Haloo!!!
Karena masih berada dalam suasana idul Fitri. Author mau meminta maaf lahir dan batin, sebab telah menghilang selama dua bulan lamanya.Bagaimana kabar kalian?
Semoga baik-baik saja ya. Semoga banyak hal baik yang akan terjadi!!Happy reading!!
***
Tanpa banyak bicara Donghae dan Jeno menghabiskan makan malamnya dalam keheningan. Bukannya Donghae tidak ingin bertanya tentang penemuannya tadi. Hanya saja dia menunggu waktu yang tepat. Ia membiarkan Jeno melahap suapan terakhir dari makanan yang tersaji di piring.
"Apa rasanya enak?" tanyanya basa-basi.
Yang ditanya tak langsung menjawab, ia menenggak segelas air putih yang tersaji di meja. Mendorong seluruh sisa makanan yang masih tersisa di mulutnya. "Seperti biasa, masakanmu memang yang terbaik, Appa," celoteh Jeno seraya mengacungkan kedua jempolnya. Wajahnya berbinar cerah, mungkin karena kini perutnya sudah terisi. Jeno menarik napas lega, kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Apa tak ada yang ingin kau sampaikan padaku?" tanya Donghae penuh kehati-hatian. Sekaligus memberi kesempatan Jeno untuk berkata jujur.
Namun, Jeno tampak kebingungan dengan pertanyaannya, ia mengernyit heran. "Tidak ada. Memangnga apa yang harus kukatakan?" Jeno menggeleng dengan ekspresi polosnya seakan tak berdosa, atau memang ia merasa tak melakukan dosa sama sekali.
"Kau yakin? Kau tak menyimpan rahasia dariku, kan, Jeno-ya?"
Keningnya semakin mengkerut, Jeno tak tahu arah pembicaraan ayahnya. Apa yang dimaksud olehnya, pasalnya ia sudah menceritakan semua hal yang menurutnya penting untuk disampaikan, termasuk tentang kepergian Jeno setelah mandi beberapa saat yang lalu.
Ia pergi ke Kafe terdekat untuk mengembalikan benda milik teman sekelasnya. Ia selalu lupa untuk membawanya ke sekolah, jadi temannya menghubungi Jeno bahwa ia sedang berada di sekitar rumahnya. Karena merasa tak akan pergi lama jadi Jeno tak meminta izin terlebih dahulu pada ayahnya.
Jeno tak tahu Donghae akan sangat mengkhawatirkannya, bahkan ia mengomel saat Jeno baru saja menutup pintu masuk.
Beruntung suara cacing yang berparade di dalam perut Jeno berhasil menyelematkannya. Setidaknya ia mendapatkan jeda untuk makan, tapi saat ini masa istirahat sepertinya sudah berakhir.
"Aku mengatakan yang sejujurnya, Appa, aku benar-benar menemui temanku tadi. Dan-"
"Bukan itu, tapi tentang sesuatu yang lain."
"Maksudnya?"
Donghae tak tahan melihat wajah kebingungan itu, jadi ia perlihatkan saja temuannya pada Jeno. Sebuah rokok dan kondom. Donghae ingin tahu reaksi anaknya akan seperti apa.
"Appa! Kenapa kau memperlihatkan barang-barangmu? Astaga!" Donghae bergeming, meski Jeno sedang terkekeh geli karena melihat benda yang ditunjukkan olehnya di atas meja.
"Aku sudah berhenti merokok, kau tahu sendiri itu," jawabnya dengan wajah datar menahankan kesal. Maksudnya adalah ia ingin menegaskan bahwa barang-barang itu bukanlah miliknya. Donghae ingin Jeno mengakui bahwa dirinyalah pemiliknya.
"Benar juga, lantas kau dapatkan dari mana rokok itu, Appa? Kenapa kau menunjukkannya padaku? Ditambah lagi dengan sebuah kondom, aku masih di bawah umur, Appa. Hei, jangan bilang kau ingin-" Niat Jeno ingin bercanda, menggoda Donghae, tapi tiba-tiba dipotong oleh ayahnya.
"Dari mantelmu," jawab Donghae tegas yang langsung membuat Jeno terdiam, kaget.
"Hei, ayolah Appa ... Jangan bicara omong kosong begitu, mana mungkin aku merokok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Terbuka Untuk Ayah
FanficDonghae berusaha membesarkan Jeno seorang diri, sebagai ayah tunggal seharusnya ia mengerti bahwa Jeno membutuhkan kasih sayangnya melebihi apapun di dunia ini. Sepatutnya ia bisa bersikap dewasa, Semestinya Donghae tak membiarkan Jeno merasa bahwa...