Episode 13 : Pengantin Baru

516 131 8
                                    

Risky sudah tidur sejak tadi, dia kelelahan. Sementara Wina perlu mengobrol dengan Windi terlebih dahulu. Walaupun ia sangat lelah dan butuh kasur, Wina juga butuh tau mengenai pernikahan Windi yang diujung tanduk.

Andai saja Windi menunda momongan, pasti Bagas sudah dicerai oleh perempuan itu.

Tapi, lagi-lagi Wina dibuat kesal karena Windi tipe-tipe perempuan Jawa yang lemah lembut, yang mau menunggu suami bejatnya itu memberikan penjelasan dan siap memaafkan kesalahan Bagas yang sudah sangat fatal menurutnya.

Untungnya, Windi tidak membenci Wina karena kelakuan Bagas. Kalau sampai persaudaraan mereka terpecah karena laki-laki sialan itu, sudah lah... Wina akan menyewa pembunuh bayaran untuk menikam Bagas sebanyak 27 kali agar pria itu mati dengan penderitaan.

Ouh shit... Wina mulai melantur.

Ia masuk ke kamar saat jarum jam menunjukkan pukul 11 malam, ada beberapa saudara yang menginap dan masih terdengar suaranya sampai ke lantai dua rumah ini. Mungkin saudara sepupunya yang laki-laki sedang iseng-iseng saja main dengan Raffan juga.

Karena besok sore Wina dan Risky harus kembali ke Jakarta, jadi Risky memutuskan untuk istirahat saja, bahkan laki-laki itu sudah masuk kamar masa muda Wina sejak pukul 9 malam.

Saat membuka pintu, sebagian lampu kamar sudah diredupkan. Wina yang tadi sempat ke kamar mandi terlebih dahulu untuk cuci muka langsung melakukan ritual malamnya, dengan beberapa skincare yang biasa digunakan.

"Kamu udah balik?" suara serak Risky terdengar bertanya pada Wina yang tengah duduk didepan kaca.

"Iya, ngobrol sebentar sama Mama sama Mbak tadi, tidur lagi aja," pintanya pada Risky. Selain kasian pada pria itu, Wina meminta Riski tidur lagi karena takut langsung meminta jatah malam pertama mereka.

Risky hanya bergumam pelan.

Wina mengambil posisi ranjang yang kosong. Karena kamar ini lama sekali tidak digunakan, ranjangnya jadi tidak berubah. Berukuran tidak cukup besar, namun masih muat menampung 2 tubuh orang dewasa.

"Sini..." Gumam pria itu seraya menarik Wina dalam dekapannya.

***

Wina tidak mau direpotkan dengan banyaknya kado yang diberikan oleh sepupu dan saudaranya yang lain. Ia memilih memasukkan kado-kado yang belum dibuka kedalam kardus besar, dan meminta Raffan untuk memaketkannya nanti.

Sore ini, Wina diberi wejangan panjang lebar mengenai pernikahan, hubungan suami istri dan banyak hal lain yang berhubungan dengan status baru Wina dan Risky.

Tidak banyak yang Wina tangkap karena dia hanya mengangguk-angguk saja. Untuk hal-hal semacam itu, Wina yakin tidak perlu diajari oleh siapapun, ia akan menyesuaikan diri dengan Risky, pasti tidak banyak yang berubah selain mereka akan tinggal bersama setelah ini.

Pukul 3 sore, mereka sudah di Bandara dan bersiap untuk kembali ke Jakarta.

Wina memang memilih akhir pekan untuk menikah, jadi ia tak perlu mengambil banyak jatah cutinya. Bahkan besok mereka sudah kembali beraktivitas seperti biasanya.

Risky masih memiliki jatah cuti tahunannya, tapi karena Wina hanya mengambil cuti beberapa hari saja, Risky pun mengikutinya.

Belum ada perencanaan honeymoon atau liburan ala-ala pengantin baru. Nanti... Mungkin akhir tahun ini mereka bisa liburan sejenak, toh hanya tinggal satu setengah bulan lagi.

Mereka juga perlu banyak penyesuaian, mulai dari tinggal di apartemen Risky nanti, kemudian masalah momongan... Gara-gara Bagas dan Windi, Wina jadi agak parno kalau mau langsung punya momongan. Apalagi alasan mengenai pernikahan mereka yang kurang kuat jelas membuat Wina waspada.

Mungkin sesampainya di Jakart, mereka perlu membahas hal ini, dan semoga saja Risky mengerti.

Sampai di Jakarta, dengan menggunakan taksi mereka langsung pulang ke apartemen Riski. Untuk pakaian, Wina bisa mengambil beberapa nanti sore, toh tempat mereka tidak terlalu jauh juga.

"Ah... Capek banget," gumam Riski saat pantatnya menyentuh sofa apartemen.

Wina tidak terlalu sering kesini, laki-laki itu yang lebih sering ke Apartemennya.

"Mau makan nanti apa sekarang?" tanya Wina pada suaminya itu, ia mengecek kulkas yang ternyata hanya berisi beberapa bahan makanan, bahkan lebih cenderung banyak makanan beku.

"Nanti aja, lagian nggak ada apa-apa kan disana, nanti belanja sekalian ambil baju-baju kamu."

***

Untuk pertama kalinya Risky melihat penampilan Wina yang sedikit berbeda, pagi ini ia melihat Wina mengenakan legging yang panjangnya hanya sampai dibawah lutut dan tanktop berwarna abu-abu ketat. Perempuan itu sedang menjemur pakaian di balkon tempat yang biasa Risky gunakan untuk menjemur.

Wina dengan cepat beradaptasi dengan sekitarnya, bahkan perempuan itu tidak canggung memegang pakaian dalam Riski untuk dicuci.

Sesuatu yang mengejutkannya di pagi buta seperti ini.

"Mau bikin sarapan apa?" tanya pria itu seraya menuangkan air mineral dalam gelas.

Wina tampak menyelesaikan kegiatan paginya dan mencium pipi Risky yang bahkan belum cuci wajah sama sekali, "Kamu biasa makan berat apa ringan kalau sarapan?" tanya Wina balik.

"Biasanya sih kopi aja, tapi kalau kamu mau masak ya aku makan."

Jujur saja, Risky lebih banyak makan diluar selama ini, apalagi layanan pesan antar yang mulai marak belakangan membuatnya lebih dipermudah ketimbang masak sendiri.

"Ya udah sana mandi dulu, aku mau bikinin sarapan."

Riski hanya mengangguk patuh, menuruti ucapan sang istri setelah mencuri satu ciuman di bibir Wina yang berwarna pink alami.

Mereka belum melakukan kegiatan ranjang suami istri pada umumnya. Risky menahan diri untuk tidak menerjang Wina semalam, apalagi perempuan itu menggunakan terusan selutut dan tidak menggunakan bra saat tidur.

Tapi berhubung masih lelah, Risky memilih menunggu saja. Toh masih banyak waktu yang bisa mereka ambil sebagai sepasang suami istri.

Ia juga ingin Wina nyaman dulu berada disekitarnya, juga dengan sentuhannya.

Reason To Marry YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang