BAB 7

177 133 272
                                    


Daniela pulang dalam keadaan basah kuyup, rasa dingin melanda seluruh tubuhnya. Setiap langkah terasa berat saat dia membuka pintu rumah dan berjalan menuju kamarnya. Tetesan air dari pakaian basahnya meninggalkan jejak di lantai, menciptakan genangan kecil di setiap tempat yang ia lewati. Wajahnya pucat, dan matanya bengkak akibat terlalu lama menangis.

Saat melewati ruang tamu, Vincent, kakak kedua Daniela sedang bermain game di ponselnya. Kesadarannya seolah kabur, dan dia hampir tidak menyadari kehadiran Vincent.

Sadar adiknya melewatinya, mata Vincent melirik. "Nel, dari mana? Baju lo basah banget," tanya Vincent, suaranya penuh keprihatinan.

Namun, Daniela tidak mendengar perkataan Vincent dan terus melangkah ke arah kamarnya. Kesadaran Vincent bahwa ada yang tidak beres dengan adiknya membuatnya segera menghentikan permainan dan mengikuti Daniela.

Vincent mengetuk pintu kamar Daniela dengan lembut, mencoba memanggilnya. "Nel. Nel. Buka pintunya, Nel!" katanya dengan suara penuh kekhawatiran. Namun, tidak ada jawaban dari dalam kamar. Ketukan Vincent berubah menjadi gedoran ketika rasa cemas semakin merayap ke dalam hatinya. "Nel! Buka pintunya!"

Tidak ada jawaban sama sekali. Rasa khawatir Vincent memuncak, dan tanpa berpikir panjang, dia mendobrak pintu kamar Daniela dengan sekuat tenaga. Pintu terbuka dengan suara keras, dan Vincent bergegas masuk ke dalam kamar.

Di sana, dia melihat Daniela tergeletak di lantai, pingsan di samping tempat tidurnya. Tubuhnya yang basah kuyup berbaring dalam posisi tidak wajar, wajahnya pucat dan bibirnya sedikit membiru. Vincent segera berlutut di sampingnya.

"Daniela! Bangun, Nel! Tolong, bangun!" seru Vincent dengan panik, mencoba menggoyang-goyangkan tubuh adiknya. Ketika tidak ada respons, Vincent tahu dia harus bertindak cepat.

Vincent menggendong adiknya, menuruni tangga dengan langkah cepat namun hati-hati. Rumah mereka sepi, tidak ada orang lain selain dia, adiknya dan kedua asisten rumah tangga. Ibunya pergi arisan bersama teman-temannya, dan abangnya Rafael selalu bermain golf bersama temannya di hari Sabtu.

Hati Vincent berdegup kencang saat dia membawa Daniela keluar rumah menuju mobilnya. Dia meletakkan Daniela di kursi belakang, membungkusnya dengan jaket tebal yang ada di mobil untuk memberikan kehangatan.

Vincent melompat ke kursi pengemudi dan segera mengarahkan mobilnya ke rumah sakit terdekat. Di sepanjang perjalanan, dia tidak bisa berhenti memikirkan apa yang bisa membuat adiknya sampai dalam keadaan seperti ini.

"Nela, lo kenapa sih," bisik Vincent, berusaha mengendalikan ketakutannya. Matanya sesekali melirik kaca spion untuk memastikan Daniela masih bernapas.

Ketika mereka tiba di rumah sakit, Vincent segera berlari ke pintu depan, berteriak meminta bantuan. Para petugas medis segera bergegas, membawa tandu untuk Daniela dan membawanya masuk ke ruang gawat darurat.

Setelah beberapa waktu yang terasa seperti seabad, seorang dokter keluar dan menghampiri Vincent. "Daniela stabil sekarang, tapi dia perlu istirahat dan pemantauan lebih lanjut. Anda bisa menemuinya sebentar."

Vincent segera masuk ke ruang perawatan, melihat Daniela yang berbaring dengan wajah yang masih pucat, tetapi napasnya sudah lebih teratur. Dia duduk di samping tempat tidurnya, menggenggam tangan adiknya dengan lembut.

"Lo gak biasanya kayak gini, Nel. Apa yang terjadi?" bisiknya pelan.

Dalam kesunyian malam, Vincent tetap berjaga di samping Daniela, tidak akan meninggalkannya sendirian sampai dia benar-benar pulih. dia menelpon mamanya dan Abang pertamanya untuk mengabarkan kondisi Daniela.

Eyes of the SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang