Sepanci ramyeon telah tandas tak bersisa, pun dengan semangkuk kimchi yang hanya tersisa beberapa lembar. "Kalau minumnya Soju pasti lebih nikmat," ujarnya seraya menenggak air putih terakhir di dalam gelas.
"Apa enaknya Soju? Minuman itu pahit luar biasa."
"Heol, kau pernah mencobanya? Apa ayahmu tahu akan hal itu?"
Kalimat tadi sedikit menyindir Jeno yang kata Karina terlalu penurut pada ayahnya. Tapi Jeno sama sekali tak keberatan, ia mengangguk antusias, "tentu, dia yang menyuruhku untuk mencobanya, aku bahkan pernah merokok di depan ayahku."
Menarik, memang begitulah cara Donghae mengajarkan pada Jeno tentang hal-hal yang sebaiknya tak dilakukan oleh remaja, lelaki itu membiarkan Jeno mencicipi kemudian memutuskan sendiri dia akan melakukannya atau tidak. Dan hasilnya Jeno tak menyukai semua itu, maklumlah lidah anak kecil memang masih polos.
"Hasilnya aku batuk-batuk selama dua hari akibat asap rokok, padahal aku hanya mengisapnya sebanyak tiga kali."
"Itu karena kau masih anak-anak, memangnya ibumu tak melarang?"
Jeno mematung mendengar pertanyaan Karina, bagaimana ia harus menjawabnya?
"Ibuku meninggal saat melahirkanku."
"Maaf, aku tidak tahu."
"Tak apa, pertanyaanmu tidak salah." Jeno berusaha tersenyum, ia tak ingin terlihat menyedihkan di hadapan Karina, Jeno seorang lelaki, alangkah baiknya jika ia berpura-pura tegar.
"Itu pasti ayahmu, tapi kenapa tak ada foto pernikahan di sini?" Karina menunjuk salah satu foto yang terpajang di dinding, dia mula mengamati sekeliling untuk mengalihkan topik pembicaraan.
Lagi, Jeno terdiam sejenak, haruskah ia berkata jujur? Mungkin tak ada salahnya bercerita pada Karina. "Ayahku tidak menikah, dia dan ibuku melakukan hubungan di luar pernikahan, dan aku adalah anak yang dihasilkan dari hubungan itu, kau tak akan menyebutku anak haram, bukan?"
Karina membelalak, bukan karena ia kaget mengetahui fakta itu, tapi ia merasa heran dengan Jeno yang bisa memberitahu dirinya tentang hal sensitif seperti ini. Tapi sedetik kemudian dia tertawa, menurutnya intonasi suara Jeno terdengar lucu, seperti seorang maling yang tertangkap basah dan terpaksa mengakui perbuatan jahatnya.
"Apa yang lucu?" tanya Jeno yang kurang mengerti di mana letak kelucuan dari ceritanya barusan.
"Tidak, jangan salah paham, aku hanya merasa kau terlalu muda untuk berpikiran kolot seperti itu."
"Maksudnya?" Jeno masih tidak mengerti.
"Begini, sekarang istilah anak haram atau anak di luar pernikahan itu sudah tidak zaman, karena masyarakat kita saat ini sangat menjunjung tinggi kebebasan, hubungan intim di luar pernikahan itu sudah biasa dilakukan oleh orang dewasa dan tak ada yang menganggap itu adalah sebuah dosa selama mereka melakukannya atas dasar cinta dan tak merugikan orang lain.
"Jadi, Jeno, kurasa kau harus merasa beruntung dilahirkan di Korea, karena di sini anak-anak sepertimu tak terlalu dikucilkan, berbeda cerita jika kau lahir di negara dengan adat ketimuran."
Lelaki itu mengangguk paham, memang ia tak pernah mengalami diskriminasi seperti itu sejak kecil, ah, kecuali dalam hal tak memiliki ibu, kepribadiannya selalu diragukan karena tak ada ibu yang mendidik dan mengajarinya.
"Wow, kau adalah orang pertama yang menjelaskan hal itu secara detail. Apa kau selalu tertarik pada dunia seks?" Sebenarnya ini adalah pembicaraan sensitif, apalagi dengan sekian rumor yang beredar tentang Karina. Jeno jadi ingin meralat perkataannya, tapi tidak bisa karena Karina sudah terlanjur menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Terbuka Untuk Ayah
FanfictionDonghae berusaha membesarkan Jeno seorang diri, sebagai ayah tunggal seharusnya ia mengerti bahwa Jeno membutuhkan kasih sayangnya melebihi apapun di dunia ini. Sepatutnya ia bisa bersikap dewasa, Semestinya Donghae tak membiarkan Jeno merasa bahwa...