"Jadi, paham kan sama tugasmu? Anggap bar ini adalah bar milikmu sendiri," titah Gyan--captain bar--yang mengenakan setelan kemeja putih yang digulung sampai batas siku, dipadu dengan celana formal dan sepatu pantofel senada. Satu jam memandu bartender baru yang tingginya sebatas pundak, berdiri di samping kiri ketika mereka berdiri di depan counter bar.
Lavina mengangguk dengan semangat, Gyan tersenyum miring kemudian meninggalkannya untuk memulai pekerjaan di Dámore Bar. Iris cokelat yang berkobar itu tak hentinya mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan kagum. Bar yang jadi satu dengan area tempat grill ini memiliki tempat indoor dan outdoor yang luas, di bagian atas tempat outdoor diberi batang kayu yang melintang saling berjejer dengan daun-daun sulur yang merambat ke bawah. Jadi, para pengunjung tidak akan merasa terlalu kepanasan walau di ruangan terbuka dan menambah kesan sejuk.
Kursi-kursi pun dibedakan antara indoor dan outdoor dengan satu tema warna earth tone. Bagian indoor yang lebih cocok untuk acara formal didominasi warna cokelat tua, sedangkan bagian outdoor memiliki warna lebih cerah untuk kesan santai. Selang beberapa menit, Lavina menangkap satu lelaki yang berjalan cepat dari arah pintu masuk bar. Dia merapikan penampilannya lagi, tak lupa memasang senyum selebar mungkin hingga hampir mirip karakter Joker. Entah mengesankan atau justru menyeramkan.
"Selamat datang di D'amore Bar, Pak," sapa Lavina dengan ramah, menyambut seorang lelaki berbadan tegap mengenakan setelan kemeja hawaii yang mencolok di mata. "Mau pesan apa?"
Lelaki itu duduk di atas kursi tinggi seraya mengedarkan pandangan ke arah bar display, di mana barisan botol liqueur dan liquor dari berbagai merek berjejer rapi. Menopang dagu dengan tangan kanan, lalu menunjuk tepat di belakang Lavina seraya berkata, "Vodka?"
"Anda minum vodka di tengah hari seperti ini?" tanya Lavina menaikkan sebelah alis. "Apakah Anda sedang patah hati?"
Lelaki itu menyunggingkan senyum simpul. "Vodka, Tequila, Whisky ... apakah harus dikaitkan dengan patah hati? Dunia tidak sekecil itu."
Lavina mengangguk seraya tertawa, menunjukkan lesung tipis di kedua pipi. Baginya, seseorang menginginkan sebuah minuman tertentu pasti memiliki alasan tersembunyi. Orang mana yang mau mabuk-mabukan di tengah cuaca kota Yogyakarta yang kadang panas kadang tidak? Kecuali hati mereka yang sedang dilanda gelisah dan amarah, minuman bisa menjadi salah satu obat pelipur lara walau sementara.
"Baiklah, saya punya rekomendasi minuman untuk Anda," tawar Lavina seakan tahu apa yang dibutuhkan oleh lelaki dengan garis rahang yang tegas itu.
Dengan lihai, jemari lentiknya meraih shaker, kemudian mengambil satu buah kiwi dan ketimun untuk dipotong kecil-kecil, menambahkan sirup gula sebagai penambah rasa manis dan menghancurkannya bersamaan. Setelah hancur, Lavina mengambil botol gin yang membuat tamunya menaikkan sebelah alisnya sambil tertawa. Gadis itu melempar senyum, ketika tangannya masih belum berhenti meracik minuman yang dia yakin tamunya akan puas.
Gin non alkohol sudah tercampur dalam shaker. Langkah terakhir sebelum Lavina menunjukkan atraksinya, dia perlu menambah perasan lemon agar minumannya terasa segar dan sedikit asam sebagai penyeimbang sirup gula. Lantas, dia mengambil balok es ke dalam shaker kemudian dikocok minuman itu selama dua puluh detik. Paduan suara es batu yang saling bertumbuk dengan dinding shaker seperti menciptakan harmoni di telinga. Namun, yang tak kalah penting adalah rasa racikan minuman yang akan disajikan oleh gadis manis itu kepada sang tamu.
Sebelum menyuguhkan minuman, kesialan menimpa Lavina kala tidak sengaja tangannya menyenggol bartender lain yang melintas membuat shaker yang dipegangnya terjatuh ke lantai, menimbulkan suara gaduh. Netra cokelat yang berapi-api itu seketika padam, memandang campuran minumannya menggenang di atas lantai marmer berbarengan dengan pandangan semua orang yang tertuju padanya.
Detik berikutnya, Lavina menangkap sosok sang captain bar muncul entah dari mana dengan wajah murka dan mata melotot seakan ingin mengutuk si bartender baru.
"Lavina!" seru Gyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Hottest Bartender (END)
Romance(Hotelier's Romance Project) Maksud hati ingin mencari pengalaman, justru yang didapat hanya rentetan omelan. Lavina Roselani seorang bartender baru di hotel D'amore harus menghadapi si Angry bird, julukan yang ditujukan kepada Gyan Felix, Captai...