00. Pertaruhan Nyawa

2.1K 121 20
                                    

Bugh!!

Donghae tersungkur akibat pukulan kencang lelaki kekar di hadapannya, ia tak berdaya untuk melawan, seluruh tubuhnya lemas, sedangkan lelaki itu belum puas menghajarnya, ia kembali maju, kali ini dengan tendangan kaki kanannya.

Semua orang yang ada di koridor rumah sakit menyaksikannya, mereka secara alami bergerak menghindari pertengkaran, tapi karena rasa penasarannya orang-orang itu tak enyah dari sana, mereka malah membentuk kerumunan untuk menyaksikan pemandangan langka tersebut.

Donghae duduk bersimpuh di hadapan lelaki itu, kedua tangannya disatukan di depan dada. "Mianhae, ini memang salahku," ujarnya dengan mata yang memerah.

Maaf? Permintaan yang tak bisa diterima olehnya, pria itu kembali mendekat pada Donghae tapi kali ini ia tak langsung menghajarnya, ditatapnya lekat netra itu dengan sorot tajam, kedua lengannya sigap mencengkram baju Donghae.

"Bajingan! Ini semua memang salahmu, bangsat! Gara-gara dirimu adikku meninggal dunia, andai dia tidak bertemu dengan lelaki brengsek sepertimu, dia pasti tidak akan mengalami ini semua, sekarang kembalikan adikku, kembalikan Seyoon padaku!"

Donghae tak bisa berbuat banyak selain terisak, ia juga sedih karena orang yang begitu dicintainya telah pergi, ia juga tidak menginginkan situasi ini, tapi ia memahami bahwa kesedihan Shindong melebihi dirinya, wajar jika ia marah, Donghae akan menerima semuanya, bahkan jika Shindong memutuskan untuk membunuhnya saat ini juga, ia sudah kehilangan semangat hidupnya.

Bugh!

Sebuah tinju kembali mendarat mulus di wajah tampannya, kali ini begitu kuat sampai rasa perihnya menjalar memenuhi rongga mulutnya, menyebarkan rasa asin dari cairan merah yang masuk lewat sudut bibir kirinya.

"Cukup, kau tak bisa memukulnya lagi." Suara itu menghentikan gerakan tangan Shindong, ia menoleh seorang lelaki seusia dengan Donghae maju dari sela-sela kerumunan.

"Siapa kau? Jangan ikut campur! Ini urusanku dengan lelaki brengsek ini." Shindong melepaskan cengkraman pada baju Donghae, seketika lelaki penuh lebam itu ambruk ke lantai, penampilannya sangat berantakan.

"Aku temannya, namaku Eunhyuk, jika kau terus memukulnya seperti itu maka kau bisa membunuhnya," tuturnya sebelum mengulurkan tangan pada Donghae.

"Gwenchana?" tanyanya pada Donghae yang kini sudah duduk meski tidak tegap.

"Yak! Jadi kau teman si brengsek ini? Kau tahu kelakuannya tapi kau masih membelanya?" Sorot mata tajam itu berbalik pada Eunhyuk.

"Donghae tidak tahu, dia tidak tahu bahwa Seyoon mengandung anaknya, jika dia tahu, dia tidak akan pergi ke luar negeri." Eunhyuk mencoba menjelaskan.

"Persetan, apa yang akan berbeda jika dia mengetahuinya? Dia bersalah karena telah menghamili adikku, Seyoon masih muda, kenapa dia harus bertaruh nyawa untuk melahirkan anaknya?" Lelehan air di pelupuk matanya tak bisa disembunyikan lagi, ia memaksa untuk keluar, menghiasi wajah masamnya.

"Sekarang adikku meninggal karena dia memilih untuk melahirkan anaknya, dia merenggut kehidupan Seyoon."

"Cukup, Shindong-ssi, Donghae juga sama terpuruknya seperti dirimu, lihatlah keadaannya, jadi kumohon jangan membuat keributan lagi."

Shindong berteriak untuk terakhir kalinya, "aarghh!! Aku tidak akan pernah memaafkanmu, Lee Donghae!" Ia pergi begitu saja setelah mengatakan kalimat itu, membiarkan Donghae yang masih terduduk di lantai koridor sembari menangis tersedu-sedu.

"Semuanya, maafkan atas keributan ini, kalian bisa bubar dan beraktivitas lagi, sekali lagi saya minta maaf." Eunhyuk berusaha mengusir orang-orang yang mengerumuni Donghae dengan cara yang halus, dan untungnya langsung berhasil, mereka perlahan menjauhi Donghae.

"Kau harus bangun, ayo!" Eunhyuk mengulurkan tangannya. Tapi Donghae tak kunjung menyambutnya, tatapan mata yang kosong itu menerawang entah ke mana.

"Yak! Kau harus sadar, Lee Donghae! Saat ini kau sudah menjadi seorang ayah, kau harus bertanggung jawab."

Akhirnya Donghae mendongak setelah mendengar kalimat tajam dari Eunhyuk, ayah? Bagaimana mungkin dia bisa menjadi seorang ayah di usianya yang baru menginjak dua puluh tahun?

***

Huaaah, aku selalu penasaran apa pendapat kalian tentang cerita-ceritaku jadi setiap aku dapet ide baru itu bawaannya pengen publish aja, jadilah aku nekat mempublikasikan cerita ini.

Walau masih banyak ceritaku yang belum tamat, eheh.

Pokoknya gak mau tahu, aku pengen kalian jawab, suka gak sama genre yang kayak begini?

Kalau enggak ya aku bakalan unpublish lagi🤭

Salam hangat,
Author amatiran yang labil

Nai

Surat Terbuka Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang