Seperti angin yang tak pernah terlihat, sejujurnya Donghae menginginkan hidup yang seperti itu. Berembus tenang tanpa menggangu orang lain, tanpa diperhatikan. Berbeda dengan akhir-akhir ini, di mana kehadirannya sering menyedot perhatian banyak orang.
Donghae tidak mengerti kenapa mereka bisa mengenali dirinya, beberapa bahkan menghampiri untuk meminta tanda tangan. Ia terpaksa menanggalkan pekerjaannya, kemudian tersenyum memaksa, menolak secara halus.
Bukannya ia sombong atau bagaimana, hanya saja saat ini bukanlah momen yang tepat untuk meminta tanda tangan, Donghae selalu menandatangani bukunya untuk pembelian eksklusif, atau saat sedang masa promosi agensinya selalu membuatkan acara fansign.
Meski merasa kecewa tapi mereka tetap menerimanya dan berjanji akan datang ke acara Donghae selanjutnya. lihatlah, mereka pasti akan mengerti jika diberi penjelasan, tapi sepertinya hanya Donghae yang berani menerapkan batasan seperti itu.
"Ice americano atas nama Lee Donghae." Suara lembut seorang barista berhasil menghentikan kegiatan Donghae, ia segera menutup laptop dan bergegas pergi setelah mendapatkan pesanannya. Kafe jadi tidak asik lagi untuk diduduki, apalagi sambil mengerjakan tugas-tugas kantor yang semakin hari kian menumpuk.
Tak lama setelah ia memasuki mobil, Donghae langsung menghubungi seseorang, ditaruhnya ponsel di dashboard mobil sembari memasang earphone di telinga. "Sekretaris Kim, apa kau bisa mengirimkan jadwal produksi untuk novel baru kita?"
Tangannya gesit memutar kemudi, mulutnya komat-kamit memberikan perintah. Hari sibuknya telah dimulai, sepertinya Donghae tak akan punya banyak waktu untuk istirahat, karena jadwal yang dikirimkan oleh sekretaris Kim cukup padat.
"Kapan jadwal rapat berikutnya?"
"Siang ini, pak, sebelumnya saya telah memberitahu para karyawan, apa bapak tidak mendapatkan email-nya?"
Astaga, Donghae lupa, kemarin sore ada email masuk, tapi Donghae belum sempat memeriksanya.
"Baiklah, saya akan ke kantor sekarang juga."
Tuut ...
Donghae mematikan telpon secara sepihak, mobilnya melaju dengan kecepatan normal, ia masih punya cukup waktu untuk datang tepat sebelum rapat dimulai.
Di tengah perjalanan ia memutar musik, alunan musik bergaya hip-hop membuatnya larut dalam irama patah-patah, seperti seorang pemuda yang sedang menari di ruang latihan klub dance.
Kegiatan pembelajaran tidak bisa dilaksanakan secara efektif hari ini karena jajaran pengajar juga dewan komite sedang mengadakan rapat, jadi Jeno memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama anak-anak dance.
"Wow, gerakanmu sudah lebih baik, Jeno, kau tak sekaku biasanya." Yuta memuji penampilan Jeno, sedangkan yang dipuji hanya mengangguk sembari mengatur napasnya.
"Well, sepertinya posisiku mulai terancam di sini." Mark merangkul Jeno, ia terkekeh.
"Apa sih Mark, kau kan kapten di tim ini, mana mungkin aku bisa menggeser posisimu." Ya, memang begitulah kenyataannya, Jeno terlalu amatir untuk menggeser seorang profesional seperti Mark, ia bahkan sudah belajar menari sejak SD. Bahkan ada rumor yang beredar Mark pernah ditawari untuk masuk agensi hiburan sebagai idol, tapi Mark menolaknya.
Entahlah apa yang dipikirkan oleh lelaki itu. Andai saja Jeno yang berada di posisi Mark, ia pasti akan mengiayakan tawaran itu tanpa ragu.
"Sejak tadi aku tak melihat Taeyong. Di mana dia?" Jeno mengalihkan topik pembicaraan, Taeyong juga anggota di klub dance, tapi dia tidak datang hari ini, bahkan tak ada tanda-tanda kehadirannya di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Terbuka Untuk Ayah
FanficDonghae berusaha membesarkan Jeno seorang diri, sebagai ayah tunggal seharusnya ia mengerti bahwa Jeno membutuhkan kasih sayangnya melebihi apapun di dunia ini. Sepatutnya ia bisa bersikap dewasa, Semestinya Donghae tak membiarkan Jeno merasa bahwa...