Chapter 2 - Bertemu Denganmu Lagi.

27 13 16
                                    

Saat masuk ke kelas, suasananya sangat ramai dan aku melihat banyak murid yang sangat ceria. Aku adalah orang yang sangat pemalu, jadi aku belum bisa mengakrabkan diri dengan teman-teman baruku. Yang kupikirkan saat itu adalah segera duduk karena kakiku sangat sakit. Karena hanya tersisa satu bangku kosong, mau tidak mau aku duduk disitu.

Ketika aku menghampiri bangku kosong itu, aku merasakan aroma harum yang berasal dari lelaki yang sedang tidur di bangku sebelahku. Karena hari itu adalah hari pertama, sekolah mengizinkan para murid untuk memakai pakaian bebas. Dan dari semua warna, dia memakai jaket, sepatu, baju, dan celana bewarna hitam. Aku mulai merasakan keanehan darinya dan juga sesuatu yang familiar.

Guru datang dan memulai perkenalan dari murid yang duduk paling depan. Murid di kelasku hanya dua puluh siswa. Diantara kelas lain, kelasku memiliki murid paling sedikit. Hampir semua teman-teman di kelasku sudah memperkenalkan diri, dan sekarang giliranku untuk berkenalan.

"Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Bunga Melati".

"Melati? Bunga Melati?", tanya salah satu teman sekelasku.

"Iya".

Saat itu aku memakai baju, celana, sepatu, dan bahkan tasku bewarna putih. Teman sekelasku yang menyadarinya, mereka memberiku sebutan cewe polos karena aku yang terlihat pendiam dan memakai semua barang bewarna putih, juga karena namaku Melati seperti bunga Melati yang bewarna putih polos. Itulah bagaimana asal nama panggilanku terbuat.

Berbeda dengan lelaki yang duduk di sebelahku, mereka memanggilnya cowo aneh karena ia menggunakan semua barang yang bewarna hitam. Ia juga mempunyai aura yang sangat gelap. Ketika guru memanggilnya, ia tetap tidur seperti tidak peduli dengan sekitarnya. Guru menyuruhku untuk menepuk bahunya. Mungkin karena tepukanku terlalu keras setelah menepuknya berkali-kali, ia langsung menoleh dan menatapku sinis.

"Apa?", tanya lelaki itu.

Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, mungkin karena terlalu terkejut dengan tatapan itu. Kemudian guruku memanggilnya untuk perkenalan. Semua murid perempuan di kelas terpesona ketika dia berdiri dan menyeka rambutnya.

"Gilak, udah tinggi ganteng lagi", bisik perempuan yang duduk disebelahku.

Tubuh tingginya dengan wajah tampan dan tatapan yang sangat dingin, memang sempurna untuk kujadikan cinta pertama.

"Kenalin, gua Angkasa Radi, panggil aja Angkasa", ucapnya dengan suara yang tegas dan lantang.

Bahkan aku tersipu hanya dengan mendengar suaranya. Aku tidak bisa berhenti melihatnya. Kemudian dia menyadari hal itu, dan dengan suara yang keras dia mempermalukanku di depan semua orang.

"Kamu liatin aku terus daritadi, suka lu?", tanyanya dengan spontan.

"Engga kok, tadi aku lihat ada serangga di tembok belakangmu".

Dia tidak memberi respon dan hanya melihatku dengan tatapan seperti merendahkan. Aku tidak membencinya karena aku tahu jika sifatnya memang seperti itu. Angkasa kembali tidur dan perkenalan sudah selesai. Tiba-tiba, pintu kelas terbuka dan Morgan masuk dengan wajah bahagianya. Rasa malu yang kurasakan bertambah ketika Morgan memanggilku dengan sangat keras.

"MELATIII!!", teriak Morgan sambil berlari ke arahku.

Aku merasakan suasana yang sangat canggung dengan teman sekelasku. Aku tahu mereka semua menatapku dengan sinis, terutama empat wanita yang duduk di depan. Morgan menarik tanganku dan melompat kegirangan. Karena terlalu berisik, Angkasa berdiri dan menarik kerah Morgan.

"Berisik!", bentak Angkasa sambil memperlihatkan wajah kesalnya.

"Kenapa lu", balas Morgan.

Aku tahu jika aku tidak melerai, mereka akan membuat keributan. Aku menarik Morgan untuk mengambil kursi di luar kelas. Guruku hanya diam dan melihat situasi dimana dia bisa memberi mereka berdua hukuman karena membuat kegaduhan di hari pertama sekolah.

"Bu guru, saya ijin membantu Morgan mengambil meja dan kursi ya".

Setelah ibu guru memberiku ijin, aku menyuruh Morgan dan memberitahunya.

"Lain kali jangan kaya itu, gimana kalo situasi jadi gak terkendali".

"Sorry, aku gak suka sama cowo tadi".

"Dia emang gitu orangnya, biarin aja".

"Kamu kenal dia?"

"Engga kok, kelihatan aja kalo orangnya emang begitu", jawabku sambil berusaha menyembunyikan wajah panik.

Morgan memilih meja dan kursi, lalu dia kembali ke kelas dan duduk di sampingku. Aku sangat tidak nyaman karena duduk diantara Angkasa dan Morgan. Aku memanggil guru dan meminta ijin untuk bertukar tempat duduk dengan lelaki yang duduk di depanku.

"Kenapa pindah tempat duduk?", tanya Morgan sedih.

"Maaf, aku gak nyaman duduk di belakang".

"Ya udah kalau gitu aku juga ikut pindah".

"Jangan!", aku membentaknya karena sangat panik dengan tindakannya.

"Tolong yang di belakang jangan membuat keributan", tegas ibu guru.

Bu Siska adalah guru wali kelasku, ia memang orang yang sangat sabar, tetapi ketika kesabarannya sudah hilang dia akan menjadi sangat galak. Aku sadar setelah melihat raut wajah bu Siska. Morgan memang anak yang sangat menyebalkan, ia tidak berhentinya menggodaku dan membuat semua siswa di kelas terganggu.

"Sudahlah, fokus ke pelajaran", ucapku kesal.

"Sorry", ucap Morgan dengan rasa bersalah.

Setelah hal itu, dia sudah menyadari kesalahannya dan tidak menganggu lagi. Bu Siska memang guru yang hebat karena aku paham dengan semua ajarannya. Karena aku merasa pelajarannya sangat mudah, aku jadi bertekad untuk menjadi siswa yang berprestasi di sekolah.

Aku sungguh senang karena di hari pertama sekolah aku mendapatkan guru wali kelas yang baik, selain itu teman-teman sekelasku juga tidak membenciku meskipun aku menganggu mereka. Aku juga beruntung telah bertemu dengan Morgan.

Bel pulang sekolah berbunyi, teman sekelasku dengan cepat mengambil tasnya dan langsung pulang, sementara aku pergi bertemu dengan guru untuk meminta kelas tambahan. Satu jam setelah aku berkonsultasi dengan guruku, aku pergi ke kelas untuk mengambil tasku. Aku terkejut karena Angkasa masih tidur di kelas. Aku bingung karena sudah jam 4 sore dan dia masih belum pulang, satpam sekolah sudah datang untuk mengunci semua kelas. Mau tidak mau, aku membangunkan Angkasa.

"Angkasa, bangun", ucapku pelan.

Dia masih tidak bangun dan aku sudah mendengar suara langkah satpam yang mendekat. Karena tidak ada pilihan lain, aku menepuk punggunnya dengan keras.

"Kamu kenapa sih!", bentaknya keras hingga membuatku terkejut.

"Maaf aku gak punya pilihan lain".

Satpam sudah berada di depan kelas dan memanggil kita untuk keluar karena pintu kelas akan ia kunci. Angkasa terlihat bingung dan sedikit kesal. Aku tidak berani bertanya dengannya, jadi aku langsung pergi meninggalkannya. Sambil menunggu kakakku, aku duduk di bangku taman sekolah. Ketika aku menoleh, aku melihat Angkasa mengikuti.

"Lain kali jangan bangunin aku".

"Tapi pintu kelasnya mau dikunci".

"Ngapain sih lu ngurusin hidup gua".

Aku sangat kesal, bukannya berterima kasih, dia malah marah denganku. Karena sudah tidak tahan, aku membentaknya.

"Kamu itu kenapa sih!".

Angkasa tidak meresponku sama sekali, bahkan dia memalingkan wajahnya. Dua puluh menit berlalu, suasana semakin sepi ditambah aku dan Angkasa duduk bersebelahan tetapi tidak berbicara sama sekali. Untung saja kakakku datang bersama Adinda. Ketika Adinda datang, ia terlihat bingung karena melihat Angkasa berada di taman.

"Ngapain kamu disini?", tanya Adinda.

"Tanya sendiri sama adik ipar lu", ucap Angkasa sambil menatapku.

Adinda menatapku dengan sangat serius, ia langsung menarik tanganku.

"Mel aku mau bicara bentar".

Bunga AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang