18.

2 0 0
                                    

   Di sekolah, Dira meletakkan tasnya diatas meja, bukan mejanya, tapi meja Ana. Entah mengapa, tiba tiba hari ini Ana datang lebih dahulu dari Dira. Dira tak ingin tau itu dulu, lebih baik ia menuntaskan rasa penasarannya tadi malam, pikirnya.

   "apa?" tanya Ana segera setelah melihat Dira yang terdiam di sebelah kiri mejanya.

Dira seperti itu karna bingung harus mulai dari mana dan harus menanyakan apa. Karna di benaknya sekarang ada 2 pertanyaan, pertama tentang Bian dan kedua tentang Ana yang datang cepat pagi ini. Oke, Bian dulu. Pikirnya.

"Semalem gua liat highlight Irma. Dan lo tau? Bian bawa Irma pake mobil. Lo tau sendiri Bian gasuka kemewahan" Dira buka pembicaraan.

"Gua juga liat di story Irma. Kita mutualan, udah dari SMP. Jangan lo kira gua follow Irma karna dia pacarnya Bian, dih, amit amit" ucap Ana dengan wajah gelinya.

"Gua udah nanya ke Bian, Bian bilang Irma mau pacaran diam diam. Jadi pake mobil biar gaada yang liat" Dana yang sedari tadi mengerjakan tugas, ikut nimbrung.

"Lo percaya, Dan? Bukannya gua nethink, tapi dulu waktu Irma pacaran sama Adi, semua anak di SMP gua pada tau. Dan parahnya, baru sehari mereka pacaran, satu angkatan tau. Irma emang orangnya ember, bukan bukan, ember bocor" ucap Ana.

Hendak berbicara, mulut Dira diam tertutup karena orang yang sedang dibincangkan tiba tiba menampakkan kepala botak-nya di jendela. 

"Si gundul dateng" spontan Dira

Baru saja ingin meletakkan tasnya di meja, Bian harus dihadangkan oleh dua perempuan temannya yang perhatian itu. Sangat perhatian. Saking perhatiannya Bian jadi tidak ingin melihat dua cewek itu, karena selalu saja Bian yang salah di mata mereka.

"Apa? Apa? Apa? Apa lagi? Apa lagi yang salah sama gua?" tanya Bian saat dua perempuan itu melayangkan tatapan panjang padanya.

"Kemaren itu lo kemana sama Irma?" Ana bertanya lebih dahulu.

"Kok tumben lo bawa mobil?" sambung Dira.

"Lo dipaksa Irma?" tanya Ana lagi.

"Kenapa lo ga bilang sama kita?" lagi, Dira menyambung pertanyaan.

"Ken-"

"DIIIAAAMMMM" baru saja ingin bertanya, Ana didiamkan oleh teriakan Bian.

"Kalo kalian nanya kaya gini, gua gabisa jawab. Satu satu, dong" keluh Bian.

"Oke. Gua diporotin Irma. Gua-nya biasa aja, tuh. Kan gua orang kaya alias holkay" tukas Bian dengan tawa raksasa-nya.

Dira menghembuskan nafas pelan. Ini monyet gaada serius serius-nya. Lirih Dira dalam hatinya.

"Oke ini serius. Gua sama Irma emang sengaja mau nutupin hubungan. Kita gamau banyak orang yang tau karena bakal ribet nantinya" serius Bian setelah dua perempuan ganas itu menatap tajam seakan ingin memakannya.

"Atas kesepakatan siapa?" tukas Ana.

"Maksud lo?" tanya Bian tidak memahami pertanyaan Ana.

"Lo mau nyembunyiin hubungan lo atas kesepakatan siapa? Siapa yang mau?" jelas Ana.

"Ya kita berdua lah" jawab Bian.

"Siapa yang mau duluan, Bian?" tanya Dira dengan lembut. 

Menggunakan nada keras tidak mampu Bian pahami, strategi Dira menggunakan bahasa lembut agar Bian tidak bertele tele. Tapi jika Bian masih tidak paham, bahasa binatang adalah solusi terakhirnya.

Bian terdiam sejenak, ia memikirkan flashback saat Irma memintanya merahasiakan hubungan mereka. 


am i late ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang