Nine

2.3K 499 181
                                    

"Bu Irene ada masalah hidup apa sih? Ngasih tugas suka nggak mikir!" Renjun menggerutu sembari menggambar sebuah garis di atas karton berwarna putih.

"Ini tugas jaman kapan coba pake karton-kartonan!" lanjutnya lagi.

Saat ini lelaki itu mulai menggambar pola luar tubuh kelinci. "Udah mau ujian akhir, masih aja nggak ada toleransinya!"

Dua lelaki lain juga duduk manis di sana. Mereka sudah saling tatap mendengar ocehan Renjun yang tidak ada habis-habisnya.

"Ini pihak sekolah nyari tenaga pengajar dimana sampe nemu yang kayak Bu Irene!"

"Jun," panggil Jeno takut-takut.

"Apa!"

"Anjir. Serem, Na," bisiknya lagi pada Jaemin.

"Mau gambar? Nah, gambar!"

Dua lelaki itu sontak menggeleng bersamaan.

"Maki guru dosa nggak sih?!" pekik Renjun lagi.

"Dosa," sahut Jaemin.

"Diem!"

Jaemin memandang lelaki di depannya dengan tatapan jengkel. "Nggak usah dikerjain, Jun. Nggak usah."

Renjun berdecak kesal. "Hari Minggu tuh harusnya santai, ini malah kerja kelompok."

"Lo yang minta anjir," respon Jaemin tak senang. Jujur saja, sekarang ini ia sangat ingin menikmati rebahan Minggunya di kamar.

"Lo kemana semalem?"

Ah, iya. Renjun mintanya kemarin ya?

"Belajar," jawab Jaemin singkat.

"Sama Kinara."

Jaemin sontak menatap nyalang ke arah sumber suara.

"Wah." Renjun menggeleng takjub. "Kemaren ada yang bilang nggak bakal naksir. Sayang banget nggak gue record."

"Cuma belajar fisika, Jun."

"Ntar lagi belajar cinta," sahut Jeno lagi.

"Mulut lo kenapa sih, Jen?" Jaemin menatap datar lelaki yang sudah terbahak di sebelahnya.

Renjun terkekeh kecil. "Kak Caca tergantikan nih?"

Mendengar nama gadis pujaannya disebut, lelaki itu tersenyum tipis. Arisha sedang apa ya?

"Telfon kali." Jeno berujar seraya menyikut lengan Jaemin.

"Nanti, Na. Selesain dulu bagian lo."

"Dih, kerangkanya aja nggak kelar-kelar. Udah, Na. Buruan telfon." Jeno kembali menghasut.

"Vidcall?" tanya Jaemin ragu-ragu.

"Gas!"

Renjun berdecak seraya menatap nanar kerangka kelinci yang ia gambar di atas karton. Demi apapun, biologi sangat menyusahkan. Ini sudah karton ketiga, dan lelaki itu masih belum puas dengan hasil kerjanya.

"Nggak ada yang sempurna, Jun. Itu udah bagus, lanjutin aja," kata Jaemin, seolah paham apa yang selanjutnya akan dilakukan Renjun.

Lelaki itu mengangguk pasrah, kemudian melanjutkan gambar kerangkanya yang masih setengah bagian.

"Diangkat?" tanya Jeno sambil melirik layar tablet milik lelaki di sebelahnya.

"Belum." Jaemin menjawab sembari meletakkan tabletnya di stand holder. "Eh, udah."

"Nanaaaaa!" pekik seorang gadis yang tampak melambaikan tangannya di layar.

Jaemin tersenyum. "Pagi, Kak."

Second Lead | Jaemin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang