Fourteen

2.2K 533 228
                                    

"Anjir, dapet A!" pekik Renjun kegirangan. Ia mengangkat tinggi-tinggi karton putih yang beberapa hari lalu menjadi pelampiasan emosinya itu.

"Bu Irene baik banget! Gila ya, ini pihak sekolah nemu guru sebaik Bu Irene dimana sih?" lanjut lelaki itu lagi.

"Muka dua banget, Jun," cibir Jaemin yang sudah jengah melihat wajah gembiranya Renjun.

"Apa maksud?!"

"Nyenyenyenye," ejek Jaemin lagi.

"Wah, ini Nana bukan?" Renjun menepuk pelan pipi kanan Jaemin, membuat lelaki itu sedikit meringis kesakitan. "Tumben nyebelin."

Jaemin berdecak. Tangannya dengan cepat merampas karton putih yang sejak tadi ada di tangan Renjun. "Bilang makasih dulu sama Jeno, ini kalo warna merah gue yakin dapetnya B."

"Itu 70% hasil kerja keras gue, Na."

"Iya, kalo nggak ada 30% nya nggak selesai juga kan?"

Renjun diam sejenak sebelum menjawab, "Iya sih."

Jaemin mengangguk ringan, lalu menggulung kembali karton putih yang tadi ia genggam.

Masih pagi, bel masuk belum berbunyi, Renjun yang datang entah darimana tiba-tiba teriak kegirangan karena dapet nilai A.

Iya, kelompok mereka dapet skor tertinggi. Jaemin awalnya senang, lama-lama kesal juga karena Renjun senengnya nggak habis-habis. Selain berisik, nggak enak juga dilihat sama teman yang lain.

"Jeno mana nih? Ntar lagi bel, kursinya masih kosong aja," ujar Renjun seraya melirik kursi kosong di sebelah Jaemin.

Jaemin terhenyak. Iya juga. Nggak biasanya Jeno telat.

"Telfon coba, Na. Kalo ban nya bocor biar gue jemput sekarang, keburu bel masuk," lanjut Renjun lagi.

Jaemin mengangguk, dengan gesit ia mengeluarkan ponsel dari saku celana. Lalu mencari nama Jeno di daftar kontaknya.

"Diangkat?" tanya Renjun lagi.

"Nggak."

"Tumben. Dia nggak ada bilang sama lo hari ini mau kemana?" Renjun kembali bertanya. Tidak dipungkiri raut wajahnya sudah berubah khawatir.

Jaemin menggeleng lemah. Ia sedikit mendongak, membalas tatapan gelisah dari temannya itu.

"Jeno gapapa kan?" tanya Renjun takut-takut.

"Gue nyari sekarang sempat nggak?" tanya Jaemin yang sudah berdiri dari kursinya.

"Gue ikut."

"Nggak usah."

Belum sempat kaki Jaemin melangkah, bunyi bel masuk menginterupsi pergerakan tubuhnya.

"Sialan." Renjun berdecak frustasi.

"Pulang sekolah aja," final Jaemin yang kembali duduk di kursinya.

*****

"Ra, lo sehat?" Karin melambaikan tangannya tepat di depan wajah gadis yang saat ini sedang senyum mesem-mesem.

Kinara mengangguk cepat.

"Jangan senyum sendiri gitu, serem gue liatnya," keluh Karin sembari melanjutkan kembali catatannya.

Kinara diam tak menyahut. Ia tidak peduli jika temannya ketakutan, lengkungan itu masih setia berada di wajahnya. Bahkan semakin lebar.

"Hari ini bimbingan kan?" tanya Karin lagi. Sesekali ia mendongak melihat tulisan di papan tulis, lalu menyalinnya ke buku.

"Gue nggak bimbingan lagi, Rin."

Second Lead | Jaemin✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang