Chapter 9 - Mengejar Angkasa (1).

10 5 2
                                    

Setelah memutuskan untuk mengejar Angkasa, aku mulai terpikir akan rencana-rencana untuk membuatnya jatuh cinta padaku, seperti yang kak Calyx sarankan. Kebetulan dalam perjalanan ke rumah, aku melihat warung kecil yang sangat sepi. Aku akan memanfaatkan waktu dan tempat sebaik mungkin.

"Umm Angkasa", ucapku malu sambil menarik ujung baju Angkasa.

"Kenapa?"

"Ada warung di sana, mau makan bersama?", ucapku sambil menunjuk warung kecil itu.

"Kau lapar?"

"Tidak sih, aku hanya ingin makan."

"Kau tidak lapar kenapa ingin makan?"

"Ahh iya iya, aku lapar maka dari itu temani aku", jeritku malu.

"Nah gitu dong, harus jujur."

"Maaf."

"Ayo."

Karena warungnya berada di seberang jalan, kita harus menyebrang dan saat itu jalan sangat ramai.

"Boleh aku pegang tanganmu?"

"Hah?", jeritku keras karena jalan sangat ramai dan dia bertanya dengan suara yang sangat kecil.

Wajahnya mendekat dan ia berbisik, "bolehkah aku memegang tanganmu?"

Bisikannya sungguh membuat hatiku tidak tenang. Jantungku berdegup dengan kencang karena wajahnya yang sangat dekat. Bahkan aroma wanginya tercium sangat pekat. Aku tidak bisa menyembunyikan wajah dan telingaku yang memerah seperti tomat rebus.

"Bo o leh kok", ucapku terbata-bata karena terlalu malu untuk menjawabnya.

Tanpa menunggu, Angkasa langsung memegang tanganku dengan erat, lalu kita menyebrang dengan selamat.

"Terima kasih"

"Makanlah."

"Kamu tidak makan?"

"Aku tidak lapar jadi aku akan menunggumu."

Aku merasa bersalah karena telah membuatnya menunggu. Tapi aku juga kecewa karena apa yang aku pikirkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Yang aku pikirkan saat itu adalah duduk bersebelahan dengan Angkasa sambil melihatnya makan. Ekspetasiku yang tinggi seakan menamparku dengan realita yang menyedihkan. Bahkan Angkasa tidak masuk ke warungnya dan ia benar-benar menungguku di luar. Karena ia sudah mengantar, aku jadi tidak enak dengannya. Aku memesan dua nasi bungkus lalu meminta penjualnya untuk membungkus makanannya. Untung saja saat itu warung sedang sepi jadi pelayanannya sangat cepat. Ketika penjual sudah memberikan pesananku, aku keluar menemui Angkasa yang sedang duduk sambil bermain game di ponselnya.

"Main ponsel terus", ucapku kesal dalam hati.

Ada saat dimana aku berharap aku menjadi ponselnya karena ia selalu bermain dengan ponselnya setiap saat. Terlihat di benakku, "kenapa kamu selalu menggunakan ponselmu, memang apa yang menarik di dalam sana?". Karena aku sedang kesal, aku jadi tidak sadar jika sejak aku keluar dari warung, Angkasa selalu memperhatikanku.

"Aku sudah selesai."

"Oke."

Ia berdiri dan kembali memegang tanganku, lalu kita menyebrang dengan selamat. Sejujurnya, 5 menit sebelum menyebrang aku sangat kesal dengannya namun setelah ia memegang tanganku, seperti di sebuah film romansa dimana tokoh utama pria dengan auranya yang sangat keren memegang tangan gadisnya dan berlari dengan efek dedaudan yang cantik dan angin yang sangat kencang hingga mengibas rambutku dengan estetik, lalu sang pria menoleh dan menatap gadis itu dengan senyumannya yang manis.

Bunga AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang