5. Draco's Plight (Part 3)

2.3K 365 35
                                    

Waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh saat Harry selesai berpatroli dan menyeret kakinya masuk ke menara Gryffindor. Ruang Rekreasinya cukup sepi, namun Ron dan Hermione tengah berada di sana. Ron sedang menulis sesuatu di kertas perkamen, duduk di salah satu meja dekat jendela bagian selatan, sedangkan Hermione berada di salah satu kursi dekat perapian, tengah mengetuk-ngetukkan tongkat sihirnya di atas perkamen dengan ekspresi jengkel.

Dia tersenyum pada Harry begitu Harry duduk di sebelahnya. "Ada masalah?" tanyanya.

Harry menggeleng. Luna dan dirinya tidak menemukan satupun siswa yang berkeliaran, walaupun dia mendengar bahwa anggota lain cukup sibuk malam ini. Katanya separuh dari anak-anak Slytherin berkeliaran di lorong kastil malam ini.

Harry terlalu terdistraksi sampai dia tidak ingat tempat tersembunyi mana saja yang harus dia periksa, sedangkan Luna juga sulit fokus. Jadilah mereka tidak menemukan apa-apa.

Hermione menghela napas. "Anak-anak Slytherin kesal soal Malfoy. beberapa diantara mereka mencoba menyerang Ernie dan Justin."

"Oh." Harry berharap Hermione tidak menyebutkan nama Draco. Harry sedang berusaha setengah mati untuk tidak memikirkannya.

"Oh!" ujar Hermione lagi. "Sebelum aku lupa..." dia lalu memelankan suaranya. "George mengirimkan surat lagi ke Ginny. Dia mengkonfirmasi teori kita soal Lucius Malfoy. Ternyata benar, dia yang membatu kementerian untuk menangkap para Pelahap Maut." katanya dengan ceria, tampak bangga dengan kesimpulannya. "Dan memang benar, Carrow bersaudara berada di Hogsmeade sebelum itu. Sembunyi di atas plafon Honeydukes. Mereka melemparkan kutukan Imperius pada Ambrosius Flume."

Harry mengerjap. "Serius?"

"Mereka mencoba menyusup ke kastil, ingin menangkapmu. Greyback juga sempat bersama dengan mereka, sebelum akhirnya kabur. Tidak ada yang tahu dia dimana."

Harry memandangnya. Selama ini dia sudah meyakinkan dirinya sendiri bahwa tidak ada Pelahap Maut yang berada di dekat kastil; makanya dia terkejut mendengar ini. "Kalau begitu... apa mereka yang mengutuk Tommy? Kalau mereka di sini..." Mungkin mereka jugalah yang ingin mencelakai Draco. Mungkin semuanya memang sudah berakhir.

"Oh, bukan! Kubilang, mereka mencoba masuk kastil, tapi mereka gagal. Masuk ke wilayahnya saja tidak bisa. Mereka mencoba semua jalan rahasia, tapi mereka tidak bisa masuk karena perlindungan Hogwarts begitu tinggi."

"Oh. Well, itu artinya..."

"Itu artinya bagus sekali!" potong Hermione. "Ternyata perlindungan Hogwarts jauh lebih baik dari yang kita pikirkan."

"Benar sekali," Harry menjawab. "Kita benar-benar aman di dalam sini."

Hermione menatapnya. "Tidak perlu sarkas padaku begitu, Harry. Aku kan cuma memberitahu—"

"Aku tahu," potong Harry cepat-cepat. "Maaf." katanya. Bukan Hermione yang membuatnya marah. Tapi dia lebih marah pada dirinya sendiri. Masih terpikir soal kenapa dia bersikeras bertemu dengan Draco tadi. Kalau saja dia tidak bertemu dengannya, pasti dia tidak merasa sebingung dan setersesat sekarang.

"Serius kamu baik-baik saja?" Hermione menyipitkan matanya. "Tugas Transfigurasi-mu sudah dikerjakan belum? Ron belum tuh." katanya sambil memandang Ron, lalu kembali mengetukkan tongkat sihirnya pada kertas perkamen yang ia bawa. Harry sadar perkamen itu berisi tulisan tangan Ron; Ron pasti sedang mengerjakan tugas-tugasnya dan Hermione mengoreksinya.

Harry mengangguk, walau dia juga tidak yakin yang dia tulis pada esainya benar atau tidak; sulit rasanya berpikir serius soal tugas sekolahnya di masa-masa seperti ini.

"Baguslah. Karena tidak mungkin Profesor Plunkett terus-terusan sakit," tambahnya, sedikit histeris. "Kita akan kehilangan banyak waktu kalau beliau sakit melulu."

✓ At Your Service (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang