EDITED
In Hye duduk di tengah ruangan yang dipenuhi oleh kain-kain beraneka warna. Ibunya, beberapa ibu-ibu tetangga, serta para pelayan wanita berkumpul di ruangan itu, memilih kain-kain yang berserakan itu, untuk dibuatkan menjadi pakaian baru si calon pengantin. Tidak hanya pakaian, tak lama kemudian pintu terbuka dan seorang pelayan membawakan kotak-kotak perhiasan. Pakaian dan perhiasan itu akan dipakai sehari-hari oleh In Hye sebelum dia masuk ke istana. Setelah di istana, dia tidak akan memakainya lagi, karena di istana sudah disiapkan pakaian khusus putri mahkota.
"Wah, warna kuning muda ini pas sekali untuk kulit anda, Mama," kata salah satu tetangga sambil meletakkan kain kuning muda di dada In Hye.
"Untuk roknya, bisa memakai warna merah tua," kata yang lain.
"Kemudian dipadankan dengan daenggi merah ini, cantik sekali!" sahut yang lain.
Para wanita itu tertawa dan melanjutkan obrolan sambil melihat-lihat kain. Ruangan itu ramai sekali, namun In Hye malah merasa kesepian. In Hye tiba-tiba bangkit berdiri.
"Mau ke mana, Mama?" tanya ibu In Hye.
"Aku ingin mencari udara segar."
"Baiklah, tapi hanya sebatas halaman depan, ya. Anda tidak boleh pergi terlalu jauh," kata Ibu.
Sambil menggigit bibir menahan gejolak air mata yang hendak melesak keluar dari kelopaknya, In Hye keluar dari ruangan itu. Ia pergi ke belakang rumah, kemudian melepaskan tangisannya di sana.
Sejak terpilih menjadi putri mahkota, perlakuan orang-orang di sekitarnya menjadi sangat berbeda, bahkan orangtuanya sendiri pun memanggilnya 'Mama' dan berbicara dengan formal kepadanya. Setiap hari ia dididik dengan tata krama ala kerajaan yang sangat melelahkan. Ia juga tidak boleh lagi bermain di luar rumah, bahkan tidak pernah bertemu dengan Dong Gun lagi. In Hye tidak tahu, bahwa sebenarnya Dong Gun ingin menemuinya, tetapi dilarang oleh ayahnya.
"Agasshi sudah tidak lagi sama seperti yang dulu. Beliau bukan lagi teman mainmu. Bahkan sejak awal, seharusnya kalian tidak boleh berteman. Status kalian berbeda jauh, dan semakin jauh sekarang," kata Ayah Dong Gun, ketika Dong Gun bersikeras ingin menemui In Hye.
Jadi, Dong Gun hanya bisa mengawasi In Hye dari kejauhan, seperti saat ini. Dia melihat sahabat tersayangnya menangis terisak-isak di belakang rumah. Ingin rasanya dia berlari dan memeluk gadis itu, menghapus mendung dan hujan dari wajah manisnya.
***
Tengah malam, In Hye menyelinap keluar dari kamarnya, mengendap-endap menuju kandang kuda. Langkahnya terhenti di hadapan seseorang yang membelakanginya.
"Dong Gun," bisik In Hye.
Dong Gun menoleh dan tersenyum, "Ayo, aku ajari naik kuda."
Dong Gun membantu In Hye naik ke atas punggung kuda, kemudian Dong Gun duduk di belakangnya.
"Duduk yang tegak. Pegang talinya dengan erat. Sentak tubuh kuda dengan kakimu, jangan terlalu kencang. Semakin kencang kau menyentaknya, semakin cepat dia berlari."
"Oh... oh... kudanya bergerak!" seru In Hye setelah menyentak tubuh kudanya.
"Jangan panik begitu, tetap pada posisimu! Kalau kau ketakutan, kudanya juga ikutan panik dan akan menjatuhkanmu. Nah, sekarang belok kanan, tarik tali yang di tangan kananmu. Dan sebaliknya jika mau belok kiri, maka tarik tali yang di tangan kirimu."
In Hye mengikuti perkataan Dong Gun dan dia pun mulai tenang serta menikmati pelajaran naik kudanya. Tak lama kemudian, Dong Gun turun dan membiarkan In Hye belajar sendiri. Gadis itu cepat belajar. Dia sudah bisa mengendalikan kudanya yang mulai berlari-lari kecil.
![](https://img.wattpad.com/cover/31201157-288-k254815.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess ✔
Historical FictionTrigger Warning!! Mengandung unsur kekerasan (meskipun aku berusaha membuatnya tidak terlalu eksplisit) . . . Dipilih menjadi Putri Mahkota, pendamping dari Putra Mahkota Raja? Siapa yang tidak mau? Itu adalah impian para gadis! Akan tetapi ketika...