Bagian 53: Mendadak Menjadi Detektif

647 9 0
                                    

Semenjak kejadian waktu itu, gue menghindari pak Abi dengan alasan gue masih sibuk mengurus pendaftaran wisuda, walaupun sebenernya gue sudah selesai mendaftar wisuda.

Hari pertama, gue mengikuti pak Abi dengan melakukan penyamaran diri, memakai masker, memakai topi serta kacamata hitam. Gue yakin kalau Mamad ngeliat penampilan gue, dia pasti bakalan tertawa terpingkal-pingkat mengingat bagaimana feminimnya seorang Airana Arumi. Tidak ada yang aneh untuk pengintaian yang gue lakukan di hari pertama, pak Abi terlihat berangkat ke kampus lalu ke kantor dan setelahnya pulang ke apartemen.

Begitu juga hingga hari ini, yakni hari ketujuh gue melakukan pengintaian, semua masih tetap aman. Pak Abi tidak menunjukkan gejala-gejala perselingkuhan.

Gue mendesah lelah melepas kaca mata hitam gue, mencepol asal rambut gue dan meminum jus coklat kesukaan gue yang gue beli barusan.  Udara hari ini cukup panas.

"Airana...." gue hampir menyemburkan jus didalam mulut gue saking kagetnya ngeliat Arbi yang berada di depan gue dengan tatapan datarnya.

Setelah kejadian waktu itu, kami tidak pernah bertemu. Dan jujur gue sedikit mengalami rasa takut saat dia berada di dekat gue. Contohnya seperti sekarang ini.

"Saya tidak akan menyakiti kamu" ujarnya terlihat bisa membaca pikiran gue

"Saya kesini mau meminta maaf" lanjutnya 

"Saya harap kamu mau memaafkan kesalahan saya, waktu itu saya berada di fase yang benar-benar kacau" katanya lalu duduk disamping gue namun agak memberi jarak agak jauh

Gue tau, Arbi bukanlah sosok jahat dan setega itu, namun Arbi adalah sosok yang tidak mampu mengatur emosinya dengan baik. Namun untuk memaafkan dia sepenuhnya, rasanya masih berat.

"Ya... saya mengerti... saya masih berada di tahap mencoba memaafkan" kata gue

Kami sama-sama terdiam menatap suasana jalan yang cukup ramai. Gue dengan pikiran gue yang masih menerka-nerka mengenai hubungam pak Abi dan perempuan itu. Dan Arbi dengan pikirannya yang gue ngatau itu apa.

Mengingat perempuan itu, gue lupa tidak melakukan pengintaian terhadap perempuan itu dan anaknya.

"Mengenai anak yang bernama Galih, apakah anak itu adalah anak dari perempuan waktu itu???" Tanya gue tiba-tiba setelah sekian lama kami terdiam

"Ya..." jawabnya singkat dengan pandangan lurus kedepan

"Perempuan itu sudah menikah???" Tanya gue lagi sudah mirip adegan introgasi

"Tidak" jawabnya lagi dengan singkat.

Tidak..????
What..???
Gimana?????
Kok anaknya udah gedde begitu???
Kok bisa-bisanya belom nikah.

"Maksud anda, perempuan itu bercerai???" Aihh.... kok gue udah mirip reporter yaa...

"Belum menikah dan tidak pernah bercerai" ujarnya menatap gue dengan serius.

Eh....
Gimana???
Belum menikah.
Tidak pernah bercerai.
Loh.....

"Airana..... ada banyak hal yang kamu harus ketahui, kamu bisa mencari tahu sendiri karna saya tidak sanggup memberi tahu yang sebenarnya. Saya permisi" katanya tersenyum tipis lalu pergi meninggalkan gue yang mendadak goblok dengan kondisi ini.

Gue buru-buru menyetop taksi menuju alamat rumah dimana Arbi dan gue kunjungi waktu itu. Setibanya disana, gue tidak turun dari taksi, melakukan pengintaian dari jauh. Gue melihat galih yang sedang bermain dengan perempuan itu dengan bahagia. Sekilas gue merasa iba melihat anak itu begitu tersenyum tanpa beban, dan bagaimana perlakuan perempuan itu yang begitu mencintai anaknya.

Akan tetapi gue mendadak kesal ketika mengingat galih memanggil pak Abi dengan sebutan ayah.

Hingga tiba-tiba handfhone gue bergetar menghentikan aktivitas gue melihat kebersaan anak dan ibu dari jauh.

📩Bi
Sayang... are you okey???? Saya kangen sama kamu, kita ketemu di cafe Berlian ya... saya tunggu.

Gue memejamkan mata, meminta supir taksi menuju cafe berlian yang jaraknya agak jauh dari sini.

Gue mulai bingung akan bersikap seperti apa pada pak Abi. Apakah gue akan bersikap cuex??? Marah?? Menbencinya??

--------------

"Sudah sampai neng" kata supir taksi mengalihkan pikiran gue, gue buru-buru mengambil ongkos, mengucapkan terimakasih lalu keluar dari mobil taksi.

Sebelum masuk kedalam, gue memasukkan topi, kaca mata hitam kedalam tas gue.

Gue menghampiri posisi duduk pak Abi yang berada dipaling ujung dan terlihat sangat sepi. Pak Abi tersenyum manis menyambut kedatangan gue dengan meja yang sudah ada jus coklat dan makanan kesukaan gue.

"Sayang.... " pak Abi hendak memegang tangan gue tapi gue menghindarinya dengan berpura-pura memperbaiki baju gue.

"Airana... kamu menghindari saya???" Tanyanya

Gue menormalkan ekspresi wajah gue dengan tersenyum tipis "tidak!!! kenapa???"

"Selama beberapa hari ini, kamu sering mengabaikan pesan saya dengan berbagai macam alasan. Apa ada yang kamu sembunyikan???" Cercanya panjang lebar

Gue tersenyum tipis "tidak ada, saya memang agak sibuk" jawab gue membual.

Kalo ada ajang perlombaan soal kebohongan, mungkin gue adalah juara pertama. Tapi alasan gue emang bener, gue lagi sibuk. Sibuk melakukan pengintaian terhadap pak Abi dan wanita itu.

"Kamu tidak merindukan saya???" Tanya pak Abi

Rindu????
Gue ngak merindukan dia, karna setiap hari gue selalu melihat dia dari kejauhan dan gue tidak memiliki keberanian untuk mendekatinya.
Selama beberapa hari ini, gue juga selalu menahan diri untuk tidak menghampiri pak Abi karna gue belum mengetahui siapa perempuan itu dan apa hubungannya dengan pak Abi.

Mengingat cara bicara perempuan itu dengan pak Abi yang menggunakan Aku-Kamu rasanya mereka sangat dekat.

"Airana.... hei...." pak Abi melambaikan tanganny didepan wajah gue. Astaga gue melamun.....

"Kamu kenapa??? Ada masalah??? Atau kamu merasa tidak nyaman dengan tempat ini???" Tanyanya mulai khawatir

"Tidak... saya baik-baik saja" kata gue mencoba tersenyum manis.

Setelahnya kami kembali terdiam, gue menunduk memainkan handfhone gue menscroll instagram hingga rasanya gue lumayan bosan. Gue melirik pak Abi masih diam memperhatikan gue, sesekali menghela nafas.

Pak Abi menarik handfhone dalam genggaman gue, menyeret gue keluar dari cafe dan memaksa gue masuk kedalam mobil yang disusul pak Abi.

"Biii......" bentak gue saat pak Abi membawa mobil kebut-kebutan.

Tolong lah .. ini nyawa cuma ada satu... mana gue belum nikah.... belum punya anak... gue masih mau merasakan bagaimana rasanya membangun rumah tangga yang harmonis.

"Saya tidak suka kamu mengabaikan saya Airana....." geramnya semakin membawa mobil dengan kecepatn tinggi

"Saya tidak mengabaikan kamu" jawab gue dengan nada bergetar

"Dengan bermain handfhone, kamu bilang itu tidak mengabaikan saya???? Dengar Airana...  saya tidak suka diabaikan" sentaknya marah

Gue memperhatikan jalan yang gue rasa ini semakin jauh, ini juga bukan jalan menuju kossan gue atau bahkan apartemen pak Abi.

"Bi... kamu mau membawa saya kemana???" Desak gue khawatir melihat aura pak Abi yang sudah dipenuhi amarah

"Kemanapun,,,, asal kamu tidak lagi mengabaikan saya, dan disana hanya ada kita berdua" ujarnya penuh penekanan

-------'--

A Request Or Statement About Love (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang