Ritual malam pertama Putra dan Putri Mahkota akan dilangsungkan malam ini, meski sebenarnya mereka telah melakukan malam pertama beberapa minggu lalu – dengan paksaan lebih tepatnya. Ritual ini bukan hanya untuk melakukan hubungan seksual biasa, tetapi memang harus dilakukan pada hari yang telah dipilih oleh peramal sebagai hari baik untuk bisa melahirkan anak laki-laki yang akan menjadi pewaris tahta.
Sejak pagi para dayang dan kasim sibuk mempersiapkan segalanya. Jeong Do dan In Hye juga dimandikan sampai bersih dan wangi. Tabib datang memeriksa mereka, juga memberikan jamu kesuburan. In Hye duduk di dalam kamarnya menanti kedatangan suaminya. Ia sangat gugup, juga takut, mengingat pengalaman malam pertama yang mengerikan sebelumnya.
Perlahan Jeong Do berjalan mendekati kamar In Hye. Dayang Choi berdiri di depan pintu sambil memeluk seekor ayam jantan. Dayang yang lainnya membukakan pintu kamar bagian luar. Kim Sanggung berdiri di pintu bagian dalam yang terbuka, hanya ada sehelai kain tipis yang menutupinya. Jeong Do masuk dan duduk berhadapan dengan istrinya. Di tengah mereka sudah ada berbagai panganan ringan. Kim Sanggung menuangkan arak ke dalam dua buah batok kelapa yang akan digunakan sebagai cangkir. Setelah suap-suapan, Kim Sanggung menggeser meja dan keluar, tetapi tetap berdiri membelakangi pintu. Dia yang memberikan instruksi apa saja yang harus pasangan itu lakukan, semua step harus teratur sesuai tata cara ritual.
Jeong Do membaringkan tubuh In Hye dengan perlahan. Ia mengecup bibir wanita itu dengan lembut, perlahan-lahan mulai melumatnya. Tangannya menggerayangi setiap sudut tubuh In Hye. Tetapi di tengah nafsu yang sedang membara, tiba-tiba Jeong Do menghentikan aktivitasnya, karena In Hye tidak merespon sentuhannya. Dia menatap wajah istrinya yang telah basah oleh air mata.
"Kenapa? Apa aku menyakitimu? Padahal aku sudah berusaha melakukannya dengan penuh kelembutan. Kau... kau takut padaku?"
In Hye menggeleng pelan.
"Atau... kau jijik padaku?"
In Hye menggeleng lagi.
"Lalu kenapa? Kenapa kau menolakku?" Jeong Do mulai menaikkan volume suaranya.
Jeong Do bangkit dan mengenakan pakaiannya, lalu pergi begitu saja. Para dayang dan kasim menjadi panik dan mengejarnya. Ritual ini gagal total.
***
Tengah malam Jeong Do keluar dari kamarnya. Dia terlalu marah sehingga tidak bisa tidur. Jeong Do berjalan pelan menuju kamar In Hye. Di depan kamar, Dayang Choi duduk terkantuk-kantuk. Tugas dayang dan kasim memang berjaga di depan kamar keluarga raja secara bergantian tiap malam, sehingga jika sewaktu-waktu dipanggil, mereka sudah langsung siap.
Jeong Do berdehem, mengejutkan Dayang Choi yang langsung terbangun dan berdiri. Tetapi karena baru bangun tidur, tubuhnya limbung dan hampir jatuh. Jeong Do refleks memeluknya. Gadis itu segera melepaskan diri dan menunduk meminta maaf. Jeong Do memerintahkannya untuk mengikutinya. Sampai di depan kamar Jeong Do, Dayang Choi berhenti.
"Mengapa berhenti? Ayo masuk."
Kasim yang berjaga di depan kamar terbelalak, begitu pula Dayang Choi. Karena gadis itu tidak bergerak juga, Jeong Do menarik tangannya. Dayang Choi menatap untuk meminta pertolongan kepada kasim yang hanya diam saja, tidak bisa berbuat apa-apa.
***
Raja hendak pergi ke makam kerajaan untuk mengunjungi makam Ratu Cheong Hwa dan Selir Min. Biasanya Raja pergi sendiri, tetapi kali ini Raja berpikir untuk mengajak Jeong Do. Maka pergilah mereka semua ke makam kerajaan. Ketika baru sampai di depan gerbang, tiba-tiba awan gelap menutupi langit yang tadinya cerah. Hujan deras mulai turun disertai petir dan angin kencang.
Raja menatap marah kepada Jeong Do, "Ini pasti gara-gara kau! Biasanya aku pergi sendiri dan tidak terjadi apapun. Kupikir aku bisa mengajakmu, karena aku kasihan kepadamu. Tetapi ternyata... Kau memang anak sial! Seharusnya kau tidak pernah dilahirkan."
Raja memerintahkan mereka semua untuk pulang kembali ke istana. Sesampainya di istana, Raja menghukum Jeong Do berdiri di tengah lapangan hingga hujan berhenti. In Hye yang mendengar hal itu berlutut hujan-hujanan memohon pengampunan Raja.
Setelah hukuman itu, Jeong Do sakit berhari-hari. In Hye juga sakit flu, tetapi hanya beberapa hari sudah sembuh. Sakit Jeong Do tidak sembuh sampai hampir sebulan. Dia susah makan dan minum, berbaring terus dan meracau. Setelah sebulan akhirnya Jeong Do sembuh dari sakit fisiknya, tetapi tidak mentalnya.
Mental Jeong Do mulai tidak waras. Ia sering tiba-tiba ketakutan sendiri, berkata bahwa ada dewa petir yang ingin membunuhnya. Ia berlarian di tengah hujan sambil berteriak-teriak. Raja yang mengetahui hal itu menjadi marah dan memerintahkan pengawal untuk memberikan 100 pukulan. In Hye berlutut memohon ampunan, bahkan Ratu Jo pun ikut memohon. Akhirnya Raja membatalkan hukuman itu, meski Jeong Do sempat dipukul sepuluh kali.
Dengan lembut dan sabar In Hye merawat luka di pinggul Jeong Do. Pria itu meringis kesakitan saat In Hye menaburkan bubuk obat di luka itu. Pria itu menjadi marah dan memukuli In Hye, tetapi kemudian memeluk tubuh wanita itu dan menghujaninya dengan ciuman. Tiba-tiba Jeong Do mendorongnya hingga In Hye jatuh terjengkang. Dayang Choi yang juga sedang berada di dalam kamar itu menjerit dan hendak menolong In Hye, tetapi tiba-tiba tangannya ditarik oleh Jeong Do. Dayang Choi meronta-ronta ketika sang pangeran merobek bajunya.
"Jeoha, apa yang kau lakukan! Hentikan!" bentak In Hye sambil berusaha menarik tubuh Jeong Do.
Tetapi Jeong Do terlalu kuat, mendorong In Hye hingga kepala wanita itu terhantuk meja. In Hye hendak berdiri, tetapi kepalanya terlalu pusing. Tangannya menggapai-gapai. Meski mulai buram, In Hye sempat melihat Jeong Do memperkosa Dayang Choi di depan matanya.
***
Kabar pemerkosaan yang dilakukan Jeong Do sampai ke telinga Raja, bahkan sampai membuat Dayang Choi hamil. Tentu saja Raja geram dan hendak menghukumnya.
"Jeonha, mohon tenangkan diri anda," bujuk Ratu Jo.
"Menurut hamba, mungkin selama ini Bin-goong tidak bisa melayani Seja dengan baik. Lagipula usianya masih sangat muda. Seja butuh pendamping yang lebih dewasa," kata Selir Kim mengemukakan pendapatnya.
"Maksudmu kita harus mengganti putri mahkota? Kita tidak bisa melakukan hal itu hanya karena putri mahkota tidak mampu melayani dengan baik," kata Ratu Jo.
"Aku tidak bilang begitu. Maksudku kita bisa memberikannya seorang selir yang sah."
"Kau benar, Hui-Bin. Sebaiknya kita memilihkan selir yang seusia dengan Seja," kata Raja.
Ratu Jo masih tidak setuju, tetapi tidak dapat membantah. Selir Kim tersenyum menang.
"Hamba punya calonnya, Jeonha."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crown Princess ✔
Ficción históricaTrigger Warning!! Mengandung unsur kekerasan (meskipun aku berusaha membuatnya tidak terlalu eksplisit) . . . Dipilih menjadi Putri Mahkota, pendamping dari Putra Mahkota Raja? Siapa yang tidak mau? Itu adalah impian para gadis! Akan tetapi ketika...