16. Malam itu ...

476 44 10
                                    

Warning!!!
Chapter ini mengandung adegan 🔞
Untuk yang masih di bawah umur silakan skip-skip aja ya 🙈🌚

Happy reading!!!

***
Udara di pagi hari menelusup masuk lewat sela-sela jendela, meniup kopi yang masih mengepul di genggamannya, aromanya semerbak mengisi ruang pribadinya, atau secara sederhana, dalam bahasa paling menyebalkan disebut sebagai ruang kerjanya. Sebuah kubus berukuran 3x4 meter, dengan perlengkapan seadanya.

Bukan Donghae tak mampu membeli pernak-pernik mahal untuk menghias ruang kerjanya, hanya saja dia lebih suka ruangan yang lapang, terutama untuk ruang kerjanya, ia tak mau mudah merasa stress karena ruangan kecil itu terasa sempit.

Namun, pagi ini bukan hanya ruang kerjanya yang terasa sempit, tetapi juga dunia, bumi dan seisinya seakan diperas dalam satu wadah yang disebut sebagai kehancuran. Donghae belum siap menerimanya, otak dan hatinya terus menolak apa yang telah dibacanya pada buku bersampul biru itu.

Malam itu Donghae memang tak bisa mengingatnya dengan jelas, Donghae mabuk berat, kesadarannya dirampas, yang ia tahu, di pagi hari ia terbangun dengan Seyoon yang berada di sampingnya. Mereka tidur bersama semalam, tapi sejauh mana mereka melakukannya, Donghae tidak tahu.

Ia panik saat mendapati tubuhnya bertelanjang dada, mungkinkah ia melakukan kesalahan pada Seyoon? Itu pertanyaan yang terlintas pertama kali di otaknya. Tapi wanita itu terbangun dengan wajah berseri, tubuhnya hanya dibalut baju minim berwarna hitam dengan motif renda berbunga.

"Oppa, kenapa kau sudah bangun? Tidurlah lagi, ini masih pagi." Dengan lembut Seyoon menarik lengan Donghae kembali pada pelukannya. Meski merasa janggal, tapi Donghae tak memberontak. Pasalnya, yang ia tahu Seyoon bukanlah wanita agresif, ia pemalu, mungkin itulah sebabnya Donghae menyukai wanita itu.

"Seyoon-ah, apa yang terjadi di antara kita semalam?"

"Menurutmu apa yang akan terjadi jika lelaki dan perempuan menghabiskan malam bersama? Di ranjang yang sama."

"Apa kita melakukannya? Hubungan intim?"

"Oppa! Aish, aku merasa sangat terhina karena kau tak mengingatnya."

Donghae terdiam, sikap Seyoon semakin terasa aneh, seperti dibuat-buat, Seyoon memang suka merajuk, tapi pagi itu entah kenapa Donghae merasa Seyoon seperti perempuan nakal yang dibungkus oleh pria mabuk dari bar ke hotel, jujur ia tak suka wanitanya bersikap seperti itu.

"Sudahlah tak perlu dipikirkan, yang terjadi biarlah terjadi, lagi pula kau kan kekasihku, Oppa, jadi aku akan memaafkanmu kali ini." Seyoon menegakkan badannya, menyenderkan punggungnya pada ranjang, mengikuti gerakan Donghae yang menghindarinya, Donghae terpaksa melakukannya karena jika terus ditempel seperti itu, maka Donghae pasti akan kehilangan kontrol atas dirinya.

"Apa kau merasa bersalah, Oppa?" Sial, Seyoon berbisik setengah mendesah di telinga Donghae, seketika lelaki itu merasa tersengat listrik, tubuhnya menegang, terutama sesuatu di balik selimutnya.

"Seyoon-ah, berhenti menggodaku, atau aku tak akan menahan diri lagi."

Cup!

Sebuah kecupan mendarat di bibir mungilnya, Seyoon yang melakukannya, sebuah sentuhan hangat yang membuat tubuhnya kembali tersengat listrik, bedanya arus listrik kali ini lebih tinggi dan kuat, hingga Donghae merasa hendak gila jika menahan hawa nafsunya.

"Kau tak perlu menahannya, mari kita lakukan lagi jika kau menginginkannya."

Tak ada jawaban, Donghae tak sanggup menolak, Seyoon berhasil membangkitkan gairahnya, tanpa berkata apapun lagi ia langsung melumat bibir Seyoon, tetapi baru satu dua ia membuat gerakan memutari bibir ranum kekasihnya, tiba-tiba Seyoon mendorong tubuhnya, tentu hal itu membuat Donghae kaget, apakah dia melakukannya terlalu liar sampai Seyoon kesakitan?

Surat Terbuka Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang