Episode 15 : Malam Panjang (21+)

719 129 5
                                    

Wina membereskan piring bekas makan ia dan Risky dibantu oleh laki-laki itu. Risky tidak segan untuk membantu sekedar mencuci piring walaupun Wina sudah melarangnya.

"Mau makan buah nggak? Aku udah kupasin jeruk tadi, aku nggak pernah lihat Mas makan buah loh," ujar Wina seraya mengeluarkan akrilik yang tertutup rapat, didalamnya ada setengah kilo buah jeruk yang sudah dikupas bersih, Risky tinggal makan saja.

"Males ngupasnya, kalo kaya gini kan jadi gampang makannya," cengir Risky dengan wajah tak berdosa.

Mereka melanjutkan acara nonton Wina yang sempat tertunda karena tidur sambil makan jeruk. Pilihan Risky jatuh pada film action yang katanya cukup seru, beberapa temannya memberikan rekomendasi film tersebut hingga Risky jadi ikut penasaran.

Dipertengahan film, adegan panas mulai terlihat, membuat Risky harus memperbaiki posisinya.

Sialan!

Ia terjebak dengan pilihan filmnya sendiri. Wina yang berada disampingnya tampak santai saja, tapi Risky tidak bisa.

Apalagi perempuan itu menggunakan terusan tidur tanpa lengan dengan belahan dada yang cukup rendah, sehingga dari posisi ini ia dapat melihat payudara mulus Wina.

Risky bahkan masih ingat rasanya, saat menyentuh kedua aset milik Wina sebelum diinterupsi oleh Bagas malam itu.

karena sudah tidak lagi fokus dengan jalannya film, Risky memilih mengganggu perempuan itu.

"Win..."

Wina hanya bergumam sebagai jawaban, ia masih fokus pada film yang kini sudah mulai ada dipuncaknya, adegan panas itu telah berlalu, hanya beberapa saat saja.

Saat tidak mendengar apapun lagi, Wina menoleh dan terkejut ketika mendapatkan serangan dadakan yang dilancarkan oleh Risky, ciuman Risky terasa berbeda, terlalu menggebu dan panas.

Wina hanya mengimbangi Risky yang sudah menarik dengan mudah tubuhnya agar duduk dipangkuan laki-laki itu.

Tangan Risky bergerak naik turun dipunggungnya. Wina yang tidak memakai apapun dibaliknya mengerang kecil. Ia tidak pernah tau kalau usapan dipunggung saat sedang bernafsu bisa semenggetarkan itu.

Perutnya mengencang, menanti dengan waspada apa yang akan dilakukan suaminya malam ini.

Usapan itu beralih pada kedua pahanya yang terbuka, terusan yang ia kenakan menyingsing hingga pertengahan paha. Selain tangan yang sudah beralih, bibir Risky pun beralih pada pipi kemudian rahang dan jatuh pada leher jenjang Wina yang putih.

Rambut Wina disibak agar ia bisa leluasa menguasai secara keseluruhan leher Wina tanpa kecuali.

Erangan kecil Wina membuat Risky semakin tidak terkendali.

Tangannya yang tadi berada dipaha, kini merambat naik untuk meraih dua aset Wina yang pernah ia sentuh dan lihat sebelumnya. Hanya sekali itu saja.

Karena menggunakan terusan tanpa kancing, Risky tidak cukup leluasa untuk meraih sesuatu yang ia masih penasaran itu. Yang bisa ia lakukan hanya meremasnya dari luar baju, dengan perlahan dan lembut.

Dalam sekali sentak, pria itu membawa Wina masuk kedalam kamar, masih dalam dekapannya. Risky sama sekali tidak melepas Wina, apalagi membiarkan Wina menjauhkan tubuhnya barang se-inci pun.

Ia menjatuhkan tubuhnya beserta Wina diatas ranjang secara perlahan, barulah Risky menjauhkan bibirnya dari kulit Wina yang dibeberapa bagian tampak memerah.

"Kamu siap?" tanya Risky, ia tidak mau kalau Wina melakukannya dengan terpaksa, atau hanya karena merasa itu adalah kewajiban sebagai istri.

Risky mau Wina melakukannya karena mereka sama-sama mau dan menikmati setiap detik yang terlewati, ia juga tidak mau menjadi suami yang egois hanya karena ingin memuaskan nafsunya sendiri.

"Ya..."

Satu jawaban itu berhasil memecut kebringasan Risky diatas ranjang, ia menarik Wina untuk duduk dan mulai melucuti gaun terusan yang istrinya kenakan.

"Kamu cantik, Win."

***

Wina terbangun saat merasa tubuhnya semakin ditarik mendekat, didekap erat oleh Risky. Ia sadar kalau mereka masih telanjang di balik selimut yang tidak sepenuhnya menutupi tubuh keduanya, kaki sampai pahanya terasa dingin, mungkin selimutnya sempat menyingkap.

Semalam adalah pengalaman pertama yang luar biasa, walaupun berawal dengan rasa yang menyakitkan, tapi Risky berhasil menenangkannya, memperlakukannya lembut dan memuaskannya.

Orgasme semalam tentu saja bukan yang pertama, ia pernah mencoba melakukannya sendiri dan merasa bersalah di kemudian hari.

"Mas, lepasin dulu..." entah waktu sudah menunjukkan pukul berapa, yang jelas hari masih malam, mungkin masih dini hari. Tapi Wina butuh ke kamar mandi, kantung kemihnya terasa penuh.

Risky hanya bergumam kecil, namun sedikit mengendurkan pelukannya, membiarkan Wina beranjak dari ranjang dan memungut gaun tidurnya dan menggunakannya asal sebelum menuju kamar mandi.

Ada rasa tidak nyaman dan mengganjal saat bergerak, tapi ia harus terbiasa.

Wina menyempatkan diri untuk keluar kamar saat ingat televisi layar datar diruang tengah masih menyala. Wina juga menyempatkan diri untuk kembali memasukkan akrilik yang berisi buah jeruk kedalam kulkas sebelum kembali ke kamar, bergabung dengan Risky.

Ia melihat selimut yang tersingkap, dan melengos saat mendapati kejantanan Risky setengah tegang.

Mungkin sisa-sisa percintaan mereka beberapa jam yang lalu. Entahlah.

Tak mau ambil pusing, Wina kembali tidur dan Risky dengan refleks memeluk perempuan itu kembali, mendekapnya dan tanpa sengaja malah menggesekkan miliknya ke paha Wina yang setengah terbuka.

Astaga, Wina tidak percaya kalau gesekan kecil seperti itu berdampak begitu besar. Miliknya berkedut pelan. Apa ini karena ia baru saja merasakan kenikmatan itu?

Tidak-tidak, ia berusaha memejamkan mata dan melupakan hasratnya yang tiba-tiba naik secara drastis.

Namun, matanya kembali terbuka saat merasakan Risky bergerak dan kembali ke posisi setengah menindih Wina.

Apa jangan-jangan Risky sudah terjaga sejak tadi?

"Ini, masih sakit?" Risky meraba bagian sensitif tubuh Wina yang terasa basah, pria itu dengan mudah menyentuhnya, apalagi Wina melupakan celana dalamnya.

"Nggak terlalu, tapi... Kamu mau lagi?"

"He'em, ronde dua ya?"

Reason To Marry YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang