Part 11

2K 142 4
                                    

Seperti harapan Raja, sikap kasar Jeong Do mulai hilang. Mentalnya juga mulai membaik. Apalagi setelah kelahiran dua orang putri dari Selir Yoon Yangje dan Selir Choi Sohun (Dayang Choi), Myung Eun dan Eun Bi. Jeong Do belajar untuk menjadi ayah yang baik dan bijaksana, setidaknya berusaha untuk tidak menjadi ayah yang kejam seperti ayahnya. Raja pun mulai mendelegasikan beberapa tugas politik kerajaan kepadanya. Meski begitu sebenarnya Jeong Do masih takut kepada ayahnya yang galak.

Hari ini Jeong Do bermain bersama Myung Eun di taman. Myung Eun baru berusia satu tahun dan baru belajar berjalan. Mi Ran yang memegang kedua lengan putrinya, perlahan melepaskannya. Myung Eun berjalan tertatih-tatih menuju pelukan ayahnya. Tiba-tiba bocah cilik itu terjatuh dan menangis. Jeong Do segera menggendongnya.

In Hye melihat pemandangan itu dari kejauhan. Ia tersenyum lega melihat Jeong Do sudah bisa tertawa lepas seperti dulu. Ketakutan yang sempat menghantui sudah menghilang. Kini kediaman Putra Mahkota kembali tenang dan damai. Hanya saja dirinya sudah tidak pernah lagi dikunjungi oleh Jeong Do. Seolah-olah dirinya telah terlupakan. Ia bahkan tidak tidur di kamarnya yang lama. Kamar itu kini dihuni oleh Mi Ran dan Myung Eun, dengan alasan sang putri lebih baik tidur di kamar yang lebih luas. In Hye kini menghuni kamar kecil di sudut kediaman Putra Mahkota.

Tetapi bagi In Hye tidak masalah, setidaknya dia tidak mengalami penyiksaan lagi. Memori penyiksaan itu masih membekas di ingatan In Hye. Dia masih sering merasa takut bila bertemu dengan Jeong Do.

Meski begitu, tidak dapat dipungkiri, terkadang In Hye merindukan keberadaan Jeong Do di sisinya. Ia merindukan tiga tahun pertama pernikahan mereka yang indah dan penuh keceriaan. Ia menyesal karena dulu sering mengabaikan perhatian yang diberikan oleh pria itu. In Hye sering menulis surat dan puisi untuk Jeong Do, namun semuanya hanya berakhir di laci kamarnya.

***

Ketika Jeong Do menggendong putrinya yang terjatuh, pria itu melihat istri pertamanya yang berdiri memandangnya dari jauh. Ia melihat In Hye berbalik dan berjalan pergi dengan bahu yang tertunduk. Jeong Do ingin berlari, menahan kepergian wanita itu, tetapi entah kenapa kakinya bagai terpaku di tanah.

"Jeoha, anda berkeringat," kata Mi Ran sambil hendak menyeka dahi Jeong Do dengan handuk kecil, tetapi pria itu segera menepisnya.

Jeong Do menyerahkan putri kecilnya kepada dayang pengasuh, lalu pergi begitu saja meninggalkan Mi Ran yang mencengkeram handuk di tangannya. Jeong Do memang menyayangi putri-putrinya, tetapi tidak mencintai para ibu yang melahirkan mereka. Ia masih menyimpan In Hye di dalam hatinya, dan tidak ada tempat kosong untuk wanita lain. Jeong Do tidak pernah mengunjungi In Hye bukan karena tidak cinta lagi, melainkan takut menyakiti wanita itu lagi. Setelah sadar dari kegilaannya, ia sangat menyesal telah menyakiti wanita yang dicintainya itu. Pria itu sadar bahwa ia memiliki temperamen dan manajemen amarah yang sangat buruk. Dia juga kesulitan mengontrol perasaannya, terkadang senang, terkadang tiba-tiba sedih dan marah (Bipolar Disorder).

Tanpa In Hye ketahui, hampir tiap malam Jeong Do berdiri di depan kamar wanita itu, seperti malam ini. Jeong Do berdiri di sana hingga penerangan di dalam kamar dimatikan. Ketika Jeong Do hendak kembali ke kamarnya, tiba-tiba pintu terbuka.

"Jeoha?"

Jeong Do menoleh perlahan, In Hye sudah berdiri di hadapannya.

"Sedang apa anda di sini?"

"Aku sedang jalan-jalan menghirup udara segar."

"Sudah berapa lama anda berdiri di sini? Mengapa tidak bilang-bilang? Di luar sangat dingin."

"Kupikir kau sudah tidur."

"Belum, Jeoha."

Mereka terdiam sejenak, sibuk dengan pikiran masing-masing. Angin musim dingin menerpa kulit mereka hingga membuat mereka bergidik.

The Crown Princess ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang