Seorang gadis kini memandang para sahabatnya secara bergantian seraya mengupas buah untuk Sana.
Ia adalah Momo.Ia memperhatikan ketiga sahabatnya yang kini terdiam dengan raut wajah berbeda-beda.
Sana tersenyum senang,karena gelang pemberian ibunya kini kembali ke tangannya.
Pandangannya pun beralih ke arah Nayeon.
Yang tampak seperti orang linglung.
Sepertinya banyak pikiran yang bersarang di kepalanya.Pandangan Momo pun beralih ke Mina yang sedari tadi terus bergerak gelisah.
Momo tersentak kaget saat Mina memanggil namanya.
"Mo,lu jagain Sana ya,
Gw mau ngikutin Dahyun dulu"
Ucap Mina lalu mengambil ponselnya."Gw ikut"
Ucap Nayeon.Momo merenggut kesal.
Ia bahkan belum mengucapkan sepatah katapun.
Dengan bibir yang dimajukan,ia langsung memakan buah yang sedari tadi ia kupas."Gw kupasin lagi entar."
Ucap Momo dengan terus menyuapkan potongan apel ke mulutnya.Sana pun hanya menggeleng tak habis pikir dengan tingkah sahabatnya itu.
.
.
.Pertahanan Dahyun dan Tzuyu kembali runtuh saat mendengar perkataan komandannya.
Begitupun dengan sepasang suami-istri serta dua orang gadis yang sedari tadi mengikuti gerak-gerik Dahyun.
"Sersan Son dinyatakan gugur dalam tugas"
Ucapan tersebut berhasil membuat atmosfer disekitar menjadi berkabung.
Mina yang sedari tadi berada di balik tembok pun tak kuasa menahan tangisnya.
Ia memang belum sepenuhnya mengerti.
Akan tetapi mendengar kalimat itu cukup membuat seakan roh nya ditarik keluar secara paksa.Kedua kakinya tak lagi mampu untuk menopang berat badannya.
Ia hanya bisa terduduk sembari bersandar pada tembok.
Nayeon hanya bisa mengusap bahu sahabatnya itu meskipun perasaannya sendiri tidak karuan mendengar seseorang yang dicintainya kini berjuang seorang diri untuk tetap hidup.
Setelah beberapa saat, kedua gadis itupun memutuskan untuk kembali ke ruang rawat Sana karena sore nanti ia sudah diizinkan untuk pulang.
Pemandangan itupun tak luput dari dua pasang mata yang memang sedari tadi memperhatikan kedua gadis itu.
"Cepat sadar kapten,sumber semangat mu tampak sangat kacau sekarang.
Dan kau Son...."Tzuyu tak mampu melanjutkan gumamannya.
Ia masih sangat terpukul dengan kenyataan yang harus ia terima saat ini.
Seorang gadis kini berjalan di sebuah koridor dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya.
Ia pun berhenti di depan sebuah ruangan yang memiliki kaca besar yang menjadi pembatas antara dirinya dan seseorang yang hingga saat ini masih berada di antara hidup dan matinya.
Hal ini sudah menjadi rutinitasnya selama beberapa bulan terakhir.
"Sudah tiga bulan berlalu,tetapi tak banyak yang berubah dengan wajah itu.
Hanya luka-lukanya saja yang perlahan mulai tersamarkan,serta rambutnya yang mulai memanjang"
Gumam gadis bergigi kelinci itu.Setelah puas memandangi wajah tersebut,ia pun memutuskan untuk segera pulang kerumahnya.
Namun baru beberapa langkah,ia merasakan tepukan di pundaknya.
Nayeon berbalik dan mendapati seseorang bertubuh jakung sedang tersenyum kearahnya.
Nayeon sempat terpaku.
Senyum itu sangat familiar baginya.
Senyuman itu sangat mirip dengan senyuman orang yang terbaring di dalam ruangan dingin itu."Kakak kok gak masuk"
Ucap orang tersebut."E-emm,saya buru-buru".
Ucap Nayeon setelah melihat arlojinya.Saat Nayeon kembali hendak melangkah,
Lengannya kembali dicekal oleh seseorang tersebut."Maaf aku gak sopan sama kakak.
Aku sudah beberapa kali melihat kakak disini.
Tapi gak pernah liat kakak masuk ke dalam.""Kakak hanya akan berdiri didepan trus pulang."
"Aku gak tau kakak siapa.
Tapi aku pernah melihat foto kakak di kamar kak Jeje.""Orang tua kami juga meminta agar aku membawa kakak menemui kak Jeje."
"Jadi aku mohon, untuk kali ini kakak masuk yah temuin kak Jeje didalam".
Ucap seseorang itu dengan nada sedikit bergetar.Setelah berbagai macam bujukan yang dilontarkan Ryujin, akhirnya Nayeon menyetujui untuk masuk.
Nayeon selama ini bukan tak berani untuk masuk, hanya saja ia merasa sangat bersalah dan tak pantas untuk menemui seseorang itu.
Setelah Nayeon masuk, Ryujin mengeluarkan ponselnya kemudian mengabari kedua orang tuanya.
"Cewek yang fotonya ada di kamar kak Jeje sudah mau nemuin kak Jeje"
Kedua orangtuanya pun tersenyum senang.
Mereka berharap dengan kedatangan gadis itu, kondisi Jeongyeon bisa sedikit membaik.Sedangkan di tempat lain,
Tepat hari ini,Jihyo sudah diperbolehkan untuk pulang.
Tzuyu pun dengan senang hati menjemput kekasih nya itu.Namun sebelum pulang, Jihyo berniat mengunjungi kaptennya terlebih dahulu.
Jihyo yang dibantu oleh Tzuyu pun mengunjungi tempat Jeongyeon berada.
Ryujin yang melihat keduanya pun segera menyapa nya.
"Kok gak masuk Jin?"
Tanya Jihyo."Ehemm,bentar aja kak"
Ucap Ryujin cengengesan."Kita boleh masuk gak nih?"
Ucap Tzuyu."Emm gimana ya kak"
Ucap Ryujin seraya menggaruk belakang lehernya.Tzuyu yang melihat gelagat aneh dari adik kaptennya itu memutuskan untuk mengintip dari kaca dan melihat seseorang bersama sang kapten di ruangan itu.
Tzuyu pun tersenyum tipis saat menyadari seseorang tersebut.
"Emm Ji,lebih baik kita pulang dulu aja.
Lain kali kita kesini lagi."
Ucap Tzuyu pada Jihyo.Jihyo yang mengerti pun menganggukkan kepalanya.
Lalu pamit pada Ryujin untuk segera pulang.Beberapa hari setelahnya, Nayeon kembali hendak melakukan rutinitasnya.
Yakni memandangi seseorang dari balik kaca.Namun hari ini sedikit berbeda.
Ia tak mendapati seseorang yang dicarinya di ruangan tersebut.Berbagai pikiran negatif pun mulai hinggap di kepalanya.
"Kak krystal!!"
Panggil Nayeon kepada seorang dokter yang cukup ia kenal dan juga kebetulan dokter itulah yang menangani Jeongyeon.Krystal pun berbalik dan mendapati seorang gadis yang selama ini selalu bertanya padanya tentang salah seorang pasien.
Krystal sudah menduganya.
"Kak, Jeongyeon kok gak ada di situ?"
Tanya Nayeon dengan sedikit ketakutan.Harus Nayeon akui,
Untuk sekarang,Ia benci sebagian besar pikirannya.TBC.
![](https://img.wattpad.com/cover/283598013-288-k428683.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
H I D D E N
Jugendliteratur"jika seorang manusia telah menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di bumi,maka itu berarti ia sudah siap untuk menjalani kehidupannya,serta menghadapi garis takdir yang telah ditentukan untuknya" . . . . END.