Alice mendesah, ia berjalan ke arah petugas. Mengemasi barang-barangku dan memasukkannya ke dalam kotak, kemudian ia kembali berbalik padaku. "Ayo pergi, mobilku diparkir di luar." Katanya tegas.
Aku tak bergeming, hanya diam dengan mata memandang lurus wajah itu. Wajahnya tanpa ekspresi. "Setelah semua yang ku lalui? Maksudku bukankah mereka harusnya memberi kompensasi, mereka mengirim orang yang tak bersalah ke sini untuk menghabiskan waktu yang terasa seperti seumur hidup. Dan kenapa kau malah harus membayar untuk membebaskanku? Merekalah yang harus membayar kesalahannya. Aku tidak bersalah selama ini!"
"Oke, cukup berperan sebagai korbannya! Kau bebas sekarang, bersyukurlah!" Alice mengusap kasar wajahnya, ia berjalan pergi lebih dahulu.
Aku melihat barang-barangku, ada bola Denise serta ponsel yang bukan milikku di dalam kotak. "Ini bukan milikku." Ucapku sambil memperlihatkan ponsel tersebut pada petugas.
"Soodam berkata jika ia tidak akan keluar dari sini, jadi dia meminta kami memberikannya padamu."
"Huh?!"
"Yah.. bagaimanapun, simpan teleponnya. Kami tidak bisa menyimpannya di sini."
"Kenapa lama sekali? Ayolah, aku lelah menunggu." Alice kembali dengan wajah kesalnya.
"Tunggu, ada satu hal lagi yang harus kulakukan sebelum aku pergi."
"Ugh! Apa lagi?" ujarnya sembari mengacak rambutnya frustasi.
"Aku harus menemui pacarku sebelum pergi." ucapku sembari menyimpan ponsel Soodam.
"Oh serius, kau pasti bercanda!"
"Kau tidak bisa menemuinya, dia dihukum karena mencoba melarikan diri. Jadi dia akan tinggal di sel khusus di mana dia tidak bisa menerima pengunjung." Jelas petugas tadi padaku.
"Tapi pasti ada sesuatu yang masih bisa ku lakukan. Tolong Pak, Please!" Polisi itu melihat sekeliling dan menyadari hanya ada aku dan Alice di sana.
"Baiklah, kau bisa menulis surat untuknya. Akan ku berikan padanya, hanya itu yang bisa ku lakukan untukmu." Petugas itu kemudian berdiri di dekat pintu berjaga jika ada yang datang.
Segera saja ku raih pena dan menuliskan pesan untuk Soodam. 'Aku akan menunggumu, maaf aku tidak bisa mengucapkan selamat tinggal secara langsung. Aku berjanji akan melakukan yang terbaik. Aku tahu kau akan bebas suatu hari nanti dan kemudian semoga kita bisa bertemu lagi. Sampai saat itu, tolong jangan lupakan aku. Aku tidak akan melupakanmu.'
Aku menyerahkan surat itu, menatap tempat itu dengan segala kenangan yang ku miliki.'Ini janjiku, aku akan menunggumu kembali. Hatiku tetap milikmu.'
Ketika keluar dari gedung, kulitku merasakan panas dari sinar matahari pagi. 'Kebebasan, akhirnya! Aku merasa seperti akan menangis sekarang.'
Alice mengabaikanku dan langsung masuk ke mobil, aku mengikuti tepat setelahnya. Tak ada pembicaraan selama perjalanan, hingga akhirnya dia menghentikan mobil.
"Terima kasih telah mengantarku. Sampai jumpa." Ucapku saat meletakkan barang bawaan di lantai.
"Jangan mencoba berpikir untuk menyingkirkanku dengan mudah, kita masih perlu bicara." jawabnya berjalan keluar dari dalam mobil.
"Bicara tentang apa?" Aku mengerutkan kening melihatnya bersidekap sembari menatap tajam padaku.
"Kau berutang banyak padaku, jadi aku meminta hadiah yang tidak boleh kau tolak. Jika kau tidak mengikuti aturanku, aku bisa menuntutmu untuk jumlah yang aku bayar. Dan tentu saja kau bisa berakhir di penjara lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sealed Lips (DIDAM)
Historical FictionAkankah kau masih akan tetap mencintaiku dengan semua masa laluku? . . . . . . . . Remake Sealed Lips - Scripts