Setelah pergi dengan Alice, Soodam mulai bertingkah aneh. Namun aku segera mengetahui alasan sikapnya, itu karena dia menyimpan cincin pernikahannya!
~~~
Soodam menggelengkan kepalanya pelan, tatapannya dingin seperti es. "Aku tidak percaya kau melakukan ini."
"Melakukan apa?"
"Menyentuh barangku tanpa seizinku!" Pertama Kalinya Soodam bicara dengan nada tinggi.
"Jangan beraninya bicara seperti itu padaku!" Ku letakkan kembali cincin itu dan berbalik dengan raut wajah marah. "Setelah apa yang ku lakukan, kau tak pantas berteriak begitu padaku!"
"Kau tidak berhak melanggar privasi ku hanya karena telah membantuku!" Dia mengepalkan tangan, petir menyambar di luar.
"Kau berbohong padaku, dan sekarang kau marah? Benarkah?"
' Mengapa dia tidak mengatakan bahwa ia telah menikah? Dan aku jatuh hati padanya. Betapa bodohnya aku! '
Soodam berbalik tanpa berkata apa-apa dan pergi ke kamar.
' Hanya itu? Apakah kami akan berakhir seperti tidak ada yang terjadi? '
Tapi dia kembali lagi dengan mengenakan apa yang dia kenakan saat pertama kali datang ke rumah ini. "Aku meletakkan pakaianmu di atas tempat tidur. Terima kasih sebelumnya atas pertolonganmu." Dia mengambil barang-barangnya dan berjalan pergi keluar dari rumah. Aku mencoba meraih tangannya tapi dia menepisku, melihat ku sebentar lalu pergi.
"Soodam, tunggu!" Aku keluar dari rumah mengikutinya.
' Dia akan mendapatkan bus di kota terdekat. Tapi Alice pernah membawanya melewati kota itu, dia pasti sadar jarak ke sana bermil-mil jauhnya. '
Badanku telah basah kuyup pada saat akhirnya mencapainya. "Soodam, please!"
"Biarkan aku pergi."
"Soodam, a-aku tidak pecaya pada cinta pandangan pertama sampai akhirnya aku bertemu denganmu." Soodam berhenti begitu mendengar ucapanku dan berbalik-balik. "Aku tidak tahu tentang masa lalumu, dan aku tidak peduli."
Aku mengangkat dagunya dan menciumnya dengan lembut, dia membuka matanya lebar-lebar namun kemudian membalas ciumanku. "Maaf, tolong jangan pergi. Aku berjanji tidak akan menyentuh barang-barangmu tanpa izin lagi."
Soodam menangkup pipiku, menyandarkan keningnya di dahiku. "Aku benar-benar tidak ingin pergi." Dia mencondongkan tubuh lebih dekat dan menekan bibirnya di atas bibirku dalam ciuman yang lembut.
Aku meletakkan lenganku di sekelilingnya dan menciumnya kembali dengan penuh gairah, menggerakkan lidahku di dalam dan di atas bibirnya. ' Aku merasa jantungku seperti mau meledak. Bibirnya sangat manis dan lembut. '
"Wow..." Dia terengah-engah begitu aku melepaskan ciuman kami. Aku menyingkapkan rambutnya yang basah di dahinya ke belakang telinganya dengan hati-hati. "Maaf sudah berteriak padamu sebelumnya."
"Tidak masalah. Aku juga tidak memperlakukanmu dengan baik."
Aku mengisyaratkan dia agar berjalan kembali ke dalam rumah, tetapi saat aku hendak masuk juga langkahku terhenti. ' Langkah kaki lagi, seseorang sedang melihatku. Tapi mungkin ini bukan saat terbaik untuk mencari tahu siapa itu. '
Begitu masuk, aku berjalan ke kamar mandi mengambil handuk untuk mengeringkan rambut lalu menyadari sudah hampir jam 2 pagi. "Ngomong-ngomong, kenapa kau bangun?"
"Ponselnya berbunyi. Kemudian aku menyadari sedang hujan, jadi aku ingin merekamnya."
"Dan kau melakukannya." Tangannya berhenti mengeringkan rambutnya. Dia lalu meraih ponselnya dan membiarkanku mendengarkan audio dari saat kami berdua berdebat beberapa detik yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sealed Lips (DIDAM)
Ficción históricaAkankah kau masih akan tetap mencintaiku dengan semua masa laluku? . . . . . . . . Remake Sealed Lips - Scripts