7. The Slytherin Bully (Part 4)

2.9K 317 50
                                    

Harry sama sekali tidak punya keinginan untuk pergi dari Ruang Kesehatan. Jadi dia berjongkok di samping pintu masuk Ruang Kesehatan dengan lutut yang menempel di dahinya. Jika ada seseorang yang ingin mencelakai Draco lagi, maka mereka harus berhadapan dengan Harry dulu.

Harry masih dalam posisi seperti itu dua jam setelahnya, saat Ron dan Hermione menemukannya. Mereka tampak begitu lelah dan jatuh terduduk di samping kanan dan kirinya tanpa kata.

"Apa kalian menemukan Pritchard?" tanya Harry.

Ron menggelengkan kepalanya. "Tidak ada tanda-tanda dia dan komplotannya."

Harry memandang Ron heran. "Mereka kabur? Sama sekali tidak ada di dalam kastil?"

Hermione menguap lebar sebelum akhirnya menjawab. "Kami sudah cari kemana-mana. Semua anggota Laskar, semua guru, semua peri rumah. Tapi mereka sama sekali tidak ada di sini. Barang-barangnya masih di Asrama. Bahkan sapu terbangnya."

"Sekarang guru-guru sedang mencari di Hutan dan Hogsmeade," tambah Ron. "Mereka tidak memperbolehkan kita ikut mencari di luar. Profesor McGonagall sudah menghubungi Auror."

Harry tertegun. Dia benar-benar tidak tahu apa yang ada di pikiran Pritchard. Dia dan komplotannya begitu marah dan ingin membalas dendam, yang itu Harry masih paham. Mereka menemukan Peterson dan mengurungnya di Ruang Kebutuhan, seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Kemudian mereka menyeret Draco, menyekapnya dan mengancamnya. Rencana mereka sungguh berani, padahal Laskar dan para guru sering sekali patroli saat malam-malam. Kalau mereka pintar, setidaknya mereka mencoba meng-Obliviate Draco.

Tapi yang mereka lakukan malah membakar ruang kelasnya dan meninggalkan Draco sendirian di sana sedangkan mereka kabur. Apa mereka memang sebodoh itu? Padahal justru asapnya pasti akan menarik perhatian dan mereka pasti akan ketahuan, harusnya mereka bisa berpikir kan? Apa mereka ingin masuk Azkaban? Apa mereka ingin menjadi penerus Pelahap Maut? Dasar anak lima belas tahun bodoh.

"Kalau aku jadi mereka dan berencana kabur," kata Harry, "Harusnya aku memakai sapu terbangku. Mereka bahkan belum bisa ber-Apparate."

Hermione menyandarkan kepalanya pada salah satu bahu Harry. "Apa ini saatnya kamu berkata bahwa ada seseorang yang lain di balik semua ini?"

"Tidak," kata Harry. Dia memang sempat berpikir begitu, tapi tetap saja tidak masuk akal. Dan Harry tidak mau dianggap gila.

Ron mendengus. "Sayang sekali. Karena kali ini mungkin aku akan percaya padamu."

Harry menatap Ron lama. "Serius?"

"Semua ini sudah mulai di luar kendali," kata Hermione. "Mungkin ada baiknya sekolahnya ditutup dulu." ucapnya dengan nada begitu sedih, entah karena memikirkan sekolah yang akan ditutup ataukah karena terlalu lelah. "Pundakmu ini tulang semua ya, Harry," tambahnya, sedikit mengganti posisi agar menemukan tempat di bahu Harry yang lebih empuk untuk bersandar.

"Semua pundak kan bertulang," kata Harry, lalu melanjutkan, "Kalian duluan saja. Istirahatlah."

"Percuma juga," kata Ron. "Toh semua pelajaran ditiadakan besok. Lagian, di sini lebih nyaman." belakang kepala Ron bersandar pada dinding. "Lebih baik dari pundak Harry, kurasa."

Harry sungguh ingin memeluk sambil memarahi mereka. "Baiklah, aku ikut deh. Lagian kita semua memang butuh tidur."

"Benar. Kita akan kembali ke Asrama," kata Hermione. "Dengar itu, Ron? Harry akan kembali. Dia tidak akan terus di sini untuk berjaga."

"Benar sekali," ujar Harry.

"Mmm-hmm," gumam Ron, tidak terkesan. "Tentu saja dia akan ikut kita ke Asrama, lalu mengambil Jubah Gaib-nya dan kembali ke sini saat aku sudah tidur."

✓ At Your Service (INA Trans)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang