Chapter 23 "Over"

287 23 11
                                    

(: HAPPY READING :)

혹시 니가 듣고 달아날까봐 ( hoksi niga deutgo daranalkkabwa ) - Mungkin saja engkau mendengar dan kau akan lari dariku

*AUTHOR POV*

Agra memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Agra mulai mengangkat kakinya perlahan. Tapi karena cuaca yang memang sedang buruk, membuat angin kencang menerbangkan segala sesuatu. Jika Vidette tidak menarik Agra yang hendak melangkah maju, bisa saja pria itu terkena gelas minuman bekas yang terbang dan bisa mengotori Agra.

Tapi sayang, Visha tidak melihat tangan Vidette. Yang ia lihat hanya... Agra yang melangkahkan kakinya mundur. Hati Visha seketika hancur berkeping-keping, jika Agra melangkah mundur, itu tandanya Agra memilih Vidette. Bukan dirinya, Visha ingin menangis saat ini juga tapi tidak dihadapan sepasang kekasih yang dilihat dari manapun mereka sangat cocok itu.

"Aku mengerti." Visha dengan tangan yang menggenggam kantong plastik putih berlogo minimarket yang baru ia kunjungi tadi bergetar. Kakinya mundur perlahan, membuat Agra menggelengkan kepalanya panik.

"Tidak, kamu salah sayang. Kamu tidak mengerti. Please, jangan pergi. Please, please, please, please. Dengerin aku dulu, tidak sayang jangan. Jangan pergi ninggalin aku." Sekuat tenaga Vidette menahan Agra yang berjalan cepat ke arah Visha.

Melihat itu, Visha menahan Agra dengan mengangkat tangannya. Memperlihatkan telapak tangannya, menyuruh Agra untuk berhenti. Biar bagaimanapun, Visha masih seorang gadis yang baik. Ia kasihan melihat Vidette yang terseret karena tenaga Agra yang sekuat Gorila itu. Visha pernah merasakannya. Tangannya pernah dicengkram erat oleh Agra.

"Sayang, please. Dengerin aku, aku sayang kamu. Aku cinta sama kamu. Please, jangan tinggalin aku. Aku nggak tau bagaimana hidup aku tanpa kamu. Please, Visha. I love you more than you know, sayang. It's not like what are you looking though. Pleaseeeee, aku mohon sama kamu. Jangan pergi." Untuk pertama kalinya Agra menangis tersedu hanya karena wanita.

Tapi sayang wanita itu tidak melihat Agra menangis begitu memilukan. Setelah Visha menyuruh Agra untuk diam, ia berbalik dan menghentikan sebuah taksi yang lewat dan langsung menaikinya tanpa berbalik. Wajah kekasihnya begitu pucat. Masih bisakah Agra menyebut Visha sebagai kekasihnya?

Jika Agra bisa mengejar Visha, maka ia akan mengejarnya. Kalaupun Agra harus berlari mengejar taksi yang dinaiki oleh Visha maka akan ia lakukan. Tapi, Vidette terus saja menahan semua pergerakannya. Agra ingin marah, ia ingin sekali marah. Hanya saja ia tidak mau menambah pekerjaannya karena jika ia marah maka Vidette aka bertambah depresi. Dan itu membuat dirinya akan terkurung bersama dengan Vidette lebih lama lagi. Demi apapun, Agra tidak ingin itu terjadi, jangan sampai.

Agra hanya memandangi taksi itu pergi, air matanya memang sudah tidak mengalir lagi saat ini. Air mata itu mengering di pipinya, tatapannya berubah menjadi kosong. Tidak ada gunanya lagi, hubungannya dengan Visha telah berakhir. Tuhan selalu punya cara untuk membuat setiap insan bersedih ataupun bahagia, Tuhan selalu punya skenario yang tetap untuk makhluk-Nya dan Tuhan selalu memberikan cobaan yang sebanding dengan makhluk-Nya. Tapi kali ini, kata 'mati' adalah yang terlintas di benak dan pikiran Agra. Ia mau Visha-nya, tapi bagaimana? Visha terlihat begitu terluka dan terpukul karenanya.

*AGRA KALYAN ADHIPRAMANA POV*

Baru selangkah aku menginjakkan kakiku di ruang tamu, Kak Gara datang dan langsung menghantamkan bogem mentahnya ke wajahku begitu saja. Tidak hanya itu, aku juga bisa melihat Raga dan kedua orangtuaku yang menatapku kecewa. Sepertinya mereka tahu tentang hubunganku dan Visha yang telah berakhir. Kak Gara kini menarik kerah kemejaku dan menatapku penuh dengan benci. Aku tahu, dia sangat marah. Alisnya menyatu ke tengah, napasnya juga tersengal, seluruh badannya tegang dan pancaran matanya menunjukkan semuanya.

"B*JINGAN! KENAPA KAU MEMILIH WANITA ULAR ITU DIBANDING VISHA HAH?! B*NGSAT! KAU BAHKAN MENELANTARKAN KEKASIHMU SENDIRI HANYA UNTUK ORANG LAIN?! BR*NGSEK! VISHA TADI ITU SAKIT BODOH! DIA DEMAM!" Aku hanya bisa mematung mendengar teriakan Kak Gara, orangtuaku tidak bisa melakukan apa-apa jika Kak Gara sudah marah. Raga hanya membuang wajahnya, tidak mau memandangku.

Jadi, alasan Visha menelponku tadi karena ia ingin aku membelikannya obat kah? Tadi aku sempat melihat gadisku itu memegang sebuah kantong plastik putih yang entah apa isinya. Bahkan wajah Visha juga sangat pucat. Astaga, aku benar-benar tokoh yang jahat dalam kondisi ini. Dengan bodohnya, aku lebih memilih mengantar Vidette yang ingin membeli coklat di minimarket daripada membantu kekasihku sendiri untuk membeli obat? Kau terburuk dari yang terburuk Agra, selamat.

"Bro, stop it." Raga datang sambil menepuk bahu Kak Gara dan menarik pelan bahunya. Dan hebatnya, Kak Gara yang hampir melancarkan tinjuan mentahnya lagi kearahku segera ia hentikan. Kak Gara hanya menghela napasnya dan berbalik, berjalan ke kamarnya.

"Aku nggak tau apa yang ada dipikiranmu kak. Tapi setelah Kak Gara cerita semuanya, aku sekarang tau kalau kau benar-benar bodoh dan br*ngsek." Raga juga berbalik, ia berjalan menuju ke kamarnya juga.

"Mama kecewa sama kamu. Mama sudah punya bayangan tentang masa depan kamu dan keluarga kita yang akan bahagia kelak. Tapi kamu sudah menghancurkan harapan mama." Mama juga berjalan masuk menuju kamarnya. Aku tahu, aku memang pantas dibenci karena hal ini. Mengakhiri hubunganku dengan Visha adalah keputusan paling bodoh yang pernah kubuat. Tapi bukannya nasi telah menjadi bubur? Visha pergi, ia pergi meninggalkanku yang berniat menjelaskan semua yang terjadi kepadanya. Jadi aku tidak sepenuhnya salah kan dalam hali ini?

"Papa mau bicara sama kamu." Aku hanya mengikuti kemana papa membawaku, ia membawaku masuk ke ruang kerjanya. Aku selalu benci jika masuk ke dalam ruang kerja papa, selalu ada banyak hawa-hawa mengintimidasi. Mungkin karena aku yang menolak untuk mengurus perusahaan papa, membantu Kak Gara? Entahlah.

Papa duduk di kursinya, ia menunjuk kursi yang ada di depan kursinya dengan matanya-menyuruhku duduk di kursi itu. Makanya aku duduk di kursi itu dengan perasaan campur aduk.

"Tadi pagi..." Papa mulai bercerita, tapi aku tidak tahu kenapa ia menceritakan ini kepadaku. "Gara dan Zie pergi berkencan. Sebelum pergi, mereka menyempatkan diri untuk melihat Visha. Mereka hanya berniat untuk berpamitan kepadanya. Tapi diluar dugaan, dari luar saja mereka tau jika kamar Visha itu gelap dan sunyi, terlihat dari bawah pintunya. Zie sudah memanggil Visha beberapa kali, mengetuk pintunya beberapa kali, sampai akhirnya Visha membuka pintu kamarnya dengan bergelung di bawah selimut dengan wajah yang pucat."

"Jangan bilang kalau..."

"Ya, Visha sakit." Kenyataan itu membuatku lebih bersalah lagi. Visha? Kenapa bisa? Astaga, kenapa aku bisa sebodoh ini? Cuaca sedang buruk akhir-akhir ini, wajar jika seseorang bisa jatuh sakit karena itu. "Dia demam dan kau dengan pintarnya membuat dia membeli obatnya sendiri."

"Maafkan aku."

"Tidak, kau salah jika meminta maaf kepadaku son. Tapi, mungkin sudah sedikit terlambat jika kau ingin mendapatkan Visha kembali sekarang."

"Maksud papa apa? Agra tidak mengerti."

"Sepulang dari membeli obat, Visha segera menghubungi kakaknya. Ia mau kembali ke desa pada saat itu juga. Untung saja Zie dan Gara lebih cepat pulang dari kencannya, makanya Zie membantu Visha berkemas. Mereka berdua marah besar saat tau Visha membeli obatnya sendiri. Tapi mereka lebih marah lagi ketika tau kalau kamu lebih memilih menemani Vidette berbelanja daripada pergi membelikan Visha obat. Tidak hanya sampai disitu, mereka murka saat tau kamu... membohongi Visha untuk yang kesekian kalinya demi Vidette."

"Jadi Kak Gara tadi..."

"Ya, dia langsung meninjumu karena dia juga merasa bersalah. Ia berpikir kenapa bukan dirinya saja tadi yang membelikan obat untuk calon adik iparnya?"

"..."

"Maksud papa... mantan calon adik ipar."

Papa berdiri dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangan ini. Aku hanya bisa menundukkan kepalaku dalam. Aku memang bodoh, Visha pergi karena kebodohanku. Tidak mungkin kan jika ia mau kembali kepadaku, lagi? It's impossible.

Votment please?

CoffeeanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang