Day 9(B)

254 96 5
                                    


"Kamu itu sangat berharga bagi Tuan Hwang. Bahkan beliau pernah bilang, seluruh hartanya tak lebih berharga daripada kamu."

Deiji hanya diam sambil menunggu perkataan Yeonjun lebih lanjut.

"Kamu tau, kenapa kamu di beri nama Hwang Deiji?"

"Nggak, emang itu ada alasannya ya?"

Yeonjun mengangguk, "Hwang adalah nama keluarga mu yang berarti emas. Tapi bukan hanya karena itu Tuan Hwang memberimu nama itu, beliau menganggap kalau kamu adalah emas yang paling berharga di hidupnya. Beliau juga berharap di masa depan kamu selalu berkilau seperti emas,"

"Dan untuk nama Deiji, Deiji itu adalah bahasa Korea dari bunga Daisy. Itu adalah bunga favorit mendiang Ibu mu. Tuan Hwang harap, kamu akan menjadi manusia yang berhati tulus dan murni seperti arti dari bunga tersebut. Beliau juga berharap kamu menjadi wanita yang cantik, penuh kasih sayang, dan kuat seperti mendiang ibu mu."

Tak terasa air mata Deiji mulai menetes. Tak pernah ia sadari bahwa Tuan Hwang begitu menyayangi dan memperhatikannya walau dengan hal sekecil itu.

"Sebenernya Lo siapa sih?"

"Ha?"

"Hubungan Lo sama papa itu apa? Kenapa tiba-tiba Lo dateng sebagai orang kepercayaan papa buat jagain gue, kenapa Lo banyak tau tentang gue, kenapa Lo tau tentang sesuatu yang gue nggak tau bahkan itu tentang nama gue sendiri."

Yeonjun cukup terkejut dengan pertanyaan Deiji tentang jati dirinya. Ia memilih diam sambil memikirkan jawaban yang tepat.

"Aku adalah anak dari orang kepercayaan Tuan Hwang dulu. Aku tidak tahu apakah ini benar, tetapi aku rasa aku harus memberitahumu semuanya agar tidak terjadi kesalahpahaman."

Deiji hanya terdiam bersiap mendengar penjelasan Yeonjun.

"Singkat saja, mendiang ayahku pernah menyelamatkan Tuan Hwang. Saat itu Tuan Hwang hampir saja tertembak jika tidak di hadang oleh ayahku. Hingga ayahku meninggal seketika karena tembakan itu."

Deiji terkejut sekaligus prihatin dengan apa yang di alami ayah Yeonjun. Ia tau, pasti Yeonjun sangat kehilangan sosok ayahnya.

"Kok bisa sampai ketembak? Emang ada masalah apa?" tanya Deiji.

"Tuan Hwang.. adalah pemimpin mafia,"

Deg.

Tubuh Deiji melemas. Ia tak salah dengar, kan? Ayahnya seorang mafia? Bahkan.. pemimpin?

"Saat itu musuhnya berusaha menghabisi Tuan Hwang, tetapi ayahku yang terkena tembakannya. Ibuku sangat terpukul dengan kematian ayah, hingga tiga bulan kemudian ibu memutuskan untuk bunuh diri," Yeonjun mulai meneteskan air matanya karena itu telah membuka luka lama yang berusaha ia lupakan.

"Aku yang pada saat itu masih berusia 9 tahun, di rawat oleh Tuan Hwang dan di besarkan hingga sekarang karena Tuan Hwang ingin membalas Budi kepada ayahku. Dan karena itu juga, aku sangat berterimakasih karena masih ada yang mau merawatku. Aku sangat menghormati Tuan Hwang."

"Terus, sekarang Papa dimana?"

"Tuan Hwang masih berada di Italia untuk menjalankan misi, misi pembalasan."

"Pembalasan?"

"Tuan Hwang bersikeras untuk membalas kematian ayahku, dan mendiang istrinya."

"Mama? Apa hubungannya sama mama?"

"Sebenarnya ibumu meninggal bukan karena sakit, tapi karena di bunuh oleh mafia musuh Tuan Hwang."

Seketika tangisan Deiji pecah. Ia tak bisa menahannya jika itu menyangkut ibunya. Yeonjun dengan sigap memeluk gadis itu untuk memberinya ketenangan.

"Tuan Hwang tidak memperbolehkanku terjun langsung untuk membalas mafia kejam itu. Beliau memerintahkan aku untuk menjagamu saja karena Tuan Hwang mempercayaiku. Tapi nyatanya aku gagal dalam mengerjakan tanggung jawab itu."

Dengan cepat Deiji membalas pelukan lelaki itu, "Nggak Jun, Lo nggak gagal. Lo udah berhasil jadi Hero gue. Lo udah jadi penyelamat gue, Lo selalu ada di saat gue butuh, dan Lo juga yang udah ngerubah gue jadi lebih baik."

Setelah cukup tenang, mereka melepas pelukan masing-masing.

"Oh ya, Lo belum jawab pertanyaan gue pas tadi masih di rumah sakit. Seharian ini Lo kemana?"

"Suruhan mafia kejam itu udah sampai disini. Bahkan dia udah mencoba mencelakai kita pas perjalanan pulang waktu itu. Dia juga dalang dari kejadian yang kamu alami kemarin. Jadi hari ini aku menangkapnya."

"Lo nggak kenapa-napa, kan? Ada yang luka?" tanya Deiji langsung mengecek beberapa bagian tubuh Yeonjun.

"Aku nggak kenapa-napa, Deiji."

"Beneran?"

"Iyaa,"

"Terus mereka Lo apain? Lo.. b-bunuh, ya?"

Seketika muncul ide jahil dari otak Yeonjun. Lelaki itu menatap tajam Deiji sambil menyeringai. Hal itu tampak menyeramkan bagi Deiji.

Bayangan tentang mafia psikopat yang ada di novel-novel langsung memenuhi pikiran Deiji.

"Yeonjun Lo mau ngapain? Lo nggak akan bunuh gue, kan? Jun, berhenti Jun. Jangan deket-deket!" pinta Deiji mulai panik sambil berusaha menjauhkan dirinya dari Yeonjun.

"Jun, please gue minta maaf sama Lo. Gue tau gue banyak salah, tapi jangan bunuh gue. Gue masih pengen hidup. Huhuuu Papaa tolongin Deiji.."

"Bwhahahahahh muka mu lucu banget." kata Yeonjun sambil tertawa mengakhiri aktingnya.

"Hah? Lo nge-prank gue?"

"Hahaha iya,"

"Ih ngeselin banget sih!!"

"Maaf ya, hehehe. Suasananya tadi tegang banget sih, jadi aku becanda dikit biar kamu senyum lagi. Kamu kalau lagi senyum cantik lohh."

"Senyum apanya?? Yang ada malah bikin orang kesel tau."

Bohong.
Sebenarnya saat ini ribuan kupu-kupu rasanya sedang menerjang tubuh Deiji. Perkataan lelaki itu membuat Deiji ingin memekik keras, namun untungnya berhasil ia tahan.

"Sudah ya, kita pulang sekarang. Besok masih ada misi yang harus kamu selesaikan."

"Misi? Misi apa sih, Jun?"

"Lihat saja besok."





~•~

Detik-detik menuju ending.

Jangan lupa untuk follow, vote, komen,  dan share ke media sosial yang kalian punya biar lebih banyak yang tahu cerita ini..

Sampai jumpa di part selanjutnya..

Thank u^^

Please, Don't Go [Choi Yeonjun]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang