Dengan berhati-hati, Daniela mencoba mendekati laki-laki yang sedang duduk di kursi rodanya itu. Saat beberapa langkah di dekatnya, dia terdiam. Menatap tajam wajah pria itu yang fokus menatap ke depan masih dengan kacamata hitamnya. Wajahnya dari samping sangat menakjubkan, tampan dengan hidung yang mancung, bibir yang seksi, dan rambut hitam kecokelatan yang tertiup angin, menambah ketampanannya. Daniela terdiam, terpaku pada keindahan yang berada di depannya.
Mata Daniela tidak bisa berpaling dari pria itu. Setiap detail dari wajahnya seperti terpahat sempurna, seolah-olah pria ini keluar dari sebuah lukisan. Bayangan rambutnya yang berayun mengikuti irama angin memberikan sentuhan dramatis, mempertegas garis rahangnya yang tegas. Ada sesuatu yang misterius dan memikat dari pria ini, membuat Daniela merasa seolah waktu berhenti sejenak.
Daniela mencoba mengumpulkan keberaniannya untuk mendekat lebih jauh. Setiap langkah terasa berat, seakan-akan ada magnet yang mengikatnya pada tempatnya berdiri. Namun, rasa penasaran dan kekaguman mengalahkan keraguannya. Dia ingin tahu lebih banyak tentang pria ini, tentang cerita di balik sosoknya yang memesona.
"Gue nggak boleh terlihat seperti penguntit," batinnya, mencoba menenangkan diri. Tapi semakin lama dia menatap, semakin besar keinginannya untuk mengenal pria ini lebih dalam. Angin berhembus pelan, membawa aroma rumput dan bunga dari taman, menciptakan suasana yang begitu tenang namun penuh dengan perasaan yang bergejolak di dalam diri Daniela.
Saat Daniela mencoba untuk mendekat, dari belakang muncul suster yang tadi membantunya di lift. Namun, kali ini suster itu tidak sendirian; seorang laki-laki lain yang mengenakan seragam SMA mengikutinya. Mereka berdua mendekati pria yang berada di kursi roda tersebut. Laki-laki berseragam itu mendekati pria di kursi roda dan mulai berbicara padanya, meskipun Daniela tidak bisa mendengar apa yang mereka katakan.
Tak lama, laki-laki itu mulai mendorong kursi roda pria tersebut, diikuti oleh suster di belakangnya. Rasa penasaran mendorong Daniela untuk mengikuti mereka. Mereka menuju lift yang sama, dan Daniela bergabung bersama mereka. Sambil melirik mereka yang berada di sampingnya, Daniela mencoba mendengarkan percakapan mereka, tetapi hanya bisa menangkap potongan-potongan kalimat yang tidak jelas.
Sesampainya di lantai 4, mereka keluar lift lebih dulu. Daniela mengamati mereka dari belakang saat mereka berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Dengan penuh rasa ingin tahu, Daniela terus mengikuti mereka hingga mereka berhenti di depan kamar 201, yang ternyata adalah kamar tepat di sebelah kamar Maya.
*****
POV BASTIAN
Jam 10:01, di kamar 201.
Tok! Tok! Tok!
"Selamat pagi, Kak Bastian," sapa seorang wanita dengan suara lembutnya. Langkah-langkahnya menuju ke arah Bastian, membawa kehangatan ke ruangan itu, bersamaan dengan sinar matahari yang menyentuh kulitnya.
Bastian, dengan mata yang masih tertutup, mendengarkan langkah-langkahnya yang dekat. "Selamat pagi, Suster."
Dia adalah Bastian Arya Wiratama, berusia 21 tahun, yang mengalami kebutaan akibat kecelakaan mobil ketika dia masih berusia 15 tahun. Kecelakaan tragis itu terjadi ketika Bastian dan keluarganya pulang dari liburan. Mobil mereka ditabrak oleh seorang pengemudi mabuk, menyebabkan Bastian menderita luka serius di matanya yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu, dia juga didiagnosis dengan retinitis pigmentosa yang semakin parah karena trauma dari kecelakaan tersebut.
Ketika Bastian mengetahui bahwa dia mengalami kebutaan pada usia 15 tahun, dia mengalami perasaan kejutan, kebingungan, dan kesedihan yang sangat mendalam. Situasi ini merupakan pukulan berat bagi Bastian, dan dia membutuhkan waktu untuk memproses dan menerima kenyataannya. Terkadang, dia merasa sangat tertekan, marah dengan keadaannya, menjauh dari orang lain, dan menutup dirinya dalam kesendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eyes of the Soul
Romance"Dia buta, Daniela. Dia buta." Daniela, seorang mahasiswi yang ceria, menemukan dirinya tertarik pada Bastian, seorang pria buta yang ditemuinya di taman rumah sakit saat menjenguk temannya. Meski awalnya Bastian bersikap dingin dan acuh, mengangga...