BAB 8

172 114 237
                                    


Selama tiga hari dirawat, akhirnya Daniela pulang. Maya dan Jasmine ikut mengantarnya pulang. Di kamar Daniela, setelah suasana lebih tenang, Maya dan Jasmine mencoba berbicara padanya.

"Nel, jujur sama kita, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Maya dengan lembut.

Daniela menunduk sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu mulai bercerita tentang perasaannya yang campur aduk.

"Tiga hari yang lalu, gue ketemu Bastian," cerita Nela, suaranya pelan dan penuh perasaan.

"Apa? Terus gimana?" tanya Jasmine dengan penuh antusias, matanya berbinar.

"Intinya gue mengungkapkan kalau gue suka sama dia, dan dia bilang untuk berhenti menyukai dia, dan berhenti juga memberikan hadiah-hadiah ke dia," cerita Daniela, dengan mata berkaca-kaca.

"Oh my God, jadi, lo ditolak?" tanya Jasmine, tidak percaya. Daniela hanya mengangguk, menahan air mata yang ingin jatuh.

"Gue udah duga akan jadi kaya gini, tapi dari awal lo tetep mau berjuang buat dia. Dan sekarang lo patah hati, dan berujung sakit gini," ucap Maya sambil menghela napas panjang.

"Terus, selanjutnya lo akan bagaimana?" tanya Jasmine. Daniela mengangkat pundaknya, menunjukkan ketidaktahuannya.

Maya yang melihat Daniela menunduk dan tidak ingin menatap teman-temannya berbicara, berkata, "Daniela, liat gue." Perlahan, Daniela mengangkat kepalanya, matanya bertemu dengan Maya.

"Di awal lo suka sama Bastian, lo bilang sama kita kalau lo akan berjuang, bukan?" ucap Maya dengan tegas. "Sekarang, Bastian nolak lo sekali, dan lo jadi gak semangat gini? Katanya lo mau jadi cegil? Seorang cegil gak akan berhenti walaupun ditolak berkali-kali."

Daniela hanya terdiam mendengar perkataan temannya, yang ada benarnya juga. Ini adalah pertama kalinya dia merasakan ditolak, dan itu membuat hatinya jadi tak karuan. Namun, setelah Maya mengatakan semua itu padanya, tekad di dalam hatinya seperti tumbuh kembali.

Kata-kata itu seperti tertanam di pikirannya, dan perlahan Daniela tersenyum. "Lo bener, May. Gue kan cegil, gue gak akan berhenti," jawabnya dengan suara yang mulai mantap, berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Mendengar pernyataan Daniela, kedua temannya saling menatap dan tersenyum. Mereka bertiga tertawa, suasana yang semula tegang kini berubah hangat. Daniela merasa lega, meski baru pertama kali merasakan patah hati, dia tahu masih ada teman-teman yang mendukungnya. Perlahan, semangatnya kembali, mengusir awan kelabu yang sempat menggelayut di hatinya.

"Tunggu deh, pas lo ke panti, kok Bastian tau lo ada di sana?" tanya Jasmine dengan penasaran.

"Mungkin orang panti yang kasih tau. Terus pas gue pulang, Bastian manggil nama gue," jawab Daniela sambil mengingat perawat di panti yang melihatnya.

"Lo kasih tau nama lo ke orang panti?" tanya Maya, alisnya terangkat.

"Enggak sih," jawab Daniela singkat.

"Lah terus, kenapa Bastian bisa manggil nama lo?" tanya Maya, bingung.

Daniela termenung sejenak, mencoba mengingat. Dia hanya bilang kalau dia adalah teman Bastian tanpa menyebutkan namanya ke perawat di panti. Tapi bagaimana Bastian bisa memanggil namanya dengan lantang?

Daniela menatap teman-temannya yang sama-sama bingung, lalu tiba-tiba teringat sesuatu. "Ah, dia pernah bilang kalau dia tahu keberadaan gue karena mencium parfum gue. Mungkin karena itu dia bisa tahu kalau gue ada di panti."

Eyes of the SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang