Ahmad Bian, laki laki yang lucu. Ia gemar membuat orang di sekitarnya tertawa. Bian itu seperti vampir, kulitnya sangat putih, dan bibirnya sangat pink, membuat para wanita iri akan wajahnya.
***
Pemilihan perangkat kelas berlangsung. Dira tidak mendapatkan jabatan, karna sedari awal Dira tidak mencalonkan diri. Dira memang tak ingin mendapatkan jabatan karna menurutnya tanggung jawabnya akan bertambah dan ia tak ingin itu terjadi.
Tanggung jawabnya sebagai siswa saja belum tentu terpenuhi, apalagi perangkat kelas.
Ana menjadi bendahara kelas. Dira sedikit bahagia, karna dengan adanya Ana ia tidak perlu berjalan ke bangku bendahara untuk membayar iuran mingguan.
Setelah pemilihan selesai, wali kelas X MIPA 4 menyuruh para siswanya untuk mencuci gorden kelas, karna gorden kelas sudah kotor sehingga tidak menampakkan warna putihnya lagi, melainkan sedikit abu.
"Assalammu'alaikum teman teman semuaa" ucap Gito, sang ketua kelas saat pak Erno keluar.
"Wa'alaikumsalam warahmatullaahi wabarakaatuh" kompak sekelas.
"Jadi kita kan disuruh nyuci gorden jendela sama pak Erno. Lebih baik kita cuci sekarang. Maunya di cuci sendiri atau dianter ke laundry? Kalo di laundry kita harus iuran. Atau Ada saran lain ga dari temen temen semua?"
Tidak terdengar saut jawaban dari siswa X MIPA 4 tersebut.
Ditanya berkali kali pun, masih nihil.
Lama menunggu, akhirnya Ana buka suara.
"Yaudah deh mending anter ke laundry aja. Pakai uang bendahara aja dulu. Gimana?"
Semua siswa masih diam. Seperti habis kesabaran, Gito terus terang saja mengatakan "OKE. GITU AJA" dengan nada rendah namun tampak menyimpan amarah.
"Anak MIPA emang sulit bersosialisasi ya?" lirih Dana Al-Fian, teman sebangku Bian.
Dira mendongakkan kepalanya ke belakang setelah mendengar suara Dana.
"Gatau. Baru SMA gua" jawab Bian.
Bian membalas tatapan Dira. "Apa lo" tanyanya sinis. Dira segera menghadap depan kembali. Ia malas sekali jika harus beradu mulut dengan Bian.
Bel pulang sekolah berbunyi. Ana bergegas membuka suara sebelum semuanya pulang dan meninggalkan tanggungjawab mereka akan kelas mereka.
"Jadi siapa yang bawa gorden ke laundry?" sorak Ana di depan kelas.
Masih dengan yang sama, seluruh siswa diam.
Dira heran, kelasnya ini betulan kelas, atau kuburan yang menyamar jadi kelas. Apapun pertanyaannya, selalu dijawab dengan suara nyamuk, yang artinya saking diamnya, bahkan suara nyamuk pun terdengar.
"Bian aja. Bian kan bawa mobil ke sekolah" ucap Gito pada akhirnya.
"Engga deh, Git. Gua capek" keluh Bian.
"Bi, plis deh. Tolongin kelas kita napa?" bentak Ana.
"Kan ada yang lain. Yang lain kan bawa motor. Kok harus gua?" ucap Bian lagi.
"Lo mau mereka bawa gorden yang berat gini pake motor? Kalo mereka kenapa kenapa gimana? Kalo jatoh gimana?" ucap Ana
"Yaudah deh ah. Biar gua bawa. Mana uangnya?" akhirnya Bian menyerah.
"Nahh.. Gitu dongg.. Makasii yaa Bian ganteng. Ntar gua tunjukin PR. Nih, duitnya" ucap Ana sambil memberikan 5 helai uang 10 ribu.
KAMU SEDANG MEMBACA
am i late ?
Teen FictionTentang seorang perempuan biasa, yang jauh dari kata sempurna, yang sedari kecil hidupnya penuh luka. Setelah remaja ia berharap mampu istiqomah dalam hijrah muda dan berharap berhasil menikah dengan laki laki yang tak mungkin rasanya bagi mereka be...