Mereka hampir saja tidak selamat. Harry yakin mereka bisa saja mati kehabisan napas atau mati terinjak-injak gerombolan orang. Saat Harry berhasil mengisi paru-parunya penuh dengan udara, Harry akhirnya bisa bernapas lega.
"Blimey!" Ron mengumpat. "Ini ide bagusnya siapa sih?" tanyanya sarkas.
Hermione menggerutu dan menyimpan paket-paketnya ke dalam tas miliknya. "Idenya memang bagus kok," serunya. "Tapi ternyata semua orang punya ide bagus yang sama."
"Makanya, kalau mau belanja Natal tuh sebelum Malam Natal," kata Ron dengan bijak. "Toko-toko pasti ramai sekarang. Mau ke Diagon Alley kek, Hogsmeade kek, semuanya sama saja."
"Aku bertaruh, Diagon Alley pasti sepi," kata Hermione muram. "Soalnya separuh orang di Dunia Sihir pasti ada di Honeydukes sekarang."
"Yang penting kita berhasil beli yang kita butuhkan, setidaknya sih," ujar Harry, walaupun dia bingung juga dengan apa yang dia beli. Dia tidak tahu harus membelikan Draco apa untuk hadiah natal, jadinya Harry malah membelikan coklat untuknya. Coklat berbentuk tongkat sihir. Awalnya Harry merasa itu lucu. Dia membayangkan dirinya memberikan itu pada Draco sambil berkata, 'Dulu aku sempat minta tongkatmu, tongkat sihirmu dan tongkatmu yang lain, jadi nih aku kembalikan,'" Tapi sekarang, kalau dipikir lagi, hadiahnya kurang berkesan. Harry ingin beli yang lain, tapi dia tidak ada ide.
"Kamu mau kemana?" Ron bertanya, saat Hermione melangkah meninggalkan Ron dan Harry di belakang. "Kita harusnya pulang, kan?"
"Sebentar, aku mau mengecek sesuatu. Ayo ikut!" serunya.
Ron mengerang. "Berbelanja tuh benar-benar melelahkan."
Harry mengangguk dengan suram. Mereka lalu mengikuti Hermione, dengan kaki yang melangkah di atas salju. Hogsmeade begitu indah, cerah dengan hiasan ornamen penuh warna dan peri-peri yang berpendar dan berkerlap-kerlip terbang di atas mereka.
"Hermione," Ron menghembuskan napas keras tiba-tiba.
Mereka sudah keluar dari Hogsmeade dan Hermione berdiri di atas sebuah bukit sambil menatap lurus. "Bangunannya tidak akan tiba-tiba muncul lagi, Hermione," kata Harry begitu berhasil menyusul untuk berdiri di sampingnya.
"Aku tahu." Kata Hermione sedih.
Harry menatap di kejauhan, ke arah area di mana kastil yang megah dan indah pernah berdiri. Kini, tidak ada apa-apa di sana. Kementerian Sihir mengarahkan para ahli di seluruh negeri, mereka mencoba mengerahkan banyak orang untuk membuat kastilnya muncul. Namun kastilnya tidak pernah muncul lagi.
Ron memeluk pundak Hermione erat. "Semuanya ingat seperti apa bentuk kastilnya. Mereka akan membangunnya seperti semula."
Hermione mengangguk pelan. Semuanya tahu, pasti kastil yang akan dibangun tak lagi sama. Harry bisa mengerti kesedihan Hermione, namun Harry memiliki sebuah harapan. Kastil yang baru akan menjadi awal yang baru juga. Dan Harry menyukai awal yang baru.
"Tahu tidak, aku sempat heran..." kata Hermione. "Sihirnya tidak pernah mengabulkan keinginanku."
"Well, tidak semua permohonan bisa dikabulkan," jawab Harry. "Dan kamu juga tidak begitu sering ke Ruangan itu."
"Memangnya apa yang kamu inginkan?" tanya Ron.
Hermione mengedikkan bahu. "Ilmu pengetahuan, mungkin. Untuk semua orang. Agar Dunia Sihir bisa menjadi lebih baik." katanya, sambil menghela napas.
Pasti suatu saat akan terwujud, pikir Harry. Mungkin suatu saat nanti, keinginan Hermione akan dapat terwujud.
"Kalau kamu?" tanya Hermione pada Ron.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓ At Your Service (INA Trans)
FanfictionSetelah Perang Dunia Sihir Usai, Harry kembali ke Hogwarts di tahun ke delapannya. Namun kejadian demi kejadian aneh silih berganti terjadi. Hogwarts berada dalam bahaya sekali lagi; bahaya yang begitu misterius. Harry bermaksud untuk menyelamatkan...