3. Undangan

46 8 0
                                    


"Bulan depan gue mau nikah sama Tian," ucap Kanaya pada dua makhluk cantik di depannya. Alhasil salah satu dari keduanya hampir tersedak minuman.

"Nay, lo lagi ngigau, ya?" Tari menempelkan punggung tangannya ke kening Kanaya. Kemudian menurunkan kembali setelah tahu suhu gadis itu masih normal.

"Gue rasa dia udah gila habis diputusin Arya," sahut Ratna.

Seketika kepala keduanya diketok pakai sendok oleh Kanaya.

"Eh, gue nggak ngigau dan yang mutusin itu gue bukan Arya!" Sanggah Kanaya.

Tari bersungut-sungut sebal karena Kanaya mengetok kepalanya terlalu keras. Sementara Ratna seperti meminta penjelasan dari Kanaya.

"Jadi beneran? Lo mau nikah sama Tian?"

Kanaya mengangguk sembari menyodorkan sebuah undangan warna putih keemasan itu pada kedua sahabatnya.

Buru-buru Tari membuka undangan itu dan diikuti oleh Ratna.

Setelah membaca nama calon pengantin di sana keduanya menatap Kanaya tak percaya bahkan Ratna menutup mulutnya shock.

"Nay, lo nggak becanda, kan?" Tanya Tari sekali lagi.

Kanaya memutar bola matanya malas.

"Ya kali gue becandanya sampe bikin undangan kayak gini?"

Benar juga, Kanaya bukan tipe manusia yang kalau bercanda bisa seniat itu.

"Kok bisa? Eh, maksud gue, kenapa harus Tian? Ya ampun Nay, sefrustasi itukah lo sama Arya?"

"Maksud lo apa sih, Na? Tian sama gue nggak cocok gitu?" Kanaya jadi sewot atas respon yang diberikan oleh kedua sahabatnya.

"Bu-bukan gitu lo, Nay. Maksud gue tuh, kalian, kan udah temenan dari lahir, udah kayak Upin dan ipin, jadi aneh nggak sih kalau kalian jadi pasangan?" Jelas Ratna takut-takut.

Kanaya memang tidak memungkiri hubungan ia dengan Tian. Persahabatan mereka memang sudah diakui oleh orang yang berada di sekitar mereka bahwa keduanya memiliki hubungan persahabatan tak lekang oleh waktu. Jadi pantas jika ada rasa tidak percaya pada mereka.

"Kami udah memikirkannya kok dan itu adalah keputusan yang terbaik," ucap Kanaya yakin.

"Memangnya lo ada rasa sama Tian?" Kali ini Tari yang bertanya.

"Maksud lo cinta?" Kanaya terkekeh sebentar. "Nikah bukan tentang cinta aja, Tar. Lebih dari itu bagaimana kita menjalani kehidupan dengan seseorang yang membuat kita nyaman bersamanya sampai tua." Setelahnya Kanaya menggeleng sadar akan perkataannya yang tetiba bijak. Lagian selama ini sudah banyak cinta yang ia berikan, tapi nyatakan yang ia dapatkan hanyalah sebuah pengkhianatan.

Tari dan Ratna mengangguk setuju dengan pernyataan gadis itu. Kemudian keduanya menggenggam tangan Kanaya.

"Mungkin kalian memang diciptakan bersama, Nay," ucap Ratna.

"Semoga nanti kalian nggak gelud lagi ya kalo udah nikah," sambung Tari.

Detik selanjutnya, ketiga gadis itu tertawa. Kanaya tidak bisa membayangkan nanti bagaimana harus sekamar dengan lelaki tengil itu. Tiba-tiba saja bayangan mereka saat gelud terlintas. Namun, ia yakin Tian tidak akan mengecewakannya.

~~~

Sebastian sudah kesal melihat ketiga makhluk yang sedang menertawakan dirinya. Bukannya apa, sekarang mereka sedang di kantin fakultas dan menjadi pusat perhatian karena tawa ketiga sahabatnya itu.

"Puas kalian?" Tian menatap ketiganya bergantian sambil menyilangkan tangan.

Rendy menyikut Jojo dan Jeje hingga keduanya menghentikan tawanya. Pemuda itu tahu kalau Sebastian sudah marah bakal menakutkan.

"Lo serius mau nikah sama Naya?" Jojo nampaknya masih belum percaya saat Sebastian mengatakannya tadi.

Sebastian hanya menaikkan kedua alisnya.

Kemudian Jeje berdehem keras mengalihkan atensi ketiganya.

"Gue tahu hubungan lo sama Putri sedang nggak baik, tapi masa iya lo mengorbankan Naya," ucap Jeje.

Seketika Sebastian menyentil dahi pemuda itu geram hingga Jeje mengeluarkan suara mengaduh.

"Sembarangan kalo ngomong! Lagian gue sama Putri udah putus dan itu nggak ada hubungannya dengan Naya!" Protes Sebastian.

Rendy dan Jojo kompak tersedak minuman lalu saling pandang.

"Kok kalian putus?"

"Capek gue di curigai mulu sama tuh cewek!"

Ketiganya paham bagaimana Putri sangat posesif terhadap Sebastian. Pernah sekali Tian lupa mengabari gadis itu karena terlalu sibuk dengan tugas kelompoknya dan besoknya Tian di larang kemana-mana bahkan Rendy yang menanyakan kabar lewat telpon malah di reject olehnya.

"Kalo gue sih, udah gue putusin Putri dari dulu," sahut Rendy.

"Lo kayak nggak tahu Tian aja, dia, kan bucin!" Ejek Jeje lalu tertawa.

Sebastian tidak tersinggung atas perkataan Jeje karena kenyataannya dia memang sebucin itu sama Putri. Dari awal kenal cewek itu, dia sudah menyukainya. Parasnya yang memang cantik dan pintar membuat Sebastian tidak bisa pindah ke lain hati, tapi setelah menjalani hubungan hampir dua tahun, ia terlalu capek akan sikap Putri yang selalu mengekangnya. Bahkan Kanaya pernah dilabrak karena mengira ia berselingkuh.

"Gue mau hidup nyaman tanpa tertekan lagi, dan sepertinya bersama Naya gue bisa dapatkan itu," ucapnya yakin.

"Gue setuju aja lo sama Naya. Kalian udah temanan dari kecil," sahut Rendy.

"Gue nggak setuju. Naya itu kasar banget. Lo ingat nggak waktu gue pinjam motor lo, trus kelupaan ngisi bensinnya, Naya tiap ketemu gue natapnya sinis banget," gerutu Jojo mengingat kejadian yang tidak mengenakkan itu.

"Sekarang Naya masih gitu sama lo?" Tanya Jeje penasaran.

Jojo malah menghendikkan bahunya. Sementara Sebastian malah tertawa teringat bagaimana gadis itu sewot minta ampun saat tahu motornya dibalikin dalam kondisi bensinnya kosong yang mengakibatkan ia telat presentasi.

"Itu sih memang salah lo!" Sergah Jeje sambil menepuk kepala Jojo dengan kertas revisian.

Kemudian ketiganya terdiam saat Sebastian menyodorkan sebuah undangan putih keemasan di hadapannya mereka.

"Widih, beneran cuy, Tian mau nikah!"

"Gila sih ini!"

"Nggak nyangka gue, nikah sama tetangga sendiri."

Setelah respon terakhir dari Rendy membuat ketiga pemuda itu tertawa geli. Bahkan Sebastian tidak menyangka sebelumnya. Naya yang dari kecil sering nangis dan dia yang selalu mengelap ingusnya akan menjadi pasangan hidupnya dalam waktu sebulan lagi.

~~~

Teman HidupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang