Berbagai panganan ringan telah terhidang di atas sebuah meja di gazebo kediaman Ratu Cheong Hwa. Ratu sudah duduk sambil menunggu kedatangan anak dan menantunya. Jeong Do dan In Hye datang bersamaan, meski dari arah yang berbeda. In Hye berhenti sejenak untuk menunduk hormat kepada suaminya, lalu berjalan bersama menghampiri Ratu.
"Silahkan dicicipi, ini adalah teh racikan terbaru dari dapur istana," kata Ratu setelah Kepala Dayang Park menuangkan teh.
"Bagaimana?" tanya Ratu setelah Jeong Do dan In Hye menyesap teh mereka.
"Agak pahit, tetapi enak," kata Jeong Do.
"Sebenarnya bahan-bahan di dalam teh ini adalah bahan obat-obatan untuk meningkatkan kesuburan. Aku menyuruh dayang meraciknya menjadi teh agar jadi lebih nikmat untuk diminum. Bin-goong, kudengar kau sudah mendapatkan menstruasi pertamamu."
"Iya, Jungjeon-mama, baru kemarin hamba mendapatkannya."
"Kau harus banyak meminumnya. Aku sudah meminta peramal istana untuk segera mencarikan hari baik agar kalian bisa segera melangsungkan malam penyempurnaan."
"Ma... malam pernyempurnaan?" tanya In Hye tak mengerti.
"Kalian akan melakukan hubungan suami istri dan menghasilkan pewaris."
In Hye ternganga, sementara Jeong Do tampak senyum-senyum sendiri.
"Mengapa kau begitu kaget, Bin-goong?" Ratu terkekeh, tiba-tiba ratu batuk-batuk sambil memegang dadanya dan menutupi mulutnya dengan saputangan.
"Jungjeon-mama!" semua orang berseru panik.
"Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa, hanya tersedak. Seja, Bin-goong, kalian harus menjaga kesehatan hingga saatnya tiba. Tabib dan dayang akan sering datang ke kediaman kalian."
Ia melirik Jeong Do yang tersenyum lembut kepadanya. Seketika itu wajah In Hye memanas, ia memalingkan wajahnya.
***
Malam telah larut, Dong Gun berjalan mengelilingi kediaman putra mahkota, melakukan tugas jaga malam. Langkahnya terhenti di depan kamar In Hye. Hatinya lega setelah melihat sahabatnya tampak baik-baik saja. Tinggal di istana tampaknya bukan hal yang buruk.
Saat Dong Gun hendak berbalik, dia mendengar suara jendela terbuka. In Hye membuka jendela kamarnya sambil memandang bulan. Gadis itu masih belum menyadari keberadaan Dong Gun yang berdiri tak jauh darinya.
Karena perkataan Ratu Cheong Hwa tadi, In Hye jadi tidak bisa tidur. Yah, ia memang gadis yang sudah menikah, sudah sepantasnya dia melayani suami di tempat tidur. Hanya saja hatinya belum sepenuhnya siap untuk melepaskan keperawanannya, meski itu kepada suami sahnya sendiri.
Selama ini Jeong Do memperlakukannya dengan sangat baik. Sudah banyak hadiah yang menumpuk di lemari, pemberian dari Jeong Do. Bahkan terkadang pria itu mengajak In Hye menyelinap keluar istana untuk melihat keramaian kota, agar In Hye tidak bosan. Meski begitu, In Hye masih belum bisa membuka hatinya untuk suaminya itu. Dia ragu, takut, dan juga malu.
"Ah..." In Hye menundukkan kepalanya, tetapi karena terlalu kuat, dahinya sampai terhantuk pinggiran jendela.
"Aw..." In Hye meringis sambil menggosok-gosok dahinya.
"Pppfff..." terdengar suara seperti orang yang sedang menahan tawa.
In Hye terperanjat, "Siapa di sana?"
Dong Gun melangkah keluar dari persembunyiannya, tetapi karena gelap dan tertutup topi, wajah Dong Gun tidak kelihatan.
"Siapa kau? Kau mengintip ya? Berani-beraninya kau mengintip putri mahkota!" bentak In Hye.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess ✔
Historical FictionTrigger Warning!! Mengandung unsur kekerasan (meskipun aku berusaha membuatnya tidak terlalu eksplisit) . . . Dipilih menjadi Putri Mahkota, pendamping dari Putra Mahkota Raja? Siapa yang tidak mau? Itu adalah impian para gadis! Akan tetapi ketika...