Episode 3 : Perkenalan

450 118 3
                                    

Risky mengantar klien sampai mobil klien'nya itu berlalu dari pelataran restoran, ia meminta rekan kerjanya untuk langsung ke hotel terlebih dahulu, sementara ia perlu menyapa seseorang yang tidak sengaja ia lihat sedang duduk sendirian didalam.

Pria itu tidak salah, yang dilihat adalah Wina, perempuan berperawakan mungil dengan lekuk tubuh yang sedikit menggoda banyak pria. Untuk ukuran perempuan mungil, boobs Wina tergolong lebih menonjol daripada seharusnya, sehingga kadang mata seorang pria normal sepertinya menjadi salah fokus saat mengobrol atau tidak sengaja bertemu dengan perempuan itu.

Tanpa permisi, Risky menarik kursi kosong dihadapan Wina, dan duduk disana.

Ia melihat keterkejutan di mata perempuan itu.

"Mas Risky ngapain disini?" pertanyaan itu terlontar begitu saja.

"Ada urusan bisnis, tadi nggak sengaja lihat lo, jadi sekalian nyapa."

Wina hanya ber-oh ria dan pelayan datang membawakan menu pesanan Wina yang cukup banyak untuk perempuan seukurannya.

"Pesen segini banyak, emang bakal habis?" tanya Risky yang akhirnya memesan es jeruk untuk menemani Wina makan, karena sebelum ini ia juga sudah makan dengam klien'nya.

"Nggak tau, kalau nggak habis ya bungkus aja."

Risky hanya mengangguk pelan tanpa mengatakan apapun lagi. Membiarkan perempuan itu memakan makanan khas daerah dengan lahap, seolah tidak mempedulikan angka timbangan yang akan menambah setelah ini. Satu poin plus untuk Wina dimatanya.

"Bulan depan ada reuni, mau ikut?" tanya Risky setelah hampir 10 menit mereka saling diam.

"Nggak tau, biasanya sih enggak pernah ikut, lagian gue nggak punya cukup banyak teman untuk dikangenin, nggak kaya Mas Risky yang aktif di organisasi."

Riski mengangguk paham, semasa kuliah dulu, Riski terlalu aktif diorganisasi sampai-sampai harus diancam dulu oleh orang tuanya kalau tidak lulus ditahun ke 7. Ia kerap kali mengulang mata kuliah, saat itulah ia kenal dengan Wina.

Beberapa kali berkelompok dengan Wina membuat Risky akhirnya mengenal perempuan itu, walaupun tidak dekat-dekat amat. Ia juga kerap menghubungi Wina untuk minta tugas yang kadang terlupakan karena lebih sibuk di organisasi.

Terakhir mereka bertemu adalah saat wisuda, hanya saling mengucapkan selamat satu sama lain, kemudian berlalu.

Pertemuan mereka untuk pertama kalinya setelah berpisah adalah ketika ia makan siang diwarung tegal dekat kantor, dan tidak sengaja melihat Wina bersama teman-temannya makan disana juga, saat itu juga Risky tau kalau Wina juga bekerja didaerah sana.

"Mau ikut ke reuni? Ntar sama gue aja," tawar Risky.

Wina mengerutkan kening, kemudian mengangguk dan menggeleng di detik berikutnya. Yang benar yang mana?

"Nggak ah, males, mas Riski aja."

"Oke deh... Btw, lo ngapain disini? Urusan kerja?" tanya Risky.

"Nggak, kakak gue mau nikah besok, harusnya sekarang lagi dirumah, tapi males."

Risky kembali mengangguk, ia bersiap pergi setelah menghabiskan es jeruk yang ia pesan.

Tapi, Wina menghentikan niatnya.

"Mas, mau sampai kapan disini?"

"Kenapa emang?"

***

Anggaplah Wina gila karena meminta tolong pada Risky untuk menemaninya besok, diacara keluarganya sendiri. Jarinya siap mengetikkan kalimat pembatalan bantuan untuk besok, tapi melihat bagaimana Windi memohon padanya beberapa hari lalu membuat Wina tidak tega.

Kalau ini jalan satu-satunya untuk membuat Windi merasa lega, Wina akan melakukannya, sekalipun sore tadi ia sangat malu mengatakannya pada Risky, apalagi mereka tidak cukup dekat. Hanya berasal dari almamater yang sama. Sekedar kenal. Tidak lebih dari itu.

Notifikasi di phonselnya membuat Wina menahan nafas.

Bisakah kita bertemu sebentar?
Aku cuma mau ngobrol sama kamu.

Itu adalah pesan yang dikirim Bagas, yang langsung dihapus Wina karena tidak mau menambah masalah. Keluarganya yang nggak harmonis-harmonis amat bisa hancur cuma karena masalalu Bagas dengannya. Semua orang pasti akan menyalahkannya kalau sampai pernikahan besok mendadak batal.

Ia tidak mau, lagipula Wina tidak terlalu mencintai Bagas kala itu. Kalaupun ia belum berpacaran lagi setelah putus dari Bagas, alasannya jelas bukan karena ia gagal move on, hanya belum menemukan pria yang tepat saja.

Melihat itu, Wina semakin yakin untuk membawa Risky ke acara besok pagi, kalaupun ia harus mengenalkan laki-laki itu pada keluarga besarnya, Wina tidak peduli.

Paling, setelah kembali ke ibu kota, semua orang akan melupakannya, dan jika ditanya Wina hanya akan mengatakan kalau mereka sudah putus.

Gampang.

***

Walaupun dadakan dan tampak tidak serasi, Wina tidak peduli. Penampilan Risky sangat menawan dengan baju batik yang katanya baru beli semalam itu, celana bahan dan sepatunya menunjang penampilan Risky. Apalagi rambutnya disisir rapi ke belakang.

Biasanya Wina juga melihat sekilas pria itu berpenampilan seperti ini, tapi tidak pernah memperhatikan sedetail ini.

"Sorry ya, Mas... jadi ngrepontin," ujar Wina sambil meringis kecil. Ia jadi merasa tidak enak walaupun Risky kemarin sudah mengatakan kalau hari ini semua pekerjaannya sudah selesai, tinggal jalan2 saja kalau mau. Apalagi ini hari sabtu, Risky jadi punya banyak waktu.

"Udah dibilang nggak masalah... Lagian udah hal biasa kalau udah umur segini diminta bawa pasangan, gue juga sering gitu, nyokap bahkan sampe jodoh-jodohin sama anak kenalannya, kaya nggak bisa cari pasangan sendiri aja," kata Riski diselingi curhat.

Wina hanya bergumam setuju.

Mereka akhirnya sampai diballroom hotel tempat resepsi pernikahan Windi. Tamu-tamu tampak mulai berdatangan, dan memenuhi sebagian ruangan, banyak juga yang sudah mengantri untuk menyalami sang mempelai, sementara Wina mengajak Risky untuk makan dulu sebelum bertemu keluarganya, termasuk Bagas dan Windi.

"Gue nggak tau kalau lo orang sini, Win."

"Ya... Kelamaan di Jakarta, Mas, jadi udah nggak ada logatnya sama sekali."

Risky mengangguk tampak setuju dengan ucapannya.

Beberapa kali Wina disapa tamu yang kebetulan kenal, hanya sekilas itu. Untung saja tidak menanyakan siapa laki-laki yang dia bawa kali ini.

Wina sebenarnya gugup, apalagi ini untuk pertama kalinya ia membawa laki-laki berkenalan dengan orang tua bahkan keluarga besarnya, buruknya Risky bukan orang yang semestinya ia bawa kesini.

"Yuk, Mas..."

Reason To Marry YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang