Keluarga tanpa sosok Ibu itu terpaksa pindah karena tuntutan pekerjaan. Itu hanya urutan dari beberapa alasan utamanya mereka terpaksa berpindah. Padahal hanya menempuh waktu 30 menit saja Daniel bisa sampai ke dalam kantornya jika mereka tidak berpindah. Namun, jika berpindah lebih efektif lagi karena hanya memerlukan waktu setengahnya.
Salah satu alasan utamanya, karena Danny tak ingin membiarkan wanita itu menyentuh keempat pangerannya lagi saat wanita itu telah bersama sosok pria yang telah membuatnya terengah dan terhanyut pada gelapnya malam tanpa sepengetahuan Danny.
Apa yang Danny harapkan lagi?
Sosok malaikat dimata anak-anaknya, namun tidak dikala mata sang anak tertutup. Danny tidak membencinya, hubungan bertahan selama 12 tahun itu cukup lama, bagi pasangan yang masa mudanya kelewat batas.
Kini mereka berada di salah satu rumah di sebuah perumahan yang begitu asri, dengan bentuk setiap rumah yang sama, halaman depan yang sama, dan pagar kecil yang membatasi setiap wilayah kepemilikan rumah. Ah, jangan lupakan kolam renang pribadi di halaman belakang rumah setiap rumah.
"Sepertinya Papa akan pulang larut hari ini," ujar Danny disela acara makan mereka. Keempat anak laki-lakinya berbalik menatapnya, dan atensinya teralihkan kepada John yang berada didepan serong kirinya.
John, anak bungsunya, mengerutkan dahinya dengan bibir yang sedikit dimajukan. "Papa selalu pulang larut semenjak kita pindah, John takut," ucap John, karena semenjak 2 hari yang lalu, Danny suka pulang disaat Sam sudah berhasil menidurkannya.
"Apa yang membuat my little boy ini takut hm? Ada Sam, Travis, dan Justin, kalian tidak sendiri," ujar Danny. Sungguh, dirinya juga tidak ingin pulang larut, hanya 3 hari saja untuk jam kantor yang padat, setelahnya dirinya akan bermain sepuasnya dengan keempat pahlawan kecilnya.
Ugh, pangeran, pahlawan, apapun itu, sumber kebahagiannya hanyalah keempat anak laki-lakinya.
"You're the little coward I've ever met, John," sahut Justin seraya mengejek John.
"No! I'm not!" Sangkal John, keduanya yang berhadapan kini saling menjulurkan lidah, yang satu kesal yang satu suka jika adiknya itu kesal.
"Kau butuh kaca, Justin," kini si sulung Sam yang berada di sebelah John ikut nimbrung dalam kegaduhan yang dibuat Justin.
"Aku tidak seperti itu Sam! Tanya saja pada Travis," sanggah Justin.
"Little liar." Travis bergumam lirih yang masih terdengar oleh yang lain, berakhir dengan Danny dan Sam tertawa terbahak-bahak. Ucapan pedas Travis bisa membuat wajah Justin memerah.
Danny yang merasa dua kubu masih dalam mode pundung, ia pun menaruh kedua tangannya pada kepala John dan Justin. Mengelus surai keduanya, "Kakak-adik satu ini kalau langsung baikan nanti Papa pulang lebih awal deh,"
"BENAR?!" Kompak keduanya.
"Widih kompak banget!" ujar Danny dengan memasang raut syok yang dibuat-buat namun terlihat lucu.
"Justin kembaranku," sahut Travis yang cemburu. Dan langsung membuat semua tertawa. Travis yang suka berucap dingin dan pedas itu sering sekali cemburu dikala Justin kembarannya, lebih disamakan dengan John, apalagi nama awal mereka sama-sama berawalan dengan huruf J, Travis iri. Kenapa bukan dirinya saja.
"Kalau kembaran ma jangan diledekin mulu, harusnya disayang." Mendengar tuturan Justin, Travis langsung menyanyikan sebait dari lirik lagu Soap-Melanie Martinez dengan wajahnya yang mulai kesal.
~Guess I better wash my mouth out with soap
"Travis jadi tomat," ledek John.
Sungguh, tawa canda ini, sangat hangat. Walaupun Danny melihat semuanya. Dikala wanita itu meminta cerai dimalam hari, Danny melihat keberadaan Sam meringkuk seraya menutup telinganya. Travis yang pura-pura tidur, Justin yang menggigiti jarinya, dan John yang menangis dalam diam. Danny melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Regret | Treasure
FanfictionDunianya telah hancur namun penyesalannya mengundang kekacauan. Semuanya dimulai dari sebuah penyesalan. Mungkinkah mereka akan menyerah pada sebuah penyesalan atau berdamai dengan penyesalan itu sendiri? Hingga kematian menghantui mereka. ⚠️Slowup...