Rasa lelah membuatku tertidur sepanjang jalan di mobil polisi, aku baru terbangun ketika mereka menyeretku ke sel.
"Soodam! Kemana kalian membawanya?!!"
Aku menyadari mereka mengirimnya ke sel yang berbeda. Di sel ini ada seseorang dengan rambut merahnya sedang menatapku, lengannya dipenuhi tato.
"Kakak?"
"Tidak, dia pacarku."
"Apakah kalian masih bersama? Maksudku, kalian berdua tampak renggang."
Dia berbaring di atas ranjang susun dan mulai melemparkan bola kecilnya ke langit-langit dan menangkapnya kembali.
"Denise, btw."
"Dita."
"Jika kalian berdua sedang mengalami krisis, kau bisa terbuka denganku."
"Terima kasih."
Segera seorang polisi wanita membuka pintu sel dan memberi isyarat agar aku mengikutinya.
"Hanya satu panggilan yang diizinkan. Bolehkah aku memberimu saran, pemula?" Kata Denise sembari duduk memandangku dengan senyum sinisnya.
"Aku tidak punya waktu meladeni kalian!" Ucap polisi tersebut.
Denise memberiku secarik kertas dengan nomor tertulis di atasnya tepat sebelum aku pergi. Polisi itu membimbingku ke kantor dan memberi privasi untuk menelpon. Segera ku telpon nomor Alice, tersambung.
"Alice? Aku di penjara. Aku ingin kau mengeluarkanku dari sini."
"Oh, kau membutuhkanku untuk mengeluarkanmu? Benarkah?"
"Jangan marah padaku."
"Bagaimana kau mengharapkan aku untuk tidak marah, huh? Kau tidak mendengarkanku. Apakah kau setidaknya membayangkan betapa kau telah menghancurkanku? Bagaimana caraku mengakui penulis terbaikku lah yang ada di berita kriminal TV ?"
"Aku tidak melakukan apa-apa Alice! Aku seharusnya tidak berada di sini."
"Kau jatuh cinta dengan seorang penjahat. Dan itu membuatmu menjadi penjahat juga."
"Tolong.. jika kau tidak memperbaiki ini tidak ada yang akan melakukannya. Aku membutuhkanmu."
"Aku akan memikirkannya dan aku mungkin akan mengunjungimu, aku tidak menjanjikan apa-apa. Tapi jika aku mengeluarkanmu, kau harus berjanji tidak akan pernah berbicara dengan Soodam lagi."
'Aku tidak tahu apakah aku bisa menjanjikan itu.'
"Terima kasih, Alice."
Polisi tadi membawaku kembali ke sel, wajahku terasa panas. Ada air mata yang mengancam untuk jatuh.
"Hei... ada yang bisa kulakukan untuk membuatmu merasa lebih baik?" Denise menoleh padaku, entah kenapa terlihat raut khawatir dari wajahnya.
"Jujur.. maukah kau memelukku?"Dia ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian menarikku mendekat dan memberiku sebuah pelukan erat. Aku memejamkan mata dan menarik napas dalam.
'Wanginya membuatku merasa aman.'
Dia mengusap punggungku dan kemudian menarik diri untuk menghapus air mataku.
"Lebih baik?"
"Sedikit.. terima kasih."
Keesokan harinya, petugas membawa kami berdua ke kantin. Aku melihat sekeliling mencari Soodam, ketika Denise menyikutku pelan.
"Jangan terlalu mencolok. Play it hard."
"Dia pacarku!" kataku masih sibuk mencari keberadaan Soodam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sealed Lips (DIDAM)
Historical FictionAkankah kau masih akan tetap mencintaiku dengan semua masa laluku? . . . . . . . . Remake Sealed Lips - Scripts