. The Slytherin Bully (Part 3)

2.2K 358 75
                                    

Napas Harry terengah saat dia tiba di lantai tujuh. Padahal Lavender sama sekali tidak terlihat lelah, dan dia malah lebih dulu sampai. Harry berencana untuk mengevaluasi kebugarannya setelah ini, merasa sedikit malu pada Lavender.

"Ginny!" teriak Lavender dan berderap menuju ujung lorong.

Jantung Harry seperti berhenti berdetak. Di sana, Ginny tengah tengkulai di lantai, dengan jubah yang berantakan dan rambut merah Weasley-nya yang acak-acakan. Harry berlari mendekat dan baru menyadari kalau Ginny sedang tengkurap.

Lavender membalik tubuhnya, memperlihatkan wajah Ginny yang begitu pucat dengan mata yang terpejam.

"Ginny, tidak," Lavender sudah ingin menangis.

"Dia baik-baik saja!" Teriak Harry, walau dia tidak tahu dengan pasti, namun Harry menolak pilihan lain selain itu. Harry mengambil tongkat sihirnya. "Rennervate!" teriaknya. Saat Ginny terkesiap bangun, matanya membelalak, membuat Harry luar biasa lega. Dia langsung berlutut di sampingnya.

"Ginny?" bisiknya, membantunya untuk duduk. "Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja? Apa kamu dimantrai? Dikutuk?"

Ginny melihat sekeliling dengan cemas. "Entahlah... aku dimana?"

"Lantai tujuh," jawab Lavender. "Kenapa kamu bisa di sini? Kamu kan harusnya—"

Mata Ginny tiba-tiba melebar dan dia berusaha untuk berdiri, namun kepalanya yang pusing membuatnya terhuyung sehingga Lavender dan Harry harus membantunya. Ginny memijat kepalanya. "Malfoy dimana? Sudah ketemu dia belum?" Dia memandang Harry.

Kekhawatiran di matanya membuat Harry kehilangan napasnya, membuat dadanya sakit tiba-tiba. "Kenapa? Dia menghilang? Apa dia baik-baik saja?" katanya sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling koridor, berharap bahwa semua ini lelucon dan Draco akan muncul dan menertawainya.

"Aku tidak tahu," jawab Ginny, melakukan hal yang sama dengan Harry. "Pasti ada seseorang yang membuatku pingsan. Sepertinya aku mendengar teriakan Stupefy. Lalu... aku dan Malfoy pasti diserang. Apa kamu menemukan Peterson?"

Harry, yang masih menggenggam Galleon di tangannya karena sibuk mengirimkan pesan pada Draco yang berbunyi 'Kamu dimana?' segera memandang Ginny.

"Peterson? Jamie Peterson?" tanya Harry, sambil menggenggam Galleon-nya erat-erat. Tolong jawab pesanku, kumohon.

"Iya. Dia menghilang," kata Ginny, masih memijat kepalanya. "Malfoy khawatir padanya waktu aku jemput dia di Slytherin. Katanya ada empat siswa yang hilang dan dia tahu kalau itu bukan pertanda bagus. Dia berkali-kali bilang bahwa itu salahnya. Aku tidak tahu dia ngomong apa, tapi dia bilang kita harus menemukan Jamie Peterson. Dia mengirimkan pesan pada anak itu, tapi tidak dibalas, jadi kita berlari kesini karena Malfoy pikir Peterson ada di Ruang Kebutuhan."

Begitu Ginny menyebutkan ruangannya, Lavender dan Harry berbalik dan buru-buru membuka pintu kayu besar. Lavender yang sampai duluan dan langsung membukanya. Harry melangkah ke dalam ruangan yang gelap dan terkesiap saat sesuatu mengenai kakinya. Dia menoleh dan membungkuk untuk menangkap Jamie Peterson sebelum anak laki-laki itu bisa kabur.

Matanya benar-benar melebar ketakutan, pikir Harry saat dia melihat raut wajah si kecil Peterson.

"Semua akan baik-baik saja," kata Harry, walaupun Draco masih menghilang dan tidak ada yang baik-baik saja dari ini semua.

"Harry Potter!" pekiknya lega, mengingatkan Harry akan Dobby.

"Benar, itu aku," kata Harry menenangkan sambil berlutut menyejajarkan pandangan mereka.

"Tidak usah pedulikan kami," tambah Ginny sambil mendekat, "Kami cuma daging cincang yang di jual di pasar." Kelakarnya ingin mencairkan suasana.

Lavender tersedak begitu mendengarnya, namun tidak berkata apa-apa. Peterson tersenyum lelah padanya namun pandangannya kembali fokus pada Harry. "Kamu harus menghentikan mereka," bisiknya.

✓ At Your Service (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang