1. Prolog

79 9 7
                                    

Hujan masih deras saat seorang pemuda berhadapan dengan seorang gadis yang tampak tergugu. Bahkan terdengar isakan dari mulut sang gadis.

"Maafkan aku, Nay. Aku nggak bisa melupakan Tina. Ternyata selama ini aku masih mencintainya," ucap pemuda itu merasa bersalah.

Sementara Kanaya nampak mengelap air matanya dan memberanikan diri untuk menatap wajah Arya--kekasihnya--yang sudah menemaninya selama tiga tahun ini. Dia pikir keadaan hubungan mereka yang baik-baik saja tidak menjadikan hubungan mereka berakhir.

"Aku pikir kamu beda. Ternyata sama saja." Kanaya tertawa ditengah tangisnya membuat Arya kebingungan. Kemudian tanpa aba-aba telapak tangan gadis itu mendarat di pipi kirinya. Saking kerasnya tamparan dari Kanaya membuat tubuh Arya sempat sempoyongan.

Arya nampak syok. Ia tidak mengira respon Kanaya akan seperti itu. Ia kira Kanaya akan memelas memintanya untuk jangan meninggalkannya, tapi gadis itu malah bertindak kasar padanya.

Arya tersadar saat Kanaya berteriak memakinya.

"Pergi lo dari sini, dan jangan hadir di hadapan gue lagi!"

Kanaya mendorong tubuh Arya hingga pemuda itu hampir jatuh. Bak sebuah drama Kanaya tampak seperti ibu tiri yang sedang mengusir anaknya ditengah hujan yang deras.

"Nay, kok lo kasar banget sih!" Arya tampak tidak terima diperlakukan seperti itu.

"Gue kasar karna lo, Ar! Lo udah bikin gue sakit hati!" Kanaya tak mau kalah. Gadis itu bahkan dinobatkan sebagai ratu ngeles oleh teman-temannya.

"Tapi gue udah jujur sama lo. Harusnya lo bisa nerima dengan berbesar hati." Bela Arya.

Kanaya tersenyum mengejek.

"Lo pikir gue kayak cewek di luar sana, yang ketika dikhianatin cowoknya trus nangis seharian. Maaf gue nggak selemah itu!"

Setelahnya Kanaya mendorong Arya hingga pemuda itu sudah keluar dari pagar rumah. Keadaan keduanya sudah basah kuyup.

Sebelum pergi Arya menunjuk wajah Kanaya dengan wajah yang mengeras.

"Gue nggak akan melupakan hari ini. Lo ingat itu!"

Kanaya seakan disergap ketakutan saat Arya menekankan kalimat terakhirnya. Entah kenapa Arya bukan seperti sosok yang ia kenal selama ini. Perpisahan hari ini sepertinya keputusan yang tepat.

Ketika sosok Arya menghilang dari pandangannya, Kanaya yang ingin masuk ke dalam rumah malah menghentikan langkah saat melihat Sebastian di tampar oleh Putri. Sepertinya mereka sedang ada masalah.

Awalnya Kanaya tidak mau ambil pusing dengan mereka hingga suara Putri yang bergetar mengucapkan kata putus mengalihkan perhatiannya.

"Hubungan kita sampai sini saja. Jangan temui aku lagi." Setelah berkata demikian, Putri meninggalkan rumah Sebastian sambil menangis bahkan gadis itu tidak memberi kesempatan untuk Sebastian berbicara.

Kanaya hanya menghela nafas berat. Sepertinya hari ini adalah hari terberat mereka. Ia kembali melangkah sebelum suara berat pemuda itu mencegahnya.

"Nay, mau nikah sama aku?"

Entah kemasukan apa ketika mulut Kanaya menanggapi perkataan dari Sebastian sore itu.

"Mau."

~~~

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang