[12] - Secret Meeting

1.1K 245 22
                                    

Radit menyesap green tea yang ia pesan, sembari mengecek email masuk di laptopnya. Sesekali dirinya melirik jam yang berada di pergelangan tangan kirinya.

10 menit lagi adalah waktu perkiraan Larisa akan datang.

Dirinya memang sengaja berada di tempat janjian lebih awal karena kebetulan kantor kliennya hari ini berada cukup dekat dengan kafe tempat janjiannya.

Ketika akan menyesap kembali minumannya, ternyata green tea-nya telah habis. Radit kemudian memesan lagi minuman yang sama.

Di waktu yang bersamaan, datanglah seorang wanita dengan pakaian mewahnya. Radit mendongak dan menemukan Larisa tengah tersenyum ramah kepadanya.

Radit pun mempersilahkan Larisa duduk di kursi yang berhadapan di depannya.

"Anda mau pesan sesuatu? Sekalian saja." tanya Radit.

Larisa mengangguk. "One ice red velvet. Less sugar, please."

"Baik. Mohon ditunggu sebentar."

Keduanya pun mengangguk.

"Silahkan lanjutkan pekerjaan anda. Saya pikir anda masih ada yang harus dikerjakan," ucap Larisa dengan nada yang sopan dan anggun.

Radit pun tersenyum. "Is that okay?"

"Sure. Go ahead. Kita bicara setelah minumannya datang saja."

Radit pun mengangguk dan kembali melanjutkan membaca email-email penting yang masuk kepadanya.

10 menit kemudian, minuman mereka pun sampai. Bersamaan dengan Radit yang selesai mengoreksi beberapa berkas yang dikirimkan oleh pegawainya.

"Jadi, apa yang akan anda bicarakan dengan saya?" tanya Radit. Pria itu menutup laptopnya dan melonggarkan jam tangannya.

"Tolong bantu saya untuk memisahkan Mbak Renata dan Mas Leon."

Mendengar perkataan Larisa yang to the point, Radit tersedak minumannya. Larisa menyerahkan selembar tisu kepada Radit, yang dibalas dengan ucapan terima kasih.

"Tunggu sebentar, memisahkan? Apa hubungan Leon dengan Renata? Bukankah Renata hanyalah seorang pembantu di mansion kalian?" tanya Radit bingung.

Larisa menaikkan sebelah alisnya. "Renata tidak menceritakan yang sebenarnya ke anda? Bukankah kalian dekat?"

"Tidak begitu, saya hanya mengenalnya secara kebetulan," jawab Radit jujur.

Larisa pun menghela napasnya. Dirinya menyesap ice red velvet pesanannya sebelum menjelaskan ucapannya kepada pria yang di depannya itu.

"Renata adalah istri Mas Leon."

"WHAT?"

Radit sangatlah terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya. Sejujurnya, dirinya pernah berspekulasi mengenai itu. Hanya saja, ia selalu menepisnya karena menurutnya hal itu adalah konyol.

Mana mungkin seorang Leon Arsena, seseorang dengan harga diri yang selangit mau menikahi orang biasa. Radit tahu betul itu. Belum lagi orang tua Leon yang terlalu mementingkan derajat seseorang.

Namun, kini spekulasinya benar-benar terjadi. Renata adalah istri Leon.

"Jadi, dia istri kedua Leon? Bagaimana bis-"

"Mbak Renata adalah istri pertama Mas Leon."

Kedua netra Radit membelalak.

Artinya, perempuan di depannya ini adalah istri kedua Leon?

Larisa terkekeh melihat seorang Raditya Adiwangsa yang tengah terkejut. Paras tampan dan gagah yang biasa ia lihat kini berubah seperti seorang anak SMA yang polos. Mata kecil Radit mengerjap, mencoba mencerna kenyataan yang baru saja ia katakan kepadanya.

"Jadi Renata adalah istri pertama Mas Leon. Mereka menikah karena ayah Renata menjualnya kepada Mas Leon untuk mendapatkan uang semata. Mas Leon tidak pernah mencintai Mbak Renata sedari dulu."

Larisa menghela napasnya. "Untuk itu, tolong bantu saya memisah-"

"Bukankah anda yang harusnya pergi? Leon dan Renata adalah sepasang suami istri sebelum anda datang. Bukankah disini anda yang harusnya memisahkan diri dari kehidupan mereka?"

Larisa terkejut mendengar perkataan tajam dari Radit. Mata pria itu datar menusuk, menatapnya. Seolah-olah pria itu tengah kehilangan respect kepadanya.

Namun, Radit tidak sepenuhnya salah. Jika seseorang yang tidak paham apa yang sebenarnya terjadi, pastilah ia mengatakan hal yang serupa dengan Radit.

"Ya, anda boleh anggap saya adalah perusak rumah tangga orang. Itu wajar karena anda tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saya juga tidak berpikir untuk menjelaskan lebih kepada anda, intinya tolong bantu saya memisahkan mereka."

Radit pun terkekeh sinis. "Saya tidak pernah ingin ikut campur urusan rumah tangga orang, apalagi orang itu adalah Leon. Saya hanya sebatas rekan kerja saja."

"Apa anda tega melihat Mbak Renata babak belur dan tersiksa oleh Mas Leon?"

Balasan dari Larisa membungkam mulut Radit. Pria itu kembali teringat kepada cerita Gio, adiknya, yang mengatakan bahwa Renata adalah korban kekerasan oleh suaminya sendiri.

"Kenapa anda membiarkan Renata disiksa oleh Leon?" tanya Radit penuh penekanan. Mata dan nada bicaranya begitu tajam menusuk, membuat Larisa merinding seketika.

"Kata siapa saya membiarkan itu?" Larisa kembali menyesap minumannya. "Saya meminta bantuan kepada anda, salah satu tujuannya adalah itu, membebaskan Mbak Renata dari suami saya."

"Kenapa harus saya?" tanya Radit.

"Saya melihat beberapa hari lalu anda mengantar Renata pulang. Saya berpikir anda cukup dekat untuk mempengaruhi Mbak Renata agar mau berpisah dengan Mas Leon."

Radit berdecih pelan.

"Selain itu, anak anda kelihatannya begitu dekat dengan Renata."

Radit menatap tajam perempuan di hadapannya itu. Larisa juga menatap balik Radit. Tatapan penuh percaya diri, itu yang Radit tangkap dari mata seorang Larisa.

"Saya sudah katakan bahwa saya tidak ingin ikut campur dengan urusan rumah tangga orang lain." Radit kemudian memasukkan laptop miliknya ke tas kerjanya.

"Sekalipun saya peduli dengan Renata, saya tetap tidak ingin ikut campur. Biarlah urusan perceraian menjadi urusan Renata. Jika nantinya ia memilih untuk bertahan, maka biarkan saja. Apa ruginya buat anda? Toh saya yakin selama ini anda dan Rendra adalah prioritas utama seorang Leon. Dengan cerita anda barusan, kalian tidak menganggap keberadaan Renata. Lalu apa masalahnya di anda? Saya yakin Renata tidak pernah mengusik kalian."

Radit berujar dengan begitu lancar dan tegas. Bahkan Larisa tidak mampu membalas perkataan Radit barusan. Matanya yang tajam mampu membuat sorot kepercayaan diri Larisa meredup seketika. Begitu juga aura yang dipancarkan oleh Raditya Adiwangsa.

"Bahkan jika suatu saat nanti anda mencintainya? Apakah anda tetap pada pendirian anda?" tanya Larisa dengan nada tenangnya.

Radit kembali menatap Larisa datar. Namun pria itu kemudian menjawab pertanyaan Larisa.

"Saya pamit. Jangan temui saya jika anda masih bersikeras meminta bantuan memisahkan sepasang suami dan istri. Bahkan jika saya nantinya mencintai Renata, saya tidak ingin memaksakan kehendak saya. Hidup Renata adalah milik Renata. Dialah yang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Bukan saya,"

Radit kemudian berdiri dan merapikan jasnya. Ia tersenyum ramah. "Dan juga bukan ditentukan oleh seorang Larisa. Permisi."







- to be continued -

The UnseenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang