Setangkai bunga peoni berwarna merah muda tergenggam di tangan Jeong Do. Ia berjalan dengan riang menuju kediaman In Hye. Tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia menyembunyikan bunga peoni di balik punggungnya, kemudian ia melanjutkan langkahnya sambil bersenandung. In Hye sedang belajar menyulam ketika Jeong Do tiba. Ketika melihat putera mahkota datang, guru In Hye segera membungkuk hormat. In Hye menoleh, mendapati wajah sumringah yang ditujukan kepadanya.
"Masih sibuk, ya? Ya sudah, lanjutkan saja," kata Jeong Do.
"Sudah selesai, Jeoha. Hamba permisi dulu," kata sang guru.
Jeong Do mendekati In Hye yang menundukkan kepalanya, lalu menyodorkan bunga peoni itu, "Untukmu."
In Hye menerima bunga itu sambil tetap menunduk, "Terima kasih."
"Aku mendapatkan bibit bunga ini dari utusan kerajaan Ming. Dan ini adalah kuntum yang pertama kali mekar. Indah, bukan?"
"Mengapa dipetik?"
"Hah?" Jeong Do mengerutkan dahi.
"Mengapa dipetik? Akan lebih indah bila ia mekar di taman. Bila dipetik, tidak sampai satu hari pasti sudah layu."
Jeong Do terdiam. Seketika itu In Hye menutup mulutnya, takut salah bicara.
"Ampuni hamba, Jeoha."
"Tidak... kau benar. Tidak seharusnya aku memetiknya."
"Kim Sanggung, tolong ambilkan sebuah jambangan dan isi dengan air," perintah In Hye kepada pelayan pribadinya.
Kemudian In Hye memasukkan bunga peoni itu ke dalam jambangan.
"Dengan begini, bunga ini dapat bertahan sekitar dua sampai tiga hari. Hamba akan meletakkannya di kamar, di samping tempat tidur hamba."
Jeong Do tersenyum senang.
"Ketika bunga peoniku sudah mekar semua, maukah kau berjalan-jalan di taman bersamaku?"
In Hye mengangguk pelan.
"Beberapa hari lagi aku akan menjemputmu. Sekarang lanjutkanlah pelajaranmu. Bila lelah, istirahatlah dulu. Aku akan menyuruh para guru agar tidak mengajarimu sampai terlalu lelah."
"Iya, Jeoha."
***
Seperti yang sudah dijanjikan, beberapa hari kemudian Jeong Do mengajak In Hye jalan-jalan di tamannya.
"Jeoha, hamba menyulamkan sebuah saputangan untuk anda. Maaf kalau hasilnya kurang memuaskan," kata In Hye sambil menyerahkan sebuah saputangan berwarna putih dengan sulaman naga emas.
"Bisakah kau membalikkan badanmu sebentar?" perintah Jeong Do setelah menerima saputangan itu.
"Apa?" tanya In Hye tak mengerti.
Jeong Do mengisyaratkan dengan tangan, "Berbalik."
Masih tak mengerti, namun In Hye menurut saja. Saat In Hye sudah berbalik, Jeong Do menciumi saputangan itu dengan girang, kemudian dengan hati-hati melipat dan memasukkan ke lengan bajunya.
"Sudah. Berbaliklah lagi."
Mereka pun mulai berjalan perlahan mengelilingi taman.
"Bagaimana, taman ini indah?"
"Iya, indah sekali."
Jeong Do memperhatikan tangan In Hye. Ingin rasanya ia menggenggam tangan itu. Perlahan-lahan jemarinya mendekat dan menyentuh tangan In Hye. Dan ketika Jeong Do berhasil memegang tangan lembut itu, In Hye malah terkejut dan menarik tangannya.
"Maaf," kata Jeong Do sambil menggaruk-garuk kepala.
In Hye diam saja dan terus menunduk.
~~~
Sementara itu, Dong Gun ikut kamp pelatihan calon pengawal kerajaan. Tidak semua orang yang ikut kamp itu bisa diterima menjadi pengawal di istana, hanya yang terbaik. Dong Gun pun berlatih keras, lebih keras daripada teman-temannya. Ketika teman-temannya masih terlena di alam mimpi, Dong Gun berlatih sendiri.
"Mengapa kau berlatih begitu keras, Dong Gun," tanya seniornya.
"Aku ingin menjadi pengawal kerajaan."
Seniornya terbahak, "Tak perlu berlatih terlalu keras, kita semua bisa menjadi pengawal, meskipun tidak di istana."
"Aku ingin masuk ke istana."
"Ada alasan khusus?"
"Aku ingin melindungi seseorang."
"Menjadi pengawal tentu saja melindungi seseorang, apalagi jadi pengawal istana. Apa kau berniat menjadi pengawal pribadi raja?"
Dong Gun diam saja. Aku ingin menjadi pengawal pribadi putri mahkota. Tetapi meskipun tidak bisa menjadi pengawal pribadinya, yang penting aku berada di istana dan mengawasinya dari jauh.
***
Keinginan Dong Gun terkabul. Usai tiga tahun masa pelatihan, Dong Gun ditempatkan di istana menjadi penjaga gerbang kediaman putera mahkota. Meski begitu, Dong Gun tidak pernah bertemu dengan In Hye, karena In Hye sangat jarang keluar dari kediamannya. Beberapa minggu bertugas, barulah Dong Gun bisa melihat wajah sahabat kecilnya itu, ketika In Hye dipanggil oleh Ratu.
Jantung Dong Gun berdebar hebat ketika memandang wajah In Hye yang jadi semakin cantik dan anggun. In Hye bukan lagi bocah sembilan tahun, ia telah berubah menjadi gadis remaja yang hampir mencapai akil balik. Tubuh yang agak gemuk dan pendek itu kini telah berubah, tambah tinggi dan ramping. Tidak ada lagi anak kecil yang suka berlari dan diam-diam naik kuda sampai jatuh. Di hadapannya kini adalah seorang perempuan bangsawan anggun yang melangkah dengan gemulai.
Dong Gun merasakan aliran yang panas membara mengalir di bawah kulitnya. Ia menggenggam erat tombak di tangannya, berusaha untuk tetap berdiri tegak.
Tiba-tiba langkah In Hye terhenti. Perlahan ia menoleh, membalas tatapan seorang penjaga gerbang yang sedari tadi diam-diam curi pandang. Dua pasang mata bersirobok, salah satunya terbelalak. Air mata mulai merebak. Dengan bibir yang bergetar, In Hye menyebutkan sebuah nama...
"Dong Gun..."
___
NB:
harap dibaca ulang dari part 1 karena beberapa telah diedit.
by the way, i am back *dilemparsandal*
sejak hamil dan melahirkan, sulit untuk sering online di wattpad, juga ide cerita menghilang entah ke mana. kesibukan ngurus baby. selain itu wattpad susah untuk dibuka, entah sinyalnya eror atau watpadnya eror, entahlah. setelah ini saya usahakan untuk melanjutkannya, tapi nggak janji untuk selalu update, hohoho...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess ✔
Historical FictionTrigger Warning!! Mengandung unsur kekerasan (meskipun aku berusaha membuatnya tidak terlalu eksplisit) . . . Dipilih menjadi Putri Mahkota, pendamping dari Putra Mahkota Raja? Siapa yang tidak mau? Itu adalah impian para gadis! Akan tetapi ketika...