Chapter 10 - Mengejar Angkasa (2).

7 5 0
                                    

Selesai mencuci piring, aku dan kakakku kembali ke kamar masing-masing hingga malam hari tiba. Karena hari itu orang tuaku sedang dalam perjalanan bisnis dan menginap selama seminggu, jadi aku dan kak Mawar yang menyiapkan makan malam. Ketika keluar dari kamar, aku berpapasan dengan Angkasa yang sedang menyender di depan pintu kamar.

"Oh hei."

"Eh? Kenapa kamu keluar? Ini belum waktunya makan malam."

"Aku ingin membantumu."

"Tapi kakakku ak-"

"Aku sudah bilang kak Mawar jika aku akan menyiapkan makan malamnya", potong Angkasa.

"Kenapa kau menggantikannya?"

"Aku tidak enak karena tadi siang kakakmu membantu tapi aku tidak."

"Oh, itu karena aku ingin berbincang dengan kakakku."

"Kalau begitu anggap saja aku ingin berbincang denganmu."

"Hahaha."

"Kenapa tertawa?"

"Kamu lucu sekali."

"Hmm."

Aku pergi ke dapur bersama Angkasa. Tanpa diduga, ia adalah orang yang pandai dalam memasak. Ia langsung mengambil alat dan bahan seperti profesional. Sungguh calon suami idaman.

"Ternyata kamu pintar memasak ya."

"Nenekku selalu mengajariku sejak kecil."

"Wah beliau pasti koki, dilihat dari cara memasakmu yang hebat."

"Iya, dia memiliki restoran yang sangat terkenal, ramai penduduk datang kesana setiap pagi dan malam untuk menikmati hidangan sederhananya yang enak."

"Wah aku ingin mencoba masakan beliau."

"Tidak bisa", desah Angkasa sendu.

"Kenapa begitu?"

"Restorannya sudah tutup sejak lama setelah nenek meninggal."

"Astaga, maafkan aku."

"Tidak apa-apa, aku juga sudah merelakan kepergiannya."

Setelah menceritakan tentang neneknya, aku bisa merasakan betapa dekatnya mereka. Neneknya pasti sangat menyayanginya karena ia menceritakan semuanya dengan detail seakan ia tidak pernah melupakan hal sekecil apapun. Waktu cepat berlalu, tanpa disadari hari sudah malam dan masakan sudah siap untuk dihidangkan. Sesuai dugaanku, masakan buatannya memang enak, dapat dirasakan lewat aromanya yang sangat lezat. Aku membawa masakannya ke meja makan, lalu memanggil kedua kakakku.

"Aroma lezat apa ini?"

"Wah harum sekali baunya."

"Iya, Angkasa yang membuatnya."

"Hah? Kau membuatnya?"

"Iya kak, maaf kalau tidak enak."

"Baunya harum begini tidak mungkin jika rasanya tidak enak."

"Ternyata calon adik ipar pintar masak ya haha", goda kakakku.

"Kakk."

"Ayo makan."

Ketika kakakku mulai memakannya, ia kehabisan kata-katanya karena memang rasanya sangat enak dan tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata.

"Wow! Ini makanan terenak yang pernah aku makan selama ini."

"Gila sih, ini enak banget."

Aku bisa melihat wajah Angkasa yang sangat senang, wajahnya memerah mendengar pujian dari kedua kakakku. Karena aku tidak ingin kalah, aku juga mencoba untuk memakannya. Reaksi yang sama seperti kedua kakakku, aku tidak bisa mengatakan apa-apa saking enaknya. Makanannya sungguh membuatku seperti berada di surga.

Bunga AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang