enam

11 0 0
                                    

Di sinilah mereka berada. Halaman belakang sekolah. Usai polemik babak belur tadi, Galih langsung membawa Jenar kemari.

“Lelaki tadi namanya Aska. Tidak perlu takut padanya, kerjanya di sekolah hanya membuat onar.” Galih meraih tangan Jenar yang masih bergetar. Baru beberapa jam kenal, ia sudah bisa menangkap seperti apa karakter Jenar. "Aku tidak akan membiarkanmu sendiri lagi." Otaknya berkelana ke insiden tadi di mana semua anak menertawakan Jenar di kelas. Perkenalan yang buruk. "Aku yang akan mengajarimu baca tulis."

Tangannya meraih sebilah kayu dan batu lalu mulai menuliskan alfabet di permukaan tanah. Jenar hanya menatap apa yang pria itu lakukan; membaca lalu sesekali menghapus jika Jenar belum paham. Pelan tapi pasti, Galih meraih tangan Jenar untuk mengajarinya cara menulis; sementara menggunakan bilah kayu. Gerakan Galih yang lembut dan telaten membuat Jenar senang dengan metode pembelajarannya.

Galih menulis seuntai kata di permukaan tanah. "Coba baca ini."

Jenar menunduk menggeleng. Bayangan di kelas tadi pagi kembali memenuhi ruang otaknya.

"Jika kau masih takut dalam hal belajar berarti jiwamu belum dewasa."

━━━━━━kidung sang poejangga━━━━━━


Berangkat dan pulang sekolah bersama Galih adalah rutinitasnya setiap hari. Mulai jam istirahat hingga berakhir, Galih selalu mengajaknya ke belakang sekolah untuk mengajarinya secara privat agar lebih fokus. Selama di sekolah Galih juga tak pernah meninggalkannya barang sedetik, sepertinya insiden perundangan membuatnya bersikap protektif. Sebagaimana saat ini, ia sedang berjalan pulang sekolah bersama Galih. Namun, di halaman rumah terlihat dua wanita paruh baya terlibat cekcok.

Jenar berlari menghampiri Ambar. "Apa ada masalah, Bu?"

"Tidak apa-apa, masuk ke dalam dan ganti pakaianmu."

"Ibumu terlambat mengantar makanan! Akan kupotong gaji!"

Jenar tersentak mendengar nada tinggi dari wanita asing itu.

“Aku berjanji tidak akan mengulanginya," lirih ibunya.

Terlihat raut muak dari wajah wanita itu lalu pergi dengan mobil dan sopirnya. Selanjutnya, Jenar dan ibunya masuk dan berdebat.

"Ibu, percayalah aku bisa mengantar makanan tanpa mengganggu waktu belajarku. Kumohon, biarkan aku membantumu."

Dialog terakhir itu berhasil membuat Ambar pasrah memberi izin kepada putrinya.

━━━━━━kidung sang poejangga━━━━━━

ps: gambar hanya sebagai pelengkap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ps: gambar hanya sebagai pelengkap.

kidung sang poejanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang