Chapter 8 - Salah Paham.

9 6 0
                                    

"Eh? Kenapa tertawa?"

"Bagaimana bisa kau menyimpulkan hal itu hahaha."

"Karena kau terlihat dekat dengannya."

"Bahkan jika disuruh memilih diantara mereka bertiga aku akan memilih Putra."

Setelah mendengar jawaban Abila, aku sangat malu karena salah paham. Menyimpulkan sesuatu yang belum pasti adalah suatu hal yang tidak boleh dilakukan dan aku menyadari kesalahanku.

"Mel, aku dekat dengan Angkasa karena dia yang paling pintar diantara mereka bertiga."

"Jadi tadi kau membahas.."

"Iya, aku membahas pelajaran."

"Lalu pelajaran apa yang bisa membuat kalian sampai tertawa terbahak-bahak."

"Bahasa inggris, kita hanya membicarakan tentang jokes."

"Maaf ya."

"Hahaha, tidak apa-apa kok, mungkin jika kau berbicara akrab dengan Putra, aku juga akan kesal."

"Maaf banget."

"Ngomong-ngomong, kau suka Angkasa?"

"Hah?", jeritku terkejut karena Abila menyadarinya.

"Jadi kau suka ya?", goda Abila sambil menjawil daguku.

"Iya, tapi jangan bilang siapa-siapa", bisikku di telinga Abila.

"Iya akan kujaga rahasia ini."

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Kau terlihat sangat cemburu lho tadi."

"Sekali lagi maaf ya jika asal menyimpulkan."

"Hah? Melati suka Angkasa?", tanya Morgan yang tiba-tiba datang.

Abila menepuk jidatnya dan menyuruh Morgan untuk tutup mulut.

"Sttt, kau bisa diam tidak sih!", ketus Abila.

"Ini kan informasi besar."

Karena terlalu malu dan aku tidak bisa mendengar omongan Morgan lagi, aku pergi meninggalkan mereka berdua. Abila langsung memukul Morgan karena ia pikir aku marah dengannya.

"Lihatlah betapa bodohnya dirimu!"

"Aku hanya menggodanya."

"Cepat minta maaf!"

"Iya iya, galak banget deh."

Karena terlalu lelah dan tidak bisa berpikir, aku duduk di bangku taman rumah Abila. Bangku yang sangat panjang membuatku ingin tidur disana dan menikmati udara yang sejuk dengan langit biru yang sangat cantik. Aku menutup mataku, membayangkan jika bisa duduk berduaan dengan Angkasa, pikiran itu membuatku tersenyum seperti orang yang sedang dimabuk asmara. Aku menoleh ke samping dan membuka mataku. Begitu terkejutnya diriku melihat bayangan besar yang berada di atasku. Aku bangun dengan segera dan melihat Angkasa yang telah memperhatikanku daritadi. Sungguh malu, ingin rasanya aku menghilang dari hadapannya.

"Apa aku mengejutkanmu?"

"Iya."

"Maaf, aku hanya ingin menutupi sinar matahari yang sangat terik."

Sungguh perhatian Angkasa terhadapku, rasanya hatiku ingin melayang membawa tubuhku pergi memeluknya. Sayangnya, hati dan pikiranku berkata lain.

"Terima kasih ya."

"Untuk apa?"

"Menutupi sinar matahari."

"Ah itu hanya reflek."

Bunga AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang