Memasuki mobil Risky, Wina memegang jantungnya yang terasa agak sakit karena bekerja terlalu keras sesore ini. Mereka baru pulang setelah makan malam.
"Itu alesan lo kenapa tanya gue punya temen yang masih single apa enggak, Mas?" tanya Wina saat Risky mulai mengendarai mobil keluar dari pekarangan rumah.
"Salah satunya."
Wina tidak bisa membayangkan sih seberapa tertekannya Risky, beruntung orang tuanya tidak terlalu mempermasalahkan kehidupan percintaannya, atau bahkan sampai tanya-tanya kapan nikah.
Ya beberapa kali pernah, tapi hanya sekedar angin lalu saja, tidak seperti Risky yang sampai dijodoh-jodohkan oleh ibunya.
"Berarti udah gawat, Mas... Coba deh lo cari cewek, jangan kerja mulu," saran Wina yang hanya ditanggapi anggukan dan helaan nafas.
***
Tengah malam buta, Wina dibangunkan oleh suara bell apartemennya, ia tidak tau siapa yang datang, melihat dari monitor, tampak Bagas berlalu lalang didepan pintu apartemen studio'nya.
"Mas, ngapain tengah malam kesini?" Wina membuka pintu, tapi berdiri ditengah pintu karena ia secara tidak langsung ia tidak mengizinkan laki-laki itu masuk kedalam apartemennya.
Sudah bagus 3 bulan ini Bagas tidak terdengar kabar sama sekali, lelaki itu juga tidak berusaha menghubunginya setelah pernikahan Bagas dan Windi digelar 3 bulan yang lalu.
"Aku nggak bisa sama Windi..."
"Mas, lo sama gue udah nggak ada hubungan apa-apa, ini bahkan udah mau 3 tahun setelah kita putus. Jangan gila lo ya!" desis Wina menahan suaranya agar tidak mengganggu tetangganya.
Demi Tuhan! Ini sudah setengah 1 malam.
"Selama lo belum nikah, gue akan terus berusaha..."
Plak....
Tamparan keras mendarat dipipi Bagas tanpa basa basi. Wina muak diganggu oleh laki-laki itu. Kalau enggak bisa mencintai Windi sepenuhnya, seharusnya Bagas nggak perlu menikahinya.
"Lo brengsek tau nggak!"
Bantingan pintu mendarat tepat didepan wajah Bagas. Wina tidak peduli pintu itu sempat menabrak muka Bagas atau tidak, dia benar-benar kesal. Sudah jam istirahatnya di ganggu, Bagas juga nggak membawa apapun yang menguntungkan baginya. Kurang sial apalagi coba!
Ia segera menyambar phonsel dan melihat pesan dari Windi, yang menanyakan apakah Bagas ke tempatnya atau tidak. Pesan itu di kirim pukul 10 tadi, dua setengah jam sebelum Bagas datang dengan tidak sopannya.
Karena melihat kakaknya masih online, Wina segera menekan ikon telefon dan menunggu sambungan diangkat oleh Windi.
"Kalian kalau berantem jangan bawa-bawa gue," sembur Wina saat Windi belum sempat menyapanya.
"Dia benar-benar ketempat kamu?" terdengar isak tangis yang membuat Wina akhirnya tidak tega.
"Mbak, aku dan Bagas sama sekali nggak ada hubungan apapun, aku bahkan nggak tau kalau dia kesini, kalian tuh kenapa sih? Kalian udah nikah, jangan kaya gini dong!" seru Wina seraya menahan amarah, nafasnya sudah naik turun saking kesalnya.
"Aku tau, tapi dia akan tetap menginginkan kamu kalau kamu belum juga menikah,"
"Mbak, masalah pernikahan itu urusan aku, dan aku nggak mau diatur-atur masalah itu. Selesaikan urusan kalian, aku nggak mau ikut campur apapun lagi!"
Wina langsung memutuskan sambungan dan melempar phonsel keatas nakas. 3 bulan ini sangat tenang, terlalu tenang hingga dia tidak waspada kalau badai besar akan segera melanda, dan malam ini adalah titik puncak, atau belum... Hanya awal dari bencana maha dasyat yang ditimpa diatas kepalanya.
Sialan!
Sialan!
Andai ia tau akan seperti ini, Wina pasti tidak akan mau berhubungan sama sekali dengan Bagas. Apalagi hubungan singkat mereka tidak meninggalkan kenangan apapun.
Yang ada Wina yang rugi.
Bagas kampret!
***
Sepagi ini, Wina diteror oleh ibunya untuk mengangkat telefon. Ia yakin kalau ibunya menelfon karena kejadian semalam.
"Hallo Ma," sapa Wina berpura-pura tidak tau apa yang terjadi.
Mama tercintanya itu memilih menanyakan kabar sebagai obrolan basa basi, yang dijawab Wina singkat saja. Waktu memang masih menunjukkan pukul setengah 7 pagi, tapi dia perlu bersiap, membuat sarapan, dan kegiatan rutin seperti biasanya.
"Kamu... Nggak ada yang mau disampaikan ke Mama?"
Wina menghela nafas pelan, "Masalah mbak Windi sama suaminya kan? Mama udah denger apa aja dari Mbak Windi?" tanya Wina pada sang Mama.
"Dia bilang kalau kamu pernah ada hubungan sama Bagas..."
"Ma... Kejadiannya jauh sebelum Mbak ngenalin Bagas ke keluarga, udah mau 3 tahun yang lalu. Dan aku berani sumpah nggak pernah kontekan sama dia sejak putus."
"Wina... Mbak-mu sedang hamil." Tarikan nafas terdengar tajam dari seberang sana, "Mama sebenarnya nggak mau maksa kamu, tapi apa nggak sebaiknya kamu segera menikah saja? Untuk menghindari hal kaya gini."
"Mama nggak percaya sama aku?" tanya Wina tajam.
"Mama percaya kamu, sayang... Yang mama enggak percaya itu Bagas. Kalau aja Mbak-mu nggak lagi hamil, Mama pasti udah paksa Windi buat cerai saja. Mama enggak mau keluarga kita rusak hanya karena orang asing seperti Bagas."
"Ma..."
"Ya, Nak? Mama minta tolong, lagian Mama sudah setuju sama laki-laki yang kamu bawa pas mbak-mu nikah waktu itu, Mama yakin dia orang yang tepat."
Mamanya memang yakin, tapi Wina yang enggak yakin. Lagipula Risky hanya laki-laki yang pernah ia mintai tolong. Bahkan sudah beberapa minggu belakangan Wina tidak mendengar lagi kabar dari pria itu, bertemu saat makan siang pun tidak.
"Ya, nak? Tolong pikirin ucapan Mama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason To Marry You
RomansaWina dan Risky menikah karena alasan masing-masing. . . . Start : 7 Oktober 2021 Fin : -