Angelica yang tak merasa bersalah [15]

714 92 28
                                    

Pada mau sad end 🥲

:: ^^ ::

Frasa dan sastra menuliskan takdir, langit yang semula cerah makin lama makin meredup, jalanan kota Surabaya mulai ramai, seiring langit malam yang mulai menunjukkan kegelapan juga sinar bintang dan bulannya. Angelica, wanita itu masih terdiam dikamarnya, dengan mata yang kosong, serta airmata yang mengalir deras darimatanya.

Dirinya menunduk, memeluk pigura foto dirinya dengan suaminya, menangis kala mengingat suaminya melihat sendiri tingkah lakunya, yang memang sudah kelewat batas.

Dirinya memikirkan, apakah Rendi akan menceraikan dirinya atau mungkin malah membiarkannya? Dirinya tak merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada Sunoo, namun ia takut diceraikan, dia tidak mau berpisah dari Rendi.

Pikiran-pikiran buruk memasuki relung otak dan pikirannya, otaknya dipenuhi hal-hal buruk nan negatif yang ia takut akan terjadi.

Angelica tau, perbuatannya memang keras, perbuatannya keterlaluan, namun dia tak merasa bersalah untuk itu. Angelica merasa, perbuatannya benar, aib seperti Sunoo memang pantas mendapatkan itu.

Angelica jujur jika dirinya kecewa, ia menyesal setengah mati karena melahirkan Sunoo, melahirkan aib seperti Sunoo, adalah penyesalan terbesar dari hidupnya.

Angelica tau, anak itu anugrah tuhan, tapi apa Sunoo pantas disebut anugrah? Menurut Angelica, Sunoo merepotkan, menyusahkan, juga akan selalu menjadi aib.

Dirinya pikir, dulu, cukup Hendery yang menyusahkan dirinya, cukup Hendery yang akan menjadi aib dikeluarganya, namun ternyata, Angga dan Sunoo datang.

Hendery, yang memiliki imun tubuh dan psikis yang lemah. Hendery, anak yang gampang sakit, gampang menangis, juga sering sekali tak sadarkan diri juga mimisan, itu semua karena imunnya yang lemah. Mungkin, sekarang, Hendery bisa menahan jika sakit itu datang dan meminum obatnya sendiri, tapi jika itu sudah sangat parah, meskipun dia sudah berumur hampir dua puluh tahun pun, dia tak akan kuat.

Mungkin, dua atau sebulan sekali, bisa dihitung berapa kali dirinya jatuh sakit dan itu mengganggu kegiatan sekolahnya, dan karena itu, Angelica merasa sangat direpotkan. Hendery selalu begitu, dan itu membuat Angelica sangat repot.

Angga, anaknya yang ini mungkin terlihat biasa, tapi dirinya memiliki asma akut, yang bisa kambuh secara tiba-tiba. Dirinya yang sering merasa bahwa dadanya sesak itu, membuat Angelica harus terus-menerus menyediakan stock inhaler untuk Angga. Jika boleh, Angelica tak akan membelikannya, dia akan membiarkan, agar anaknya terbiasa.

Namun, Rendi yang membuat Angelica melakukan itu, jika bukan Rendi yang menyuruh, dia tak akan melakukan. Ibu dan ayahnya Angelica saja tak peduli dengan Angga, Hendery, juga Sunoo, lalu apa dia juga pantas peduli?

Sunoo? Tidak usah diceritakan lagi, Angelica sudah muak, bahkan hanya untuk menatap wajah anaknya yang manis itu. Angelica paling tidak menyukai Sunoo, yang cacat fisik itu.

Setiap Angelica memukul atau mencaci Sunoo, Angelica akan merasa lega, dia akan merasa bahwa dia berhasil membalas kekecewaannya, meski tak semua.

Ya, Angelica memang seorang ibu, namun tak pantas disebut sebagai seorang ibu.

Drrrrt

Handphonenya bergetar, Angelica menghapus airmatanya, lalu tersenyum senang saat menatap nama sang penelpon. Suaminya, menelponnya.

"Angelica."

"Mas Rendi, iya mas? Ada apa? Mas mau pulang kerumah?"

"Mas mau nginap dirumah sakit, kamu... gak kesini?" Suara Rendi terdengar lembut darisana.

Bunda, aku hanya ingin bunda [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang