Episode 14 : Obrolan Pagi

520 126 3
                                    

Wina membuat sarapan sederhana, scrambled egg dan sosis yang ia panggang diatas teflon tanpa minyak, secangkir kopi untuk Risky dan teh hijau tanpa gula untuknya.

Setelah menyiapkan sarapan untuk mereka, Wina kembali masuk ke kamar untuk mengganti pakaian, ia sudah mandi terlebih dahulu tadi, sekalian nyuci karena pakaian kotor mereka sudah menumpuk.

Risky tampak sedang mengancing kemejanya saat Wina memasuki kamar Risky yang kini sudah menjadi kamar Wina juga. Koper perempuan itu terbuka dipojokan, mengambil beberapa potong pakaian kerja dan mengganti pakaian paginya dengan pakaian kerja, kemeja dan celana hitam panjang.

Saat kembali ke kamar, Risky sudah tidak ada, mungkin sudah keluar untuk sarapan terlebih dahulu.

Ia menyusul setelah menata rambut, untuk make up ia biarkan untuk nanti, setelah menghabiskan sarapan.

"Nggak kemanisan?" tanya Wina ketika melihat Risky sedang menyesap perlahan kopi buatannya.

"Nggak, pas lah, makasih ya..."

Wina mengangguk dan mengambil posisi duduk didepan suaminya, mereka mulai sarapan dengan keheningan, Risky beberapa kali berdecak saat membaca sesuatu di layar phonselnya, mungkin sedang baca berita online.

"Mas..." panggilnya membuka obrolan. Wina ingin mengobrolkan masalah anak dengan Risky. Harusnya mereka mengobrolkan hal ini disaat waktu senggang, sambil santai, tidak pagi-pagi ketika hendak berangkat kerja seperti ini.

Tapi mau bagaimana lagi, Wina sudah membuat janji ketika makan siang nanti dengan dokter kandungan yang disarankan oleh teman satu divisi yang kebetulan sudah menikah.

"Ya?"

"Aku mau ke dokter kandungan siang ini." Risky yang sudah mengunyah sosis mendadak menghentikan kunyahannya, dia terkejut.

"Hah? Buat apa?"

Wina berusaha memilih kalimat yang tepat sebelum melontarkannya, "Aku mau kita nunda punya anak dulu, nggak papa kan?"

Dari ekspresinya, Risky kelihatan bingung, "Kita pacaran dulu sebelum nanti memutuskan buat punya anak, jujur aja aku takut... Kita nggak punya fondasi yang kuat saat memutuskan untuk menikah, kita sama-sama terdesak keadaan. Jadi, ya... Aku mau kita saling mengenal dulu sebelum nanti punya anak."

Wina menunggu selama beberapa detik sebelum menghembuskan nafas lega ketika melihat Risky mengangguk tanpa suara.

"Nggak papa kalau itu yang bikin kamu nyaman, lagipula kita nggak diburu apapun kan, jadi pelan-pelan aja."

Wina mengangguk dan tersenyum lebar, ia beruntung Risky begitu pengertian mengenai yang satu ini.

"Perlu aku antar?"

Wina menggeleng kecil, "Aku janjiannya pas jam makan siang nanti. Maaf ya ngomongnya mendadak kaya gini, takutnya nanti malem kamu..."

Risky tertawa kecil saat Wina tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya.

"Kalau kamu belum siap, aku bisa nunggu ko', tenang aja, aku nggak akan maksa."

Wina menggeleng kecil, "Kalau kamu mau, aku siap-siap aja, asal... Pelan-pelan ya."

***

Setelah bertemu dokter kandungan tadi siang, Wina diresepkan menggunakan pil KB untuk sementara, karena memang ia tidak tau akan menunda punya momongan ini sampai kapan, jadi dokter lebih menganjurkan menggunakan pil KB.

Ia menyimpannya didalam nakas, toh juga Risky sudah tau kalau mereka memilih untuk program terlebih dahulu.

Sampai dirumah, laki-laki itu ternyata belum pulang, dan Wina baru mengecek phonsel kalau Risky akan lembur, mungkin sampai pukul 7 atau 8 malam baru pulang.

Ia tidak mempermasalahkan hal itu sama sekali. Wina jadi punya waktu sendiri untuk bersih-bersih dan menyiapkan beberapa hal, seperti mengungkep ayam agar besok tinggal digoreng, atau memotong buah agar Risky bisa langsung memakannya tanpa perlu repot-repot mengupas dan memotong.

Itu sudah menjadi kebiasaan Wina sejak sewa apartemen sendiri. Ia menggunakan waktu senggangnya untuk menyiapkan segala hal agar memudahkan dirinya sendiri nanti.

Pemandangan dari kamar mandi apartemen Risky sedikit memanjakan mata, apalagi bathtub berada tepat disebelah jendela besar, ia jadi bisa berendam sambil melihat pemandangan senja, melepas penat setelah seharian berkutat dengan pekerjaan.

Setelah menyelesaikan acara mandi yang selalu Wina sukai setelah bekerja, ia berkutat didapur, menyiapkan bumbu kuning untuk mengungkep sebagian ayam mentah yang nantinya akan dibekukan dan tinggal goreng saja jika ingin makan ayam goreng.

Mengupas buah jeruk dan memasukkannya kedalam akrilik khusus untuk kulkas yang Wina tidak sangka Risky akan punya.

Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Sembari menunggu sang suami pulang, ia menghabiskan waktu dengan nonton serial di Netflix. Untungnya Risky berlangganan, jadi ia tidak sampai mati gaya menunggu pria itu.

Wina tidak sadar ia terlelap diatas sofa sampai Risky membangunkannya dengan cara yang tidak biasa, laki-laki itu menciun pipinya, menggigit kecil rahangnya sehingga Wina terbangun karena terganggu.

Melihat pakaiannya, Wina yakin kalau suaminya sudah pulang sejak tadi.

"Nggak nyangka, liat ada yang nunggu pulang aja aku udah happy banget." Kecupan-kecupan kecil dilayangkan untuk Wina. Sebagai ucapan terimakasih tanpa kata.

"Sorry, aku ketiduran... Kamu mau makan?" dengan setengah mengantuk, Wina bertanya pada Risky, sementara tubuhnya makin ditarik mendekat, menempel didada bidang pria itu.

"Mau makan dulu? Kamu emang belum makan?"

Wina menggeleng kecil seraya menguap, kali ini ia bangkit dan melepaskan diri dari pelukan Risky agar bisa fokus memulihkan kesadarannya. Kalau didekap terus seperti tadi, yang ada Wina terlalu nyaman dan akan tidur lagi.

"Ya udah, makan dulu yuk... Nanti tinggal aku yang makan kamu."

Risky menggigit kecil daun telinga Wina sebelum membantu perempuan itu bangkit dari posisinya.

"Gimana tadi ketemu dokter, udah oke?"

Reason To Marry YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang