14. Victim

328 38 13
                                    

Holla!!
Aku gak akan pernah bosan untuk mengingatkan kalian supaya vote dan komen ya, ayok dong ...

***
Beberapa menit setelah Karina meninggalkan meja makan dengan tiba-tiba, Jeno sebenarnya ingin menyusul wanita itu, tapi baru saja ia berdiri, Karina sudah ada di sana, meski dengan gelagat yang tidak seperti biasanya. Binar ceria di matanya seketika lenyap, ketajaman mata yang selama ini selalu mengintimidasi juga tidak ada, tatapannya kosong.

"Apa kau baik-baik saja?" Karina menoleh ketika mendengar pertanyaan Jeno. Mati-matian ia berusaha menyembunyikan perasaan gugupnya.

"Ten—tu saja aku baik, memangnya aku kenapa?" tangan kanannya refleks tergerak untuk menyembunyikan sebagian rambut ke belakang telinga untuk menyamarkan perubahan sikapnya.

"Kenapa? Apa wajahku terlihat aneh?" tanya Karina yang merasa dirinya sedang diperhatikan oleh Jeno dan teman-temannya, akibatnya ia merasa kikuk setengah mati.

"Tidak, kau cantik."

Uhuk!!

Tidak hanya Karina yang terbatuk karena mendengar pernyataan Jeno, Heechan hampir menyemburkan makanannya. Lucas lekas meminum yogurt-nya hingga tandas. Mark hampir menjatuhkan ponselnya, ini pertama kalinya mereka mendengar Jeno memuji seorang perempuan secara terang-terangan, tentu saja menjadi hal yang lumrah kalau mereka terkejut.

"Ekhem!! Jen, aku tidak salah dengar, kan?" Mark mencoba memastikan kedua telinganya masih berfungsi dengan baik.

"Maaf teman-teman, sepertinya aku harus pergi duluan." Ini kesempatan untuk Karina, ia tak sanggup terus menerus berakting bahwa dirinya baik-baik saja, jadi ia memilih untuk menyepi, biarlah mereka mengira bahwa Karina merasa malu Karena pujian dari Jeno.

"Wohoo ... Pertanda apakah ini? Si perempuan kabur begitu saja." Heechan menyenggol Jeno dengan tangan kanannya, ia berniat menggoda Jeno.

"Hanya ada dua kemungkinan Heechan-ah, pertama dia merasa malu, kedua karena dia merasa Jeno tak tahu malu." Lucas berseru diiringi suara tawanya yang renyah, sempurna sudah lelucon mereka yang membuat Mark mengabaikan ponselnya. Sedangkan yang digoda tak tertarik sama sekali, Jeno lebih memilih memperhatikan Karina yang menghilang di balik udara kosong, ke mana gerangan gadis itu menepi?

***

Sampai bel pulang dibunyikan Karina tak terlihat lagi oleh kedua bola mata Jeno. Sebenarnya sebelum bel masuk kedua, ia sudah berusaha mencari Karina di seluruh sudut sekolah tapi hasilnya nihil, gadis itu menghilang bak ditelan bumi.

Dengan langkah lunglai Jeno melangkah meninggalkan gedung kokoh sekolahnya, langit mendung sore itu seakan tahu isi pikiran Jeno yang kalut, ia tidak yakin bahwa Karina adalah Rona yang dimaksud oleh Mark, tapi bagaimana caranya untuk memastikan hal ini? Jeno tak mungkin bertanya langsung pada Karina, kan?

Ia takut gadis itu akan salah paham nantinya, tentu saja karena hal ini bukanlah topik pembicaraan yang menyenangkan.

Apa itulah alasan Karina mengganti namanya?, Alasan ia terlihat marah saat Jeno memanggilnya dengan nama, Rona. Mungkinkah trauma yang dimaksudkan oleh pelatihnya adalah hal ini? Sejauh mana Siwon mengenal Rona?

Aah ... Jeno tak bisa fokus pada langkahnya akibat pertanyaan-pertanyaan yang membanjiri otaknya, ia hampir menabrak tiang listrik yang jelas-jelas berdiri tegak dengan badan yang besar. Ia menghentikan langkah tepat di depan Halte.

Bus selanjutnya segera datang, tak lama setelah Jeno sampai di sana, ia segera melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah. Ia tidak sedang dalam mood yang baik untuk melakukan aktivitas padatnya.

Surat Terbuka Untuk AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang