BAB 10

124 50 371
                                    


Sabtu, Jam 15:00

Setelah dari kafe, Daniela mengantarkan temannya, lalu dia segera pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Daniela masuk ke dalam dan memanggil mamanya. Tidak ada jawaban. Dia menuju ruang keluarga, lalu bersandar di sofa dan meregangkan badannya. Sejak pagi, dia sudah keluar rumah untuk mengantar bekal kepada Bastian, kemudian bertemu dengan teman-temannya. Daniela merasakan kelelahan yang teramat sangat. Ia memejamkan matanya, dan sosok Bastian muncul dalam pikirannya. Perlahan, dia membuka mata dan menghela napas panjang. Sampai kapan dia akan mendapatkan perhatian dari Bastian, pikirnya.

Tak lama kemudian, mamanya muncul dari tangga. "Udah pulang, Nel?"

"Ah, iya, Ma," jawab Daniela, masih terdengar lelah.

Melihat raut wajah putrinya yang terlihat kelelahan, mamanya menghampiri dan duduk di sampingnya. "Ada apa? Gimana, dia senang gak sama bekal buatan kamu? Siapa namanya?" tanya mama dengan penuh perhatian.

"Nela gak ketemu dia, Ma," kata Daniela dengan suara pelan.

"Loh, kenapa? Terus bekalnya dikasih ke siapa?"

"Art-nya," jawab Daniela, pandangannya terarah ke bawah.

"Kenapa?" tanya mama sambil memperhatikan wajah putrinya dengan cermat.

Daniela terdiam sejenak sebelum menjawab. "Sebenarnya, Nela pernah ditolak sama dia," kata Daniela, mengalihkan pandangannya ke arah mamanya. "Dia pernah bilang kalau Nela tidak boleh menyukainya."

Mamanya menatap Daniela dengan penuh kasih sayang. "Oh, sayang, kenapa dia bilang begitu?" tanyanya lembut, mengusap pundak Daniela.

"Dia merasa tidak pantas untuk disukai, Ma," jawab Daniela dengan suara bergetar. "Dia merasa tidak bisa memberikan apa yang Nela butuh kan."

Mamanya menghela napas. "Kenapa dia merasa tidak pantas untuk disukai? Semua orang pantas. Dan apa yang dia rasa tidak bisa diberikan pada Nela?" tanyanya penuh kebingungan.

Daniela diam sejenak, menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca. "Ma, sebenarnya..." Daniela menarik napas dalam-dalam. "Bastian seorang tunanetra."

Mata mamanya terbelalak. Namun, dia menunggu putrinya menyelesaikan pembicaraannya, menahan diri untuk tidak menyela.

"Mungkin mama menganggap Nela aneh, kenapa menyukai pria buta. Tapi, Ma, Nela tidak pernah menyukai seseorang sedalam ini. Dia baik, wajahnya tampan dan teduh. Tapi, dia tidak bisa membuka hati dan menolak kehadiran Nela. Maaf ya, Ma," ucap Daniela sambil menundukkan kepalanya.

"Maaf untuk apa?" tanya mamanya dengan lembut, mengusap lembut pundak Daniela.

"Maaf karena menyukai dia."

"Maksud kamu, kamu meminta maaf sama ibu, karena menyukai pria tunanetra?" tanya mamanya, kebingungan tercermin di wajahnya. Daniela hanya mengangguk pelan.

"Nela, kenapa kamu meminta maaf? Siapa yang bilang kamu aneh gara-gara menyukainya? Kamu tidak salah, dia juga tidak salah. Hati kamulah yang menuntun kamu ke arahnya, dan jiwa kamu tidak bisa menolak jika hati kamu sudah benar-benar tertuju padanya."

Mamanya meraih tangan Daniela, menggenggamnya erat. "Nela, anak mama yang cantik, dia menolak kamu karena dia tidak mau kamu menjadi beban untuknya. Dia sadar kalau suatu saat nanti, kamu akan menjadi mata untuknya, dan dia tidak mau itu. Dia berpikir kalau dia hanya akan selalu menerima tanpa bisa memberi apa pun padamu."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eyes of the SoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang