Kanaya masih tidak percaya situasinya saat ini. Sekarang ia sedang duduk bersama dengan seluruh anggota keluarganya. Yah, meski tiap hari pasti mereka selalu bertemu dan berkumpul seperti sekarang. Cuma duduknya mereka kali ini bukan hanya keluarga Kanaya saja, tapi ada keluarga Sebastian juga.Setelah omongan Kanaya dan Sebastian sore itu. Nyatanya mereka berdua memang serius mau mewujudkan apa yang sudah mereka ucapkan. Bahkan baik Kanaya maupun Sebastian keduanya sudah memikirkannya matang-matang. Obrolan mereka berlanjut malam harinya saat Kanaya mau tidur, tiba-tiba kedatangan Sebastian ke rumahnya lalu mengutarakan maksudnya. Kanaya masih ingat sekali laki-laki itu datang dengan piyama serta hidung yang memerah karena pilek.
"Kalian lagi nggak ngeprank kami, kan?" Om Agus terlihat ragu.
"Nggak, Pah! Dibilangin Tian mau nikah sama Naya, kok!" Sewot Sebastian di ujung kursi sebab dari awal ia mengatakan ingin menikahi Kanaya tapi sampai sekarang baik papa maupun mamanya tidak percaya.
"Sejak kapan kalian pacaran?" Tante Maya menyahut.
Keenan di sebelah Kanaya tampak menahan tawa. Laki-laki itu bahkan meremas ujung kemejanya.
"Kami nggak pacaran, Ma. Mau langsung nikah aja," jelas Sebastian hampir putus asa.
"Lah gimana sih, nggak pacaran tapi mau nikah," sahut Tante Gendis bingung.
Sebastian tampak memberi isyarat pada Kanaya dengan sebelah matanya. Meminta gadis itu saja yang menjelaskan. Untungnya Kanaya peka dan paham.
"Gini Bun, Naya dan Tian, kan udah temenan dari kecil, baik buruknya sifat kami udah tahu, jadi kami nggak perlu lagi pacaran. Apalagi usia kami juga bukan anak remaja lagi. Jadi, kami memutuskan untuk menikah," jelas Kanaya tenang.
Keenan yang di samping Kanaya menyenggol bahu adiknya dengan siku.
"Lo nggak sedang demam, kan?" Serta merta tangan Keenan menempel di dahi Kanaya. Memeriksa apakah adiknya sedang sakit makanya bisa berbicara aneh seperti itu.
Kanaya menepis tangan Keenan dengan kasar membuat kakak laki-lakinya itu meringis.
"Gue sehat, dodol!"
"Naya, omongannya!" Cegah Satria pada Kanaya.
"Maaf, Yah, lagian kak Keenan hobi banget ledekin Naya!" Belanya. Sementara Keenan menjulurkan lidahnya pada Kanaya yang menatapnya dengan sebal.
"Kalau ini keputusan kalian, ayah setuju saja."
"Beneran, Om?"
"Serius, Yah?"
Satria menatap Kanaya dan Sebastian bergantian lalu mengangguk.
"Bentar deh, bukannya kalian punya pacar ya?" Sahut Keenan yang tiba-tiba teringat kalau keduanya sedang menjalin hubungan dengan pacar masing-masing.
Seketika Sebastian berdehem canggung, begitu pun dengan Kanaya tampak mengalihkan tatapannya.
"Kok pada diem?"
"Kita udah putus," kata Kanaya yang teringat kejadian sore itu.
"Putus kenapa? Bukannya lo sama Arya adem ayem, ya?" Keenan agaknya bingung dengan hubungan adiknya itu. Setahunya mereka sudah lama berpacaran.
"Dia selingkuh sama Tina!"
"Tina mantan pacarnya itu?" Tanya Keenan memperjelas kejengkelan Kanaya. "Kok bisa?" Keenan tak habis pikir.
"Lo putus juga dengan Putri?" Keenan beralih pada Sebastian yang tampak uring-uringan. Pemuda itu mengangguk membuat Keenan menepuk dahinya.
"Lo selingkuhin Putri?"
Sebastian menggeleng kuat. Dia tidak mau dituduh karena kenyataannya bukan dia yang bersalah.
"Nggak, Kak, Putri sendiri yang mutusin gue. Dia itu posesif, jadi apa-apa gue harus laporan sama dia, udah kayak satpam aja. Trus cemburu nggak ketulungan," jelas Sebastian panjang lebar mengeluarkan unek-uneknya.
"Masa sih? Lo nya aja yang nggak bisa jaga perasaan wanita. Contoh gue dong, sekali sama cewek langsung setia."
Kanaya memutar bola matanya malas. Kakaknya itu kalau sudah sifat kepedean datang, sudah tidak sadar sama umur.
"Nggak nyadar, situ di gantungin?" Ejek Kanaya membuat raut Keenan sudah seperti kepiting rebus.
"Tapi menurut mama ya, kalian pikirin dulu deh. Jangan asal ambil keputusan. Kalian sedang kecewa, trus sama-sama mau melampiaskan kekecewaan kalian dengan menikah?" Maya menggeleng. "Nikah itu bukan perkara main-main, loh."
"Iya, Ma. Kami beneran serius mau nikah. Mama kok malah kayak ngelarang, sih!" Protes Sebastian pada mamanya.
"Udah, Ma. Mereka kayaknya udah yakin. Kita dukung aja keputusan mereka," sela Agus pada Maya.
Maya menghela nafas sambil menatap putra semata wayangnya lalu beralih pada Kanaya, gadis yang sudah ia anggap seperti anak sendiri.
"Kalau memang kalian sudah yakin, Mama sih setuju aja."
Sementara Sebastian dan Kanaya saling melempar senyum.
"Bunda dan Ayah juga setuju, kan?" Tagih Kanaya pada dua orang tuanya. Kemudian keduanya mengangguk.
"Lo nggak nanya gue gitu?" Sahut Keenan merasa tak dihiraukan kehadirannya.
"Maaf, ya, situ siapa?"
Alhasil kepala Kanaya langsung ditoyor sama Keenan. Jadi adik durhaka dia.
"Kak, doakan kami, ya," pinta Sebastian membuat Keenan memandang aneh pada pemuda itu.
"Woy, aneh banget dah kalian. Geli gue, ini seriusan kalian mau nikah? Nggak mikir dulu?"
"Udah sholat istikharah gue, Kak!" Jawab Sebastian ngegas. Sementara Keenan malah terkekeh geli. Akhirnya Sebastian yang punya tingkat kesabaran yang tipis kembali lagi.
"Jadi kapan rencana kalian mau nikah?"
"Bulan depan," jawab Sebastian dan Kanaya kompak.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Hidup
General FictionKata orang pria dan wanita tidak bisa jadi teman, tapi lain halnya yang terjadi dengan Kanaya dan Sebastian. Dua manusia itu sudah jadi teman sejak orok. Keduanya mematahkan pernyataan itu sebab persahabatan mereka tak lekang oleh waktu bahkan diaku...