Bab 28

921 141 14
                                    

Ada jeda cukup panjang antara dua insan yang terjebak di ruang karyawan. Hanya suara mesin pendingin yang memenuhinya serta benda-benda di sekeliling menjadi saksi bisu atas pertanyaan yang diajukan Lavina. Tatapan Gyan sedikit berubah, ada perasaan rindu bercampur murka menjadi satu di balik iris mata cokelat gelap itu. Sementara, Lavina mengamati dengan kening mengerut dalam diam, memandang pantulan wajahnya di Netra Gyan. Jutaan pertanyaan kini membekapnya, bersamaan dengan rasa bersalah yang membuat atmosfer makan siang itu mendadak tak enak.

Seperti sudah kehilangan selera makan, Gyan menutup jatah makan siangnya lantas berdiri dan meninggalkan Lavina tanpa sepatah kata pun. Pintu terbuka memunculkan sosok Reiki yang datang untuk shift siang, beberapa saat mereka berdua saling bertatapan. Reiki menggeser tubuh, membiarkan sang captain bar keluar, sebelum dia masuk ke ruang karyawan dan melempar pertanyaan kepada gadis yang kini termangu menatap jejak Gyan yang hilang.

"Kamu berduaan sama Mas Gyan?" tanya Reiki memecah lamunan Lavina kala tangan kanan lelaki itu memutar kunci loker. Reiki menoleh sekilas, Lavina mengangguk dengan ekspresi datar. "Kenapa? Kalian bertengkar?"

"Pak Gyan punya pacar enggak sih?" celetuk Lavina. "Kenapa setiap aku menyinggung foto di hapenya, dia langsung jutek gitu."

Lavina menyendok suapan terakhir makanannya dengan tak minat. Sungguh tidak dia mengerti jalan pikiran seorang lelaki bernama Gyan Felix itu. Otaknya terlalu rumit seperti labirin, perasaan dan sikapnya tak tertebak seperti rasa buah manggis apakah manis ataukah asam. Padahal, lelaki lain akan begitu antusias menceritakan kekasih mereka, lantas kenapa hal itu berbanding terbalik dengan si angry bird?

Aroma woody memenuhi ruangan, Reiki tampak menyemprotkan parfum membuat mood Lavina seketika bersemi lagi. Walau sebatas menggerakkan lengan berotot ke udara, gadis itu suka dengan lekukan dan garis wajah Reiki yang terlihat manis dan tidak bosan dipandang. Ditopang dagunya dengan kedua tangan sambil tersenyum, membayangkan rencana hangout di hari Jum'at nanti.

"Mas Gyan setahuku enggak punya pacar. Maksudku, dia tertutup tentang hal apapun," tukas Reiki menoleh ke arah Lavina. "Kenapa kamu senyum-senyum gitu?"

"Eh? Enggak apa-apa, suka aja lihat cowok wangi," puji Lavina.

"Emang perempuan yang kamu lihat di ponselnya Mas Gyan gimana? Apa anak hotel juga?" tanya Reiki yang kini menghampiri Lavina dan duduk di sampingnya. Lelaki itu melirik sekilas jam tangan silver dengan sentuhan klasik bermerk Aries Gold, jarum jamnya sudah mendekati pukul satu siang.

"Dia cantik, kayak orang Cina juga. Rambutnya lurus sebahu, kayaknya dicat cokelat. Tapi matanya agak besar dan bibirnya kecil. Mirip kayak girlband Itzy itu lho, si Lia!" terang Lavina menggebu-gebu. "Dia pakai kalung inisial C gitu yang aku lihat."

"C?" ucap Reiki mendadak dengan wajah tegang.

Sesaat kemudian, bibirnya menggumam tak jelas membuat Lavina kembali mengerutkan kening. Dia menelengkan kepala seperti mendengar sebuah nama yang terucap dari mulut Reiki.

"Rei?" Lavina hendak menyentuh bahu kiri lelaki berhidung mancung itu, namun ditepis dengan tatapan nyalang.

"Maafkan aku, Lavina," ucap Reiki pelan, menarik tangan Lavina tapi ditolak.

"Sebenarnya ada apa dengan kalian berdua?" tanya Lavina yang tidak kunjung dijawab Reiki. Gadis itu akhirnya beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Reiki seorang diri dalam keheningan.

Lelaki itu seolah terbungkam dan tertarik oleh masa putih abu-abu bersama seorang gadis cantik yang dulu pernah mewarnai hari-harinya. Bahkan sampai sekarang, tidak sedikitpun waktu dia melupakan senyum manis, suara lembut, dan tatapan penuh kasih sayang sang mantan kekasih. Rasa rindu yang tadinya terpendam tak lekang oleh waktu, kini mencuat tiba-tiba menyisakan sesak di dada.

My Hottest Bartender (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang