Episode 1 : Wina & Risky

1.1K 126 1
                                    

Wina menatap laki-laki didepannya. Mereka sedang duduk diantara banyaknya orang yang sedang berlomba menghabiskan makan siang disalah satu warung nasi pinggir jalan yang selalu ramai di jam-jam makan siang seperti ini.

"Ikut duduk, gue kagak dapet tempat lagi," katanya.

Wina hanya mengangguk pelan dan melanjutkan makan, menyuapkan sesendok demi sesendok nasi yang bercampur dengan kuah dari sayuran, sambal dan telur dadar yang ia pesan.

Didepannya adalah Risky, teman satu jurusan dulu, hanya saja mereka beda angkatan. Setaunya, Risky... Atau yang biasa Wina panggil dengan embel-embel 'Mas' itu beberapa tahun diatasnya.

Dulu terkenal juga sebagai mahasiswa abadi karena pria itu menghabiskan waktu 7 tahunnya untuk mendapatkan gelar sarjana. Beberapa kali juga mereka dapat satu kelas yang sama karena Risky yang mengulang dikelas yang Wina ambil.

"Silahkan, Mas... Maaf lama," kata mbak-mbak pelayan seraya menaruh pesanan Risky diatas meja, sepiring nasi dan lauk pauknya, tidak lupa dengan es teh sebagai penawar dahaga ditengah siang hari bolong seperti ini.

"Win..." panggil Risky membuat Wina yang hendak menyuapkan nasi dan lauk terakhirnya menjadi urung, pria itu menunduk seraya mengaduk nasi yang tampak masih mengepul hangat dengan sambal berwarna merah.

"Kenapa, Mas?" tanya Wina, tangannya bergerak menyuapkan satu sendok terakhirnya sambil menunggu Risky mengatakan sesuatu.

"Lo ada temen yang lagi single nggak? Yang kiranya cocok sama gue." Ucapan Risky membuatnya mengerutkan kening, agak-agak aneh mendengar pria itu bertanya hal yang... begitu aneh kepadanya. 

"Kenapa Mas?"

Ditanya begitu, Risky malah menggeleng pelan dan memilih menekuri makan siangnya dengan hikmat, sementara Wina menatap pria itu dengan kening yang berkerut-kerut samar.

Setelah menunggu Risky beberapa saat, akhirnya Wina beranjak dari tempat duduknya dan mengatakan "Duluan, Mas." Sebagai bentuk kesopanan terhadap laki-laki yang beberapa tahun lebih tua darinya itu.

Wina membayar makanannya dan berjalan keluar warung sendirian, waktu makan siang sudah lewat beberapa menit, ia agak terlambat kembali ke kantor karena ia juga terlambat keluar tadi. Makanya Wina sendirian, teman-temannya sudah lebih dulu makan siang.

Ia berjalan beriringan dengan beberapa karyawan yang ia sering lihat, tapi nggak cukup mengenal mereka, sehingga Wina memilih diam saja.

Chat digrup keluarga sudah menumpuk, ia belum sempat membacanya walaupun sudah di tag berkali-kali oleh sepupu dan kerabat lainnya, untungnya adiknya mau berbaik hati menelfon untuk membahas dan meminta pendapatnya agar bisa segera disampaikan digrup keluarga.

Kakaknya -Tatiana Windi Sari, akan menikah dalam waktu dekat, segala kebutuhan dan keperluan disampaikan di grup keluarga yang biasanya selalu sepi.

Wina sih manut-manut saja, ukuran kebaya dan model kebaya yang akan digunakan saat resepsi nanti ia sampaikan lewat Reffan, si bungsu yang sedang duduk dibangku perkuliahan.

Ia juga sedang sibuk-sibuknya karena akan mengambil cuti yang cukup lama karena harus pulang kampung, ikut mengurus segala tetek bengek urusan pernikahan kakaknya mengingat perempuan itu tidak menggunakan jasa WO.

Kalau boleh sih, lebih baik Wina tidak usah pulang kampung sekalian, ia jadi tidak perlu bertemu dengan laki-laki itu, Bagas... Calon suami Windi sekaligus mantan kekasihnya dimasa lalu.

Tidak ada yang tau kenyataan itu, pun dengan Windi.

Saat pertemuan keluarga yang juga dihadiri olehnya, Wina tentu saja berpura-pura tidak mengenal Bagas, pria itu juga berlaku sama.

Enggak ada masalah yang cukup rumit, hanya aneh saja melihat Kakaknya bersanding dengan pria masa lalunya.

Wina juga tidak terlalu dekat dengan Windi karena jarak, jadi tidak perlu memusingkan drama yang akan terjadi setelah perempuan itu menikah dengan lelaki pilihannya. Toh Wina juga tetap di ibu kota, sementara Windi tetap disana, ikut suaminya dan resign atau bekerja seperti biasanya.

Sampai dilantai dimana ia bekerja, Wina melihat teman-temannya sudah kembali memenuhi kubikel masing-masing, Wina memang telat, tapi ia tidak takut dimarahi karena atasan mereka -orang yang duduk dibalik dinding kaca buram itu, pasti belum kembali. Biasanya atasan mereka itu akan kembali sekitar pukul setengah 2 sampai jam 2 siang, tipe-tipe bos yang bekerja sesuka hati.

Baru saja Wina hendak memulai kembali pekerjaannya, phonselnya bergetar dan muncul notifikasi dari Bagas. Ini bukan pertama kalinya pria itu mengirimkan pesan sejak berpacaran dengan Windi beberapa bulan yang lalu.

Ya... Seperti yang sudah di prediksi, pesan Bagas hanya berakhir masuk dan kemudian terhapus. Wina sama sekali tidak berniat untuk membuka apalagi membalas. Ia sudah berbaik hati tidak memblokir nomor Bagas karena pria itu adalah calon kakak iparnya.

Harusnya Bagas mengerti.

***

Risky menatap perempuan didepannya dengan malas, ini adalah kencan buta ke tiga dalam minggu ini.

Emmi, wanita dengan warna rambut kecoklatan itu tersenyum manis saat memperkenalkan diri. Perempuan itu tinggi semampai, ditunjang dengan heels yang Riski tidak tau tingginya berapa, membuat Emmi sama tinggi dengannya.

Bukan tipenya sama sekali.

"Saya pesan salad dan air putih saja," katanya pada pelayan. Sementara Risky memesan steak medium rare dengan wine.

Sepertinya, Emmi adalah tipe perempuan yang pantang makan berat diatas jam 6 sore, tipe-tipe perempuan yang akan histeris kalau jarum timbangan bergeser sedikit ke kanan. Tapi Risky tidak peduli, makan malam ini hanya sebagai bentuk formalitas saja, ia hanya ingin menuruti keinginan ibunya.

Setelah memesan, obrolan mengalir, walaupun lebih didominasi oleh Emmi yang membicarakan banyak hal, termasuk masalah Fasion dan gosip-gosip dikalangan artis dan model. Riski hanya mengangguk dan menjawab seperlunya, sampai kemudian makanan datang.

Dan... Keheningan mulai menyelimuti mereka.

Reason To Marry YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang